Kementerian BUMN Bahas Transformasi BPJS
Utama

Kementerian BUMN Bahas Transformasi BPJS

Pengusaha tetap tolak peleburan Jamsostek dan Askes karena menambah beban.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Kementerian BUMN bahas transformasi BPJS. Foto: SGP
Kementerian BUMN bahas transformasi BPJS. Foto: SGP

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyiapkan transformasi status perusahaan milik negara yang akan menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Persiapan itu terus dibahas secara insentif oleh pihak kementerian setelah DPR mengesahkan Undang-undang BPJS.

 

Namun demikian, apa saja yang dibahas dalam persiapan itu, pihak Kementerian BUMN belum mau menjelaskan secara rinci.

 

“Belum bisa memberikan penjelasan dan komentar apa-apa perihal UU BPJS ini. Karena sejauh ini, masih kita bahas di Kementrian BUMN. Nanti kalau pembahasannya selesai, saya akan  menjelaskan perihal ini,” ungkap Deputi Bidang Usaha Jasa Kementrian BUMN, Parikesit Suprapto ketika dihubungi, Senin (31/10).

 

Sedangkan dari sisi pengusaha, UU BPJS yang belum ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai tidak bersahabat bagi mereka. Pasalnya, ada pergeseran dalam UU BPJS dari UU No 40  Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

 

Berdasarkan SJSN, menurut Sekjen Apindo Djimanto, negara wajib menjamin setiap warga negara. Namun, pada UU BPJS ini malah dibalik. Guna mendapatkan jaminan dari negara, setiap warga wajib mendaftar dan membayar iuran. “Negara tidak lagi menjamin kehidupan warga negaranya, khususnya fakir miskin,” tutur Djimanto.

 

Djimanto menyatakan pada dasarnya pihak pengusaha tidak anti dengan jaminan sosial. Pengusaha cuma tidak mau jaminan sosial tersebut menambah beban pengusaha dan buruh.

 

Dikhawatirkan pula pemberlakuan BPJS ini nantinya akan membuat investor enggan masuk ke Indonesia. Bukan tidak mungkin berbagai perusahaan tidak mau berinvestasi secara lebih luas lagi dengan beban yang semakin bertambah.

 

"Kalau UU BPJS ini memberikan beban baik kepada pengusaha dan buruh pasti perusahaan enggan berinvestasi. Pengusaha lebih untung untuk impor daripada nambah beban lagi dan buruh juga tidak mau. Akhirnya pengusaha juga yang harus bayar beban buruh," tuturnya.

 

Menurutnya, hal ini belum disadari pemerintah, padahal permasalahan tersebut sudah dibicarakan selama satu hingga dua tahun dalam tim yang sudah dibentuk oleh Menko Kesra, wakil buruh, dan pengusaha yaitu dalam badan penyelenggara. Dia melanjutkan, hingga saat ini, pengusaha sudah menutup beberapa jaminan sosial seperti Jamsostek, hari tua, kecelakaan dan kesehatan.

 

Ia juga mengkritisi rencana transformasi program pada pelaksanaan BPJS tahun 2014. Terutama terkait peleburan badan penyelenggara jaminan sosial.

 

Mengenai transformasi yang disyaratkan dalam UU BPJS, Djimanto menyatakan pengusaha tidak setuju. Pasalnya, pengusaha tidak mau uang yang dikumpulkan di Jamsostek dipakai untuk menutupi penyelenggaraan BPJS I pada 2014.

 

BJPS diragukan berjalan baik pada tahun 2014 ini, karena hingga sekarang,  pembentukan single identity number belum selesai dan belum menunjukkan ketertiban. Ia mengatakan bahwa program jaminan kesehatan yang dilaksanakan Jamsostek jangan diintegrasikan jika pelaksanaan jaminan kesehatan belum baik dan tertib.

 

“Ya, untuk pelaksanaan BPJS tahun 2014 nanti ya biarkan saja berjalan hingga tahun 2014. Namun, kami tidak menginginkan adanya integrasi program sebelum tahun 2014 khususnya pada BJPS I,” imbuhnya.

Tags: