Menurutnya, situasi Indonesia yang berhadapan dengan demografi yang serius yaitu bonus demografi angkatan kerja. Setiap tahun ada 2,5 juta masuk angkatan kerja. Kondisi tersebut harus diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi. “Kalau UU Cipta Kerja berjalan, pengangguran turun dan tenaga kerja terserap maka bonus demografi kedepan akan jadi pendorong bukan beban,” ujarnya.
Tuntutan Buruh
Bertepatan dengan peringatan hari Buruh internasional pada 1 Mei, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Tangerang, Banten menyampaikan beberapa tuntutan ke Pemerintah sebagai memperjuangkan kesejahteraan buruh. Ketua Dewan Perwakilan Cabang (DPC) KSPSI Kabupaten Tangerang Ahmad Supriadi mengatakan May Day 2023 menjadi momentum pihaknya untuk terus memperjuangkan berbagai hak buruh yang sampai saat ini masih belum mendapatkan haknya dari perusahaan.
"Kami juga masih menolak Omnibus Law, yang sudah berubah jadi UU Nomor 6 tahun 2023. Karena dalam isi UU itu tidak ada satu pun yang membela hak buruh,” ujarnya sebagaimana dilansir Antara.
Ia menjelaskan, dari beberapa turunan pada UU 6/2023 tersebut sudah dianggap banyak persoalan yang sudah menjepit kaum buruh. Antara lain terbitnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor Yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. Beleid tersebut mengindikasikan terjadinya praktik upah murah.
Selain itu, masih banyak perusahaan-perusahaan tertentu yang melakukan praktik pemutusan hubungan kerja (PHK) secara masif terhadap aktivis Serikat Pekerja ataupun buruh di Tangerang. Selain itu, pihaknya mengkritisi pemerintah terkait implementasi UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Di mana, sampai saat ini masih banyak masyarakat umum kesulitan mendapatkan pelayanan berobat kesehatan tersebut.
“Aturannya berbelit-belit. Sehingga pada akhirnya mati di tengah jalan,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, pada momen May Day itu para Serikat Pekerja akan kembali menyuarakan kepada pemerintah agar membuat UU perlindungan para pekerja rumah tangga. Pasalnya pekerja rumah tangga banyak tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Bahkan ada pula di luar negeri.
“Namun, kita tidak punya UU untuk memayungi pekerja rumah tangga itu,” pungkasnya.