(Baca Juga: Perlu Tindakan Tegas Terhadap Penyelenggara Umrah Bodong)
“BPIU Referensi bukan biaya minimal. Jika ada PPIU yang menetapkan BPIU di bawah besaran BPIU Referensi, maka dia wajib melaporkan secara tertulis kepada Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah,” jelas Arfi.
Dia menambahkan, laporan dilakukan sebelum penjualan tiket umrah kepada jemaah dengan memberikan penjelasan rinci terkait transportasi, akomodasi, bimbingan, kesehatan, perlindungan, dan administrasi.
(Baca Juga: Kemenag Terbitkan Regulasi Baru untuk Sehatkan Bisnis Umrah)
Arfi menegaskan, BPIU Referensi ini juga akan diintegrasikan dengan Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (Sipatuh) yang sedang dikembangkan Kemenag.
“Kami minta kepada seluruh Kanwil Kemenag Provinsi dan Kankemenag Kab/Kota untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap harga dan paket yang ditawarkan PPIU dengan mempedomani KMA ini,” tandas Arfi.
Maksimal 6 Bulan
Sebelumnya, melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) No.8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah, Kemenag juga telah mengatur bahwa paling lambat enam bulan setelah mendaftar, PPIU harus sudah memberangkatkan jemaah. Bahkan, tiga bulan sejak yang jemaah melunasi, PPIU harus memberangkatkan.
“Jadi, tidak ada lagi PPIU yang menawarkan kepada masyarakat berumrah tahun depan atau dua tahun lagi, lalu dananya digunakan untuk hal yang tidak ada urusannya dengan umrah, bisnis,” tegas Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, di Kantor Kemenag, Jakarta, Rabu (4/4) lalu.
Namun, Peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dadi Darmadi mengingatkan Kemenag harus terus melakukan pemantauan terkait celah-celah yang harus dibenahi selama penerapan aturan pada Permenag No. 8 Tahun 2018.
“Jangan sampai regulasi baru ini bernasib sama dengan Permenag sebelumnya yang selalu berhasil disiasati oleh mereka yang berniat buruk untuk memanfaatkan berbagai celah kelemahan yang terdapat dalam regulasi dan peraturan pemerintah,” katanya.