Kenaikan Cukai Rokok Tak Boleh Bertentangan dengan Semangat UU Cipta Kerja
Berita

Kenaikan Cukai Rokok Tak Boleh Bertentangan dengan Semangat UU Cipta Kerja

Karena semangat UU Cipta Kerja dalam rangka meningkatkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagai pilar perekonomian dan penyerapan tenaga kerja.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Merujuk data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) 2019, serapan tenaga kerja di industri hasil pertembakauan mencapai 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusinya. Sementara sebesar 1,7 juta pekerja di perkebunan pertembakauan. Oleh karenanya, kebijakan kenaikan tarif tembakau mesti mempertimbangkan banyak hal.

Memberi perlindungan konsumen

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi berpandangan kenaikan tarif cukai rokok justru memberi perlindungan terhadap konsumen. Soalnya, cukai sebagai instrumen dalam melindungi masyarakat sebagai perokok aktif dan/atau perokok pasif. Begitupula melindungi perokok anak dan remaja. “Mengingat prevalensi merokok anak di Indonesia sudah sangat tinggi, mencapai 8,5 persen,” ujarnya melalui siaran persnya.

Dia mengatakan pandangan kenaikan tarif cukai rokok bakal melambatkan pertumbuhan ekonomi dan pemutusan hubungan pekerjaan (PHK) terhadap buruh tidaklah benar dan tidak beralasan. Sebab faktanya, kenaikan cukai rokok justru mestimulus pertumbuhan ekonomi. Sebab, masyarakat bakal mengalokasikan belanja bagi kebutuhan yang lebih darurat di masa pendemi Covid-19.

Sedangkan pertumbuhan faktor pengurangan pekerja bukan disebabkan kenaikan tarif cukai, namun hanyalah faktor mekanisasi. Begitupula rendahnya penyerapan tembakau lokal akibat tingginya impor pertembakauan. “Karena itu, pemerintah tak perlu ragu menaikan tarif cukai rokok pada 2021,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan Pemerintah menetapkan rata-rata tertimbang dari kenaikan tarif cukai per jenis rokok adalah sebesar 12,5%. Kebijakan ini akan berlaku pada 1 Februari 2021. Terdapat sejumlah pokok kebijakan cukai hasil tembakau tahun 2021.

Pertama, hanya besaran tarif cukai hasil tembakau yang berubah, mengingat tahun 2021 merupakan tahun yang berat bagi hampir seluruh industri termasuk industri hasil tembakau. Kedua, simplifikasi digambarkan dengan memperkecil celah tarif antara Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan II A dengan SKM golongan II B, serta Sigaret Putih Mesin (SPM) golongan II A dengan SPM golongan II B. Ketiga, besaran harga jual eceran di pasaran sesuai dengan kenaikan tarif masing-masing.

Sri Mulyani mengatakan kebijakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan lima aspek yakni kesehatan terkait prevalensi perokok; tenaga kerja di industri hasil tembakau; petani tembakau, peredaran rokok ilegal, dan penerimaan. Berangkat dari kelima instrumen itu, Pemerintah berupaya menciptakan kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang inklusif. Kebijakan tersebut diharapkan dapat memberi dampak positif terhadap masing-masing aspek pertimbangan.

Untuk memastikan tercapainya tujuan kebijakan cukai hasil tembakau di atas dan meredam dampak kebijakan yang tidak diinginkan, pemerintah membuat bantalan kebijakan dalam bentuk pengaturan ulang penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT). Sebesar 50% akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani/buruh tani tembakau dan buruh rokok.

Pemerintah berkomitmen untuk tetap mengedepankan industri padat karya dan menggunakan konten lokal yang tinggi, antara lain tembakau lokal dan cengkeh. Pemerintah juga siap mendorong dan memfasilitasi industri hasil tembakau yang memiliki potensi mendorong kegiatan ekspor sesuai agenda program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Melalui bauran kebijakan yang dikeluarkan bersamaan dengan kebijakan tarif cukai hasil tembakau, Pemerintah berharap industri hasil tembakau akan pulih di tahun 2021. 

Tags:

Berita Terkait