Kendala KY Saat Usulkan Penjatuhan Sanksi terhadap Hakim
Berita

Kendala KY Saat Usulkan Penjatuhan Sanksi terhadap Hakim

MA tidak melaksanakan sebagian usulan penjatuhan sanksi, adanya tumpang tindih penanganan tugas pengawasan antara KY dan MA, hingga KY sering tidak memperoleh akses informasi atau data yang dibutuhkan saat menangani laporan masyarakat karena MA atau badan peradilan dibawahnya tidak bersedia memberikan hal itu.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung KY. Foto: RES
Gedung KY. Foto: RES

Sepanjang 2018, banyak yang dilakukan Komisi Yudisial (K) mulai menjalin kerja sama dengan berbagai elemen masyarakat atau jejaring KY, memberi advokasi terhadap hakim dalam menjaga independensinya, pelaksanaan seleksi calon hakim agung (CHA) yang menghasilkan dua hakim hakim dan dua hakim ad hoc di MA, meraih dua penghargaan layanan informasi, hingga rekomendasi penjatuhan sanksi terhadap 63 hakim dari sekitar 1.719 laporan masyarakat.

 

Anggota KY Sukma Violetta mengatakan sepanjang tahun 2018, KY menerima sebanyak 1.719 laporan masyarakat. Terbanyak disampaikan melalui jasa pengiriman surat dan penghubung KY (1.106 laporan) diikuti datang langsung ke KY (329 laporan); pelaporan online (188 laporan); dan informasi (96 laporan). “Dari semua jumlah laporan itu yang memenuhi syarat 412 laporan, dan 63 hakim diusulkan untuk dijatuhkan sanksi,” kata Sukma di Gedung KY, Senin (31/12/18).

 

Di awal tahun 2018, KY telah meluncurkan Pelaporan Online Perilaku Hakim di www.pelaporan.komisiyudisial.go.id untuk memudahkan publik melaporkan dugaan pelangaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Pelaporan online berisi tentang tata cara pelaporan, persyaratan laporan, peraturan terkait dengan KEPPH, alur penanganan laporan dan menu layanan pelaporan online perilaku hakim yang diduga melanggar KEPPH.

 

Dari 1.719 laporan masyarakat, berdasarkan jenis perkaranya, Sukma memaparkan masalah perdata mendominasi laporan yang masuk ke KY, sebesar 782 laporan. Untuk perkara pidana sebanyak 506 laporan. Data ini menggambarkan dominasi perkara perdata dan pidana yang berada di ranah kewenangan peradilan umum dengan kompleksitas perkara yang tinggi dan sensitif.

 

Perkara lainya, Tata Usaha Negara sebanyak 120 laporan, agama sebanyak 83 laporan dan tidak pidana korupsi sebanyak 76 laporan. Berdasarkan jenis badan peradilan atau tingkatan pengadilan yang dilaporkan, Badan Peradilan Umum sangat mendominasi sebanyak 1.245 laporan. Disusul Peradilan Tata Usaha Negara sebanyak 114 laporan, Mahkamah Agung sebanyak 107 laporan, Peradilan Agama sebanyak 97 laporan, dan Tipikor sebanyak 51 laporan.

 

Sementara, 10 provinsi yang terbanyak menyampaikan laporan ke KY secara berturut-turut, kata Sukma, ialah DKI Jakarta sebanyak 311 laporan; Jawa Timur sebanyak 212 laporan; Sumatera Utara sebanyak 162 laporan; Jawa Barat sebanyak 159 laporan; Jawa Tengah sebanyak 120 laporan; Sumatera Selatan sebanyak 76 laporan; Sulawesi Selatan sebanyak 72 laporan; Riau sebanyak 65 laporan; Sulawesi Utara sebanyak 46 laporan; dan Banten sebanyak 46 laporan. 

 

Ia menjelaskan tidak semua laporan dapat masuk proses sidang pemeriksaan panel atau pleno. Sebab, setiap laporan yang masuk perlu diverifikasi kelengkapan persyaratannya (telah memenuhi syarat administrasi dan substansi) untuk dapat diregistrasi. Periode ini, ia mengatakan laporan yang memenuhi persyaratan sebanyak 412 laporan masyarakat.

 

Rendahnya presentase laporan yang dapat diproses karena kurangnya persyaratan yang harus dilengkapi, laporan bukan kewenangan KY, dan diteruskan ke instansi lain atau Badan Pengawasan MA, serta banyak laporan yang ditujukan ke KY berisi permohonan untuk pemantauan persidangan. “Kurangnya pemahaman masyarakat menjadi tantangan KY untuk lebih mengoptimalkan sosialisasi dan edukasi kepada marayarakat terkait wewenangan KY dan tata cara laporan masyarakat ini,” kata dia.

 

Kendala KY

Dari 412 laporan yang memenuhi syarat dan ditangani dan diputuskan dalam sidang pleno, kata Sukma, KY merekomendasikan penjatuhan sanksi kepada 63 hakim terlapor. Rinciannya, 40 hakim terlapor direkomendasikan untuk dijatuhi sanksi ringan; 11 hakim terlapor direkomendasikan untuk dijatuhi sanksi sedang; 12 hakim terlapor direkomendasikan untuk dijatuhi sanksi berat.

 

Untuk sanksi ringan, KY memberi teguran ringan terhadap 9 orang hakim; teguran tertulis terhadap 18 orang hakim; dan pernyataan tidak puas secara tertulis terhadap 13 hakim. Untuk sanksi sedang, KY memberikan penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun terhadap 1 orang hakim; nonpalu selama 6 bulan terhadap 7 hakim; dan penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun terhadap 3 hakim.

 

Untuk sanksi berat, KY memberikan sanksi nonpalu selama 7 bulan terhadap 1 orang hakim; nonpalu selama 2 tahun terhadap 2 orang hakim; penurunan kenaikan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun terhadap 3 orang hakim; dan pemberhentian tetap tidak dengan hormat terhadap 6 orang hakim.

 

Hakim yang paling banyak dijatuhi sanksi berasal dari Pengadilan Tinggi Jayapura sebanyak 6 orang hakim. Kemudian diikuti PN Ponorogo, PN Balikpapan, PN Rantau Prapat, PN Tais, PN Malang, PN Muara Bungo, PN Mempawah, PN Lubuk Pakam, dan PA Surakarta yang masing-masing 3 orang hakim. “KY juga memberikan sanksi kepada dua hakim di MA,” bebernya.

 

Kualifikasi perbuatan hakim yang dinyatakan terbukti melanggar KEPPH (lihat infografik 6) didominasi bersikap tidak profesional (42 orang), tidak menjaga martabat hakim (8 orang), berselingkuh (6 orang), kesalahan pengetikan (5 orang), dan tidak berperilaku adil (2 orang). 

 

Menurutnya, salah satu permasalahan yang sering terjadi terkait rekomendasi sanksi KY, ialah MA tidak melaksanakan sebagian usulan penjatuhan sanksi yang disampaikan oleh KY. Adanya tumpang tindih penanganan tugas pengawasan antara KY dan MA juga menjadi problem yang kerap dihadapi.    

 

KY juga sering tidak memperoleh akses informasi atau data yang dibutuhkan saat menangani laporan masyarakat karena MA atau badan peradilan dibawahnya tidak bersedia memberikan hal itu. “Hakim terlapor maupun saksi dari pihak pengadilan juga tidak memenuhi panggilan KY,” keluhnya.

 

Dalam hal seleksi calon hakim di MA, Sukma melanjutkan KY telah menghasilkan dua hakim ad hoc hubungan industrial di MA dan dua hakim agung. Misalnya, pada akhir Maret 2018, DPR menyetujui Sugeng Santoso dari unsur Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Junaedi dari unsur serikat pekerja atau buruh untuk menjadi hakim Ad Hoc Hubungan Industrial di MA.

 

DPR juga menyetujui dua calon hakim agung (CHA) yang diajukan KY untuk diangkat menjadi hakim agung. Keduanya, Abdul Manaf dari Kamar Agama dan Pri Pambudi Teguh dari Kamar Perdata.

Tags:

Berita Terkait