Kemenakertrans Godok Pedoman Pelaksanaan Outsourcing
Utama

Kemenakertrans Godok Pedoman Pelaksanaan Outsourcing

Tapi tidak melibatkan lembaga kerja sama tripartit nasional.

ADY
Bacaan 2 Menit
Kemenakertrans mulai persiapkan Pedoman Pelaksanaan Outsourcing. Foto: SGP
Kemenakertrans mulai persiapkan Pedoman Pelaksanaan Outsourcing. Foto: SGP

Kemenakertrans sedang merancang Pedoman Pelaksanaan Permenakertrans No.19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain. Menurut Kepala Biro Hukum Kemenakertrans, Sunarno, pedoman tersebut ditujukan untuk mempermudah pemangku kepentingan mengimplementasikan peraturan yang dikenal dengan Permenakertrans Outsourcing itu. Serta menyeragamkan pemahaman dalam melaksanakan ketentuan yang termaktub dalam regulasi tersebut.

Pedoman pelaksanaan itu berisi penjelasan yang meliputi sejumlah hal sebagaimana diatur Permenakertrans Outsourcing. Seperti persyaratan pemborongan pekerjaan, pembentukan alur kegiatan untuk memisahkan kegiatan utama dan penunjang serta hal administratif lainnya. Soal alur kegiatan untuk pemborongan pekerjaan, dalam pedoman pelaksanaan itu dijelaskan bagaimana proses pembentukan alur tersebut. Seperti pembentukan asosiasi sektor usaha pada industri sejenis untuk menentukan mana jenis pekerjaan yang boleh diborongkan kepada perusahaan lain.

Lewat pedoman pelaksanaan itu Sunarno mengatakan berbagai perusahaan yang bergerak di sektor industri yang sama akan didorong untuk membentuk asosiasi. Sedangkan untuk perusahaan di sektor industri tunggal atau tidak ada perusahaan lain yang sejenis, maka perusahaan tersebut membuat alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan. Kemudian disampaikan kepada instansi pembina sektor untuk ditetapkan. Instansi pembina sektor yang dimaksud adalah lembaga pemerintahan atau kementerian yang berkaitan dengan sektor industri tertentu.

Rancangan pedoman pelaksanaan tersebut bagi Sunarno juga menjelaskan bagaimana jika sebuah sektor industri terdapat lebih dari satu asosiasi. Oleh karenanya dalam pelaksanaannya nanti, sebuah perusahaan hanya boleh masuk dalam satu asosiasi. “Masing-masing asosiasi sektor usaha mempunyai kewenangan untuk membuat alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan bagi anggotanya,” katanya saat diwawancarai hukumonline di gedung Kemenakertrans Jakarta, Selasa (24/6).

Untuk perusahaan penyedia jasa pekerja, pedoman pelaksanaan menekankan prinsip penting yaitu jenis pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja sifatnya harus penunjang dan tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Dalam Permenakertrans Outsourcing, jenis pekerjaan yang boleh diserahkan itu dibatasi lima jenis. Selain itu, perusahaan penyedia jasa pekerja dilarang menyerahkan pelaksaan sebagian atau seluruh pekerjaan yang diperjanjikan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja lain. “Jadi tidak boleh disubkontrak,” urai Sunarno.

Sebelum beroperasi, Sunarno menjelaskan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja harus mendapat izin dari dinas tenaga kerja tingkat Provinsi. Izin tersebut hanya berlaku di wilayah yang bersangkutan dan berlaku selama tiga tahun. Pada saat izin itu habis perusahaan penyedia jasa pekerja dapat memperpanjang setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Mengenai perjanjian bisnis antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penyedia jasa pekerja, harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam pasal 19 dan 20 Permenakertrans Outsourcing. Jika syarat tersebut tidak dipenuhi, dinas tenaga kerja kabupaten/kota akan menolak pendaftaran yang diajukan. Kalau ditemukan ada perusahaan penyedia jasa pekerja yang belum melakukan pendaftaran, izin operasionalnya akan dicabut dinas tenaga kerja tingkat Provinsi.

Sedangkan perjanjian kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja dengan pekerja yang akan dipekerjakan harus dibuat secara tertulis. Sunarno menjelaskan dalam pedoman pelaksanaan, perjanjian kerja itu wajib dicatatkan ke dinas tenaga kerja tingkat kabupaten/kota. Pada perjanjian kerja, harus memuat ketentuan yang menjamin terpenuhinya hak pekerja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Seperti hak atas cuti apabila memenuhi syarat, hak atas jaminan sosial, hak atas tunjangan hari raya dan hak istirahat paling singkat sehari dalam satu pekan. Serta hak menerima ganti rugi dalam hal hubungan kerja diakhiri oleh perusahaaan penyedia jasa pekerja sebelum berakhirnya perjanjian kerja dan bukan karena kesalahan pekerja. “Hak atas penyesuaian upah dan hak-hak lain yang diatur dalam perjanjian kerja sebelumnya,” ucap Sunarno.

Tidak hanya itu, Sunarno menandaskan dinas ketenagakerjaan kabupaten/kota dalam pedoman pelaksanaan yang sedang digodok tersebut memiliki peran strategis lainnya. Misalnya, perusahaan pemberi pekerjaan yang akan memborongkan pekerjaannya itu harus melaporkan kepada dinas ketenagakerjaan di kabuptaen/kota. Lalu, dinas yang bersangkutan harus meneliti dengan seksama dan membuat bukti pelaporan. Jika terdapat perbedaan persepsi maka petugas dinas melakukan klarifikasi dengan asosiasi sektor usaha yang terkait dengan melibatkan instansi pembina sektor.

Seperti yang berlaku untuk penyedia jasa pekerja, Sunarno menyebut perjanjian pemborongan pekerjaan juga wajib didaftarkan ke dinas kabupaten/kota. Selaras dengan itu dinas harus mengecek apakah perjanjian itu sudah mencantumkan hak dan kewajiban para pihak. Serta hal-hal prinsip yang mengakomodir perlindungan kerja bagi pekerja dan apakah perusahaan penerima pemborongan memilki tenaga kerja yang kompeten.

Sunarno menekankan dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana tertuang dalam pedoman pelaksanaan itu, dinas ketenagakerjaan harus bertindak profesional. Baik dalam memberikan pelayanan terkait pelaporan, pendaftaran atau pencatatan dan memprosesnya secara cepat serta tidak berlarut. Menurutnya hal tersebut wajib dilakukan dinas tenaga kerja dalam rangka optimalisasi pelayanan kepada masyarakat. “Semua pelayanan diberikan secara gratis (tanpa dipungut biaya),” tegasnya.

Menurut Sunarno pedoman pelaksanaan diupayakan untuk diterbitkan secepatnya. Walau secara substansi peraturan tersebut sudah selesai, namun ia mengakui sampai sekarang masih dipikirkan bentuk dari regulasi tersebut. Apakah surat keputusan atau edaran menteri. Sejalan dengan itu, ia menyebut sudah berkomunikasi ke berbagai instansi pemerintahan lain yang akan bersinggungan dengan pedoman pelaksanaan tersebut.

Terpisah, Ketua Hubungan Industrial dan Advokasi DPN Apindo, Hasanuddin Rachman, mengaku belum mengetahui perihal pedoman pelaksana Permenakertrans Outsourcing. Tapi, pada prinsipnya Apindo masih keberatan dengan diterbitkannya Permenakertrans Outsourcing karena dinilai bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan. “Pedoman pelaksanaan permenakertrans OS belum dibahas di LKS tripartit nasional (Tripnas),” ujar anggota LKS Tripnas dari unsur pengusaha itu.

Sedangkan angota LKS Tripartit Nasional dari serikat pekerja, Muhammad Rusdi, mengaku selama rapat di LKS Tripnas, pedoman pelaksana Permenakertrans Outsourcing itu belum dibahas. Sekalipun peraturan itu sedang digodok, Rusdi heran kenapa tidak dibahas dalam LKS Tripnas. Padahal, setiap regulasi terkait ketenagakerjaan menurut Rusdi seharusnya dibahas di forum yang terdiri dari unsur pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja tersebut. “Kami heran, kenapa pedoman pelaksana itu tidak dibahas di LKS Tripnas,” tukasnya kepada hukumonline lewat telepon, Rabu (26/6).

Tags: