Kemenaker Luncurkan Aplikasi Sistem Informasi Buruh Migran
Berita

Kemenaker Luncurkan Aplikasi Sistem Informasi Buruh Migran

Diharapkan menjadi sumber informasi bagi buruh migran Indonesia dan keluarganya.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pelayanan untuk buruh migran di bandara. Foto: SGP
Ilustrasi pelayanan untuk buruh migran di bandara. Foto: SGP

Pekerja migran dan keluarganya berhak mendapat informasi. UU No.18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) menjelaskan informasi yang berhak diperoleh buruh migran seperti pasar kerja, tata cara penempatan dan kondisi kerja di luar negeri. Bagi keluarga buruh migran, penting untuk mendapat informasi mengenai kondisi, masalah, dan kepulangan anggota keluarganya yang bekerja di negara penempatan.

 

Sebagai upaya memenuhi hak buruh migran dan keluarganya untuk mendapat informasi, Kementerian Ketenagakerjaan meluncurkan Sistem Informasi Pekerja Migran Indonesia (Sipmi). Aplikasi Sipmi dapat diunduh melalui ponsel pintar. Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, mengatakan Sipmi merupakan platform berbasis komunitas.

 

Hanif menjelaskan aplikasi ini bisa digunakan pekerja migran dan keluarganya. Calon buruh migran juga dapat memanfaatkan aplikasi ini untuk mencari informasi. Beberapa informasi yang terdapat dalam aplikasi antara lain regulasi, tata cara dan proses migrasi ke luar negeri serta keadaan negara tujuan.

 

"Ini merupakan platform berbasis komunitas dimana dunia yang terkait dengan pekerja migran bisa terintegrasi langsung melalui sebuah platform berbasis digital," kata Hanif dalam acara peluncuran alpikasi SIPMI, di Jakarta, akhir tahun 2018. Baca Juga: Agar Buruh Migran Terhindar dari Calo, Ini Pesan Menaker

 

Hanif berpendapat aplikasi ini mudah diakses semua orang, terutama buruh migran. Aplikasi ini memuat berbagai fitur seperti personal dan grup chatting. Selain itu dilengkapi dengan tombol panik yang dapat digunakan untuk mencari bantuan. "Harapannya agar setidaknya ada pertolongan tingkat pertama," tuturnya.

 

Buruh migran yang tidak berdokumen lengkap (unprocedural) juga bisa menggunakan aplikasi ini. Menurut Hanif Sipmi memiliki 3 prioritas utama. Pertama, menunjang kebutuhan buruh migran Indonesia untuk berkomunikasi secara personal, mengelola aktivitas grup, mencari dan berbagi lokasi dengan sesama pekerja migran maupun keluarganya.

 

Kedua, menunjang informasi yang dibutuhkan para pekerja migran baik dari sesama pekerja migran maupun dari Pemerintah. Ketiga, sebagai proteksi diri para pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri.

 

Sebelumnya, Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan, R Soes Hindarno, mengingatkan setiap pekerja migran Indonesia yang akan bekerja ke luar negeri untuk memenuhi sejumlah persyaratan sebagaimana diatur UU PPMI. Misalnya, usia minimal calon buruh migran 18 tahun, memliki kompetensi, sehat jasmansi dan rohani serta melengkapi dokumen yang dipersyaratkan.

 

Soes menjelaskan pelayanan dan perlindungan pekerja migran dilakukan secara terkoordinasi dan terintegrasi oleh pemerintah pusat dan daerah. Pelayanan itu dilakukan melalui Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA). Lewat LTSA calon pekerja migran dapat mengakses layanan kesehatan, kompetensi, dan imigrasi.

 

"Tujuannya untuk mewujudkan efektivitas, efisiensi, transparansi, serta kualitas pelayanan dan perlindungan PMI sejak sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja di negara penempatan," papar Soes.

 

Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Hariyanto, mencatat sedikitnya ada 3 kementerian dan lembaga pemerintahan yang telah meluncurkan aplikasi yang dapat digunakan buruh migran yakni Kementerian Luar Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan, dan BNP2TKI. Untuk melihat efektivitas aplikasi Hariyanto menekankan apakah konsepnya perlindungan atau sekedar memberikan informasi. Aplikasi ini akan berguna bagi buruh migran jika konsepnya perlindungan.

 

Persoalan lainnya, tidak semua buruh migran dan anggota keluarganya memiliki telepon pintar. Sekalipun memiliki gawai dan bisa berkomunikasi melalui aplikasi tersebut, keluarga buruh migran belum tentu mengerti apa yang harus dilakukan ketika anggota keluarga mereka yang bekerja di luar negeri menghadapi masalah. Begitu pula buruh migran Indonesia di negara penempatan, tidak semuanya bisa mengantongi ponsel.

 

“Berbagai hal itu penting diperhatikan pemerintah untuk melihat kegunaan aplikasi ini,” katanya ketika dihubungi, Jumat (4/1/2018).

 

Hariyanto melihat akar masalah yang menyelimuti buruh migran Indonesia kebanyakan pada tahap prapemberangkatan. Misalnya, calon buruh migran dan keluarganya tidak memiliki informasi yang benar mengenai proses migrasi. Informasi yang tersedia di daerah juga sangat minim. Oleh karenanya selain membuat aplikasi, pemerintah juga perlu memfasilitasi penyediaan informasi di setiap desa kantong buruh migran.

Tags:

Berita Terkait