Kembali Mendorong RUU PPRT Masuk Daftar Prolegnas Prioritas
Terbaru

Kembali Mendorong RUU PPRT Masuk Daftar Prolegnas Prioritas

Pemerintah pun telah membentuk Gugus Tugas Percepatan RUU PPRT.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Menggantungnya nasib Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi perhatian banyak kalangan. Tak hanya parlemen, tapi juga dari kalangan aktivis perempuan. Harapannya RUU PPRT dapat masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Sayangnya, harapan tersebut belum juga terwujud.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco Ahmad mengatakan sudah waktunya memperjelas nasib RUU PPRT. Dia mendorong agar Badan Legislasi (Baleg) dapat memasukkan RUU PPRT masuk dalam daftar Prolegnas prioritas 2023. Bila terdaftar dalam antrian Prolegnas Prioritas, pimpinan DPR pun dapat segera menindaklanjuti hasil kerja Baleg.

“Mudah-mudahan pada kesempatan berikut, RUU tersebut dapat diusulkan kembali untuk masuk Prolegnas Prioritas,” ujarnya di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (10/11/2022).

Menurutnya, bila pimpinan DPR dapat menindaklanjuti RUU PPRT berdasarkan hasil kerja Baleg, nantinya dapat segera didelegasikan ke komisi teknis terkait untuk membahas RUU tersebut. Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab RUU PPRT ‘menggantung’. Antara lain, RUU PPRT belum ditetapkan dalam prolegnas prioritas di masa sidang saat ini. Kendati sudah adanya dorongan dari pengusul agar RUU PPRT dapat segera dibahas, namun belum ada kesepakatan di Baleg.

Wakil Ketua Baleg, Willy Aditya terus menyuarakan agar RUU PPRT dapat segera dibahas dan disahkan menjadi UU. Sebab, RUU PPRT nantinya menjadi payung hukum agar pekerja rumah tangga mendapat perlindungan dari eksploitasi, diskriminasi, penindasan, dan ketidakadilan. Bagi Willy, UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan belum mengatur secara detil soal profesi pekerja rumah tangga dengan hak-haknya. Berbeda halnya dengan pekerja di sektor formal.

Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal (Purn) Moeldoko menegaskan pemerintah bakal terus mengawal pembahasan dan pengesahan RUU PPRT menjadi UU. KSP, kata Moeldoko banyak menerima aduan tindak pidana kekerasan yang dialami pekerja rumah tangga asal Cianjur, Jawa Barat. Kasus tersebut menjadi pemicu dorongan moral bagi gugus tugas percepatan pembahasan RUU PPRT.

“Di era seperti saat ini masih ada pemberi kerja yang melakukan kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. Tidak masuk akal bagi saya, tapi ini benar terjadi,” ujarnya sebagaimana dikutip dari laman KSP.

Pemerintah, kata Moeldoko, menanti proses legislasi di DPR. Sayangnya, memang masih terdapat perbedaan pandangan yang mesti disepakati bersama pemerintah. Antara lain terkait dengan wilayah kerja PRT antara wilayah buruh dan pekerja sektor informal. Tak hanya itu, aspek perlindungan terhadap PRT pun perlu menimbang nilai-nilai moral, budaya, kearifan lokal, dan aspek kekeluargaan yang memiliki kekhasan masing-masing di setiap daerah.

Menurutnya, berbagai langkah mendorong RUU PPRT sudah dilakukan. Seperti membuat langkah taktik komunikasi politik dan publik, penyesuaian terhadap substansi, termasuk administrasi telah diupayakan. Malahan, Moeldoko telah membuat memo kepada Presiden Joko Widodo agar mendorong keberlanjutan nasib RUU PPRT. “Jadi kita sedang menunggu hasilnya,” ujarnya.

Mantan Panglima TNI itu menturkan KSP telah mengesahkan pembentukan Gugus Tugas Percepatan RUU PPRT pada Agustus lalu demi mendorong pembahasan RUU PPRT yang mandek hampir dua dekade. Mengacu Data Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) setidaknya terdapat 1.148 kasus kekerasan terhadap PRT periode 2017 hingga 2022. Seperti kekerasan ekonomi akibat upah tidak dibayar dan/atau upah dipotong.

Dari 2.637 PRT yang melaporkan kasus kekerasan pada periode yang sama, sebanyak 1.027 kasus diantaranya menyangkut kekerasan fisik; 1.382 kasus menyangkut kekerasan psikis; 831 kasus menyangkut kekerasan seksual; dan 1.487 kasus terkait dengan tindak perdagangan orang oleh agen penyalur.

“RUU PPRT tidak hanya menjadi pengakuan dan perlindungan bagi PRT, namun juga menjadi implementasi fungsi pemerintah dalam hal pembinaan dan pengawasan pekerja,” katanya.

Sebagaimana diketahui, RUU PPRT telah disodorkan ke legislatif sejak 2004 silam. Sementara pada 2009 sudah didorong untuk disahkan menjadi UU. Sayang, lagi-lagi mandek. Situasi berubah, pada 2019, RUU PPRT masuk dalam Prolegnas. Tapi, belum berujung pada proses persetujuan DPR untuk disahkan menjadi usul inisiatif.  Kini, RUU PPRT menanti kejelasan masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas agar dapat dilakukan pembahasan dan ditindaklanjuti dengan pengesahan menjadi UU dalam rapat paripurna.

Tags:

Berita Terkait