Kenali Aspek-aspek Awal Penyusunan Legal Due Diligence
Utama

Kenali Aspek-aspek Awal Penyusunan Legal Due Diligence

Mengidentifikasi isu-isu material yang melibatkan perusahaan dan risiko hukumnya.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Hukumonline menyelenggarakan Webinar Hukumonline 2020 dengan topik Memahami Aspek Penting dalam Pembuatan Legal Due Diligence yang Efektif secara daring, Selasa (25/8). Foto: RES
Hukumonline menyelenggarakan Webinar Hukumonline 2020 dengan topik Memahami Aspek Penting dalam Pembuatan Legal Due Diligence yang Efektif secara daring, Selasa (25/8). Foto: RES

Dalam hal sebuah perusahaan berniat untuk melakukan transaksi merger, akuisisi, maupun konsolidasi, sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk melanjutkan transaksi adalah dengan melakukan due diligence (uji tuntas) terhadap obyek transaksi atau target. Sesuai kebutuhannya, terdapat beberapa variasi dari due diligence seperti legal due diligence, financial due diligence, tax due diliegence, atau enviromental due diligence.

Terkait legal due diligence (LDD), secara umum dapat dimaknai sebagai proses mengkaji dan menganalisa dokumen-dokumen suatu obyek transaksi/target (pada umumnya perusahaan) untuk menilai kepatuhan target tersebut dari segi hukum, baik berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar perusahaan, perjanjian-perjanjian, dan lain-lain, dengan tujuan memperoleh informasi atau fakta material yang dapat menggambarkan kondisi suatu perusahaan atau obyek transaksi.

Greita Anggraeni dari SSEK Indonesia Legal Consultants menjelaskan, sejumlah tujuan yang kerap menjadi alasan dilakukannya LDD. Menurut Greita, proses dan cakupan LDD dapat bervariasi tergantung dari transaksi yang bersangkutan. Misalnya LDD untuk kebutuhan Merger dan Akuisisi, jual beli saham/aset, pembiayaan, pasar modal, partisipasi dalam tender, pembelian non performing loan (NPL), dan sebagainya.

“Ada juga uji tuntas yang dilakukan sesuai dengan kegiatan usaha klien kita. Contohnya PI (partisipating interest) biasanya dilakukan uji tuntas seperti halnya kita mau beli saham atau aset,” terang Greita.

Sebelum melakukan LDD, penting  untuk mengetahui beberapa hal seperti apa latar belakang dari transkasi yang akan dilakukan. Dalam hal ini apa yang diinginkan oleh klien. Misalnya, klien ingin melakukan transaksi jual beli saham. Hal lain yang juga perlu diketahui adalah bagaimana struktur transakasi. Misalnya apakah jual beli saham atau hanya aset? Apabila jual beli saham, apakah termasuk akuisisi? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi penting untuk diperhatikan. Begitu juga dengan posisi konsultan, apakah mewakili penjual atau pembeli.

Setelah itu baru memperhatikan aspek-aspek yang hendak menjadi prioritas dalam transaksi. “Misalnya klien bilang kita mau akuisisi suatu perusahaan tapi kita pingin fokus di enviromental liability nya. Nah itu permintaan khusus. Biasanya mereka punya key concern kepada kita dalam melakukan uji tuntasnya,” terang Greita. (Baca Juga: Legal Due Dilligence, Peluru Ampuh untuk Negosiasi Harga)

Dalam melakukan LDD, alur berpikir yang mesti dimiliki oleh konsultan yang paling pertama adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi perusahaan dan apakah perusahaan sehat secara hokum? Kemudian mengidentifikasi isu-isu material yang melibatkan perusahaan dan risiko hukumnya. Dengan begitu dapat menjadi pertimbangna apakah akan melanjutkan transaksi atau tidak.

“Ketika kita mengidentifikasi isu-isu materil yang melibatkan perusahaan, kita harus berfikir gak cuma kasih tahu isu ke klien kita. Karena alasan klien nyari kita kalaupun ada masalah, kita harus cari jalan keluarnya. Jadi saat kita menyampaikan masalah-masalah, kita juga kasih tahu jalan keluar dari masalah tersebut,” ujar Partner SSEK Indonesia Legal Consultants, Dewi Savitri Reni.

Jika lanjut, LDD akan menjadi bahan untuk menentukan struktur transaksi, mempertimbangkan nilai dan penyesuaian transaksim serta sebagai pertimbangan syarat dan ketentuan yang akan dimasukkan ke dalam dokumen transaksi (kondisi prasyarat, surat pengungkapan, pernyataan dan jaminan, ganti rugi).

Manfaat LDD

Terdapat sejumlah manfaat yang bisa didapatkan dari melakukan LDD baik bagi penjual  apalag bagi pemberli. Bagi penjual tentu saja LDD berfungsi untuk  memfasilitasi tahapan dan membantu menyiapkan penjualan perusahaan. Namun selasin itu, penujual dapat memanfaatkan LDD untuk kewajiban-kewajiban terhadap pembeli.

Menurut Greita, lewat LDD penjual bisa mengingatkan kepada pembeli terkait informasi-informasi yang telah di buka kepada pembeli. Dengan begitu, dikemudian hari jika timbul sesuatu terkait perusahaan yang ditransakasikan, penjual bisa terlepas dari tanggung jawab dikemudian hari. Menurut Greita, penjual bisa menggunakan LDD untuk menutup sejumlah kejelekan perusahaan.

“Jadi mereka akan membuat semacam disclousure letter untuk menutup semua kejelakan perusahaan kita tapi sebagai gantinya untuk segala sesuatu yang sudah kita disclouse kemudian hari ada liability yang timbul dari semua yang sudah kita disclouse pembeli gak bisa minta indemnity kepada penjual.,” terang Greita.

Terkait hal ini, Vitri mengungkap pengalamnnya. Biasanya di awal tahap LDD, penjual tidak banyak membuka informasi perusahaannya kepada pembeli. Apalagi jika pembeli di sini masuk dalam kategori kompetitor. Karena hal ini menjadi kerugian bagi penjual jika dalam prosesnya ternyata transaksi dibatalkan.

“Karena kalau terlalu men-disclouse semuanya nanti malah transaksi gak jadi mereka (penjual) udah ketahuan semua isi dapurnya,” terang Savitri.

Menurut Savitri biasanya yang tidak dibuka di awal adalah terkait proses litigasi yang tengah dihadapi oleh perusahaan penjual. Jika informasi tersebut bisa diketahui melalui pengadilan maka sebaiknya dibuka. Namun terhadap sejumlah litigasi yang tidak dapat diperoleh informasinya melalui pengadilan karena masih pada tahap somasi, kompain, dan sebagainya, bisanya baru akan dikasih tahu di tahap akhir menjelang transaksi disetujui.

Savitri mengingatkan, litigasi seperti ini harus disampaikan kepihak pembeli. “Karena kalau gak dikasih tahu, liability-nya ada pas sudah dibeli pembeli ya kita bisa menyeret penjual untuk membayar liability yang timbul pada saat dia sudah menjadi pemegang saham,” terang Savitri.

Menurut Savitri, salah satu manfaat dari LDD bagi penjual adalah untuk merefleksikan kondisi perusahaan. Lazim pagi para pemilik menilai perusahaannya baik-baik saja. Patuh terhadap semua aspek regulasi. Namun setelah dilakukan LDD baru kemudian diketahui terdapat sejumlah masalah dalam perusahaan. 

Sementara manfaat LDD untuk pembeli adalah untuk memperkuat penilaian target oleh Pembeli. Kemudian dapat menata transaksi dan perlindungan kontraktual yang dibutuhkan pembeli. LDD juga memungkinkan calon pembeli untuk mendapatkan sebanyak mungkin latar belakang informasi tentang target serta mencari dan mengukur fakta materil, kontingensi dan tanggung jawab yang memungkinkan.

“Dari segi pembeli tentu saja jadi kesempaatan mereka untuk menilai performance perusahaan ini bagaimana. Kepatuhannya bagaimana. Selain itu menjadi pertimbangan negosiasi pembelian yang akan dimasukkan dalam dokumen transaksi atau untuk mainin harga,” ungkap Greita.  

Tags:

Berita Terkait