Sebuah firma hukum terkemuka di Wall Street diberitakan menambahkan “partisipasi dalam protes solidaritas Gaza dan kelompok mahasiswa” menjadi faktor diskualifikasi pelamar kerja di firma mereka. Adalah firma hukum Sullivan & Cromwell yang sampai menyewa perusahaan dengan spesialisasi pemeriksaan latar belakang demi memeriksa fresh graduate dan kandidat dari perguruan tinggi hukum yang mencari pekerjaan di sana.
“Menurut saya ini salah satu bentuk pengekangan kebebasan, dalam arti ini menjadi suatu diskriminasi,” ujar Pakar Hukum Internasional dan Hak Asasi Manusia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Hadi Rahmat Purnama melalui sambungan telepon, Senin (15/7/2024).
Baca Juga:
- Pro-Palestina, Mahasiswa Hukum Alami Diskriminasi dari Profesor Hingga Firma Hukum
- Ratusan Firma Hukum AS Minta Kampus Hukum Cegah Israel Dilecehkan
Ia merujuk pada Pasal 18 angka 1 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang menyatakan setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan, dan beragama. Lebih lanjut, Pasal 19 angka 1 ICCPR juga telah menegaskan setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan.
Terlebih, dalam Pasal 19 angka 2 ICCPR secara terang benderang menggarisbawahi kebebasan berekspresi. Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya.
“Firma yang melakukan pembatasan itu sama saja telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM) karena yang mereka lakukan itu adalah salah satu bentuk diskriminasi terhadap kebebasan berpikir, kebebasan beragama, serta kebebasan berekspresi, dan mengeluarkan pendapatnya. Meski ada batasan terhadap hal itu, hanya saja batasan ini dilakukan negara, tidak oleh lembaga swasta seperti firma hukum,” jelas Hadi.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Hadi Rahmat Purnama.
Tak berhenti di situ, menurutnya pengecekan latar belakang melalui berbagai sumber dalam proses rekrutmen firma Amerika Serikat (AS) itu tergolong pelanggaran privasi. “Memang tidak seharusnya ini dilakukan. Kalau memang AS menyatakan dirinya sebagai negara yang menghormati HAM, peristiwa ini menjadi suatu kontradiksi yang cukup signifikan terhadap kebebasan-kebebasan (HAM) yang memang telah dijamin secara internasional,” kata dia.