Pasal 8 UU Pekawinan Perkawinan dilarang antara dua orang yang:
|
Jenis larangan melangsungkan perkawinan sebagaimana dimaksud, oleh Kompilasi Hukum Islam dikategorikan ke dalam larangan perkawinan akibat hubungan nasab (keturunan); larangan melakukan perkawinan akibat pertalian kerabat semenda; dan larangan melakukan perkawinan akibat pertalian sesusuan.
Karena pertalian nasab:
|
Karena pertalian kerabat semenda:
|
Karena pertalian sesusuan:
|
Kondisi Tertentu
Ada juga larangan menikah karena kondisi tertentu. Seorang Pria yang memiliki ikatan perkawinan, tidak dapat melakukan perkawinan lagi kecuali oleh pengadilan diberikan izin kepadanya untuk memiliki istri lebih dari satu sepanjang hal ini telah terlebih dahulu diperkenankan oleh istri pertama dan calon istri yang akan dinikahi. Terkait hal ini, Pasal 4 ayat (2) UU Perkawinan mengatur sejumlah prakondisi yang memberikan kesempatan kepada suami untuk mengajukan permohonan menikah lagi ke Pengadilan.
Kondisi-kondisi yang dipersyaratkan tersebut adalah: Istri yang tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; kemudian istri yang mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; serta istri yang tidak dapat melahirkan keturunan. Kondisi ini berlaku secara alternatif. Apabila salah satu dari ketiga kondisi ini terpenuhi, maka pengadilan dapat mengabulkan permohonan menikah lagi yang diajukan oleh pria.
Selain itu, perkawinan antara kedua orang juga menjadi terlarang apabila sebelumnya antara keduanya, dengan pasangan yang sama telah dua kali melakukan perceraian. Maka setelah cerai yang kedua tersebut, pasangan ini tidak bisa melakukan rujuk kembali. Hal ini sebagaimana ketentuan pasal 10 UU Perkawinan: “Apabila suami dan istri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka diantara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum, masing-masing agama dan kepercayaan itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.”
Ada juga beberapa perkawinan yang dilarang berlangsung antara kedua orang akibat dari sejumlah kondisi. Seorang perempuan dilarang melakukan pernikahan dengan pria lain apabila pada saat yang sama masih memiliki ikatan perkawinan dengan suaminya. Kompilasi Hukum Islam tidak membenarkan pernikahan poliandri.Hal ini berkaitan erat dengan teori maqosid al syar’iyah (tujuan diturunkannya syariat).