Kemnaker Jaring Aspirasi Masyarakat Daerah Susun 4 RPP UU Cipta Kerja
Berita

Kemnaker Jaring Aspirasi Masyarakat Daerah Susun 4 RPP UU Cipta Kerja

Sebagai subjek yang akan menerima dampak pemberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) dari UU No. 11 Tahun 2020 ini, masyarakat di daerah harus dilibatkan dan ikut menentukan arah kebijakan agar nantinya aturan turunan UU dapat diterima dan dilaksanakan.

Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi ketenagakerjaan. Hol
Ilustrasi ketenagakerjaan. Hol

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terus melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam rangka penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, khususnya klaster Ketenagakerjaan. Salah satu elemen masyarakat yang dilibatkan adalah masyarakat daerah dalam dialog sosial pembahasan RPP. Dialog ini juga mengundang unsur Tripartit yakni dari unsur pekerja, pengusaha, dan pemerintah.

Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Kebijakan Publik, Reyna Usman, mengatakan ada empat RPP yang terus dikebut untuk dirampungkan yakni RPP tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing; RPP tentang Hubungan Kerja, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja; RPP tentang Pengupahan (Revisi sebagian PP Nomor 78 Tahun 2015); dan RPP tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

"Pentingnya elemen di daerah dilibatkan dalam pembahasan RPP turunan UU No. 11 Tahun 2020 sebagai wujud dari partisipasi publik dalam proses pengabilan keputusan, termasuk masyarakat di daerah," ujar Reyna Usman di Jakarta, Senin (28/12/2020) seperti dikutip laman www.kemnaker.go.id

Reyna mengatakan partisipasi masyarakat di daerah mendorong terciptanya komunikasi publik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan pemerintah. Pelibatan masyarakat daerah, kata Reyna, bentuk keterbukaan informasi pemerintah yang lebih baik untuk kemudian menyediakan gagasan baru dalam memperluas pemahaman komprehensif terhadap substansi klaster ketenagakerjaan.

Dia melanjutkan sebagai subjek yang akan menerima dampak pemberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) dari UU No. 11 Tahun 2020 ini, masyarakat di daerah harus dilibatkan dan ikut menentukan arah kebijakan agar nantinya aturan turunan UU dapat diterima dan dilaksanakan. "Selain mencari masukan dari masyarakat di daerah, daerah juga bisa mengantisipasi hal-hal yang mereka perlukan setelah ditetapkannya UU dan aturan turunannya," kata Reyna.

Saat melakukan dialog sosial dengan masyarakat Gorontalo pada Jumat-Sabtu (11-12/12/2020) lalu, Reyna mengungkapkan selain mengundang unsur Tripartit, pihaknya juga melibatkan beberapa Perguruan Tinggi dan organisasi kemasyarakatan di Gorontalo. Pelibatan kalangan akademisi ini dan masyarakat ini untuk mengetahui apa saja yang harus dilakukan setelah rampung penyusunan RPP dan diberlakukannya empat aturan turunan UU Nomor 11 Tahun 2020 klaster ketenagakerjaan.

"Sejumlah elemen menaruh perhatian besar terhadap acara dialog sosial itu, sebab mereka ingin mengetahui dan memberikan masukan terhadap aturan yang memperoleh perhatian luas masyarakat di Gorontalo," kata dia. (Baca Juga: Membahas Rancangan PP Ketenagakerjaan, Buruh Tetap Menolak UU Cipta Kerja) 

Reyna meyakini, hadirnya enam Rektor Perguruan Tinggi di Gorontalo pada dialog sosial akan menghasilkan masukan dan persepsi sangat berguna dari dunia akademisi terhadap empat RPP Ketenagakerjaan yang tengah dibahas.

Sebelumnya, Pejabat Fungsional Pengantar Kerja Utama Kementerian Ketenagakerjaan, Hery Sudarmanto, menerangkan RPP tentang Penggunaan TKA mengatur beberapa poin utama, antara lain syarat penggunaan TKA; jangka waktu RPTKA; jabatan tertentu dan waktu tertentu; pendidikan dan pelatihan bagi pekerja lokal pendamping TKA; dan pembinaan dan pengawasan TKA. RPP tentang Pengupahan, isinya akan merevisi PP Pengupahan. Beberapa perubahan terkait perubahan ketentuan upah minimum, ketentuan upah per jam, upah bagi usaha mikro dan kecil, serta dewan pengupahan.

Untuk RPP tentang Penyelenggaraan program JKP akan mengatur kriteria peserta, sumber pendanaan, dan manfaat JKP. Mengenai RPP tentang Hubungan Kerja, Waktu Kerja, dan Waktu Istirahat, serta PHK, Heri menyebutkan ada 6 materi pokok. Pertama, hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Kedua, syarat-syarat PKWT. Ketiga, pengaturan pemberian kompensasi PKWT yang besarannya mengacu masa kerja.

“Buruh PKWT dengan masa kerja 1 tahun, kompensasi 1 bulan upah, dan masa kerja kurang dari setahun kompensasi diberikan secara proporsional,” kata Hery Sudarmanto dalam diskusi daring bertema "Diskusi Pakar Nasional 2.0 bertajuk: Tantangan dan Implementasi UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan” di Jakarta, Kamis (3/12/2020) lalu. (Baca Juga: Melihat Poin Penting 4 RPP Klaster Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja)

Keempat, perlindungan bagi buruh di perusahaan alih daya. Kelima, waktu kerja dan waktu istirahat yang berlaku bagi jenis pekerjaan dan sektor usaha tertentu. Keenam, syarat, mekanisme, dan kompensasi PHK. “Jenis pekerjaan dan sektor tertentu dapat memberlakukan waktu kerja kurang atau lebih dari 7 atau 8 jam dalam sehari. Waktu kerja lembur diatur paling banyak 4 jam,” katanya.

Tags:

Berita Terkait