Kejaksaan Sering Kesulitan Merampas Barang Kejahatan
Berita

Kejaksaan Sering Kesulitan Merampas Barang Kejahatan

Si pemilik bisa dijerat pasal penyertaan.

Ali
Bacaan 2 Menit

Hamzah menuturkan ketika jaksa ingin merampas alat atau barang, seperti kapal atau truk, yang digunakan untuk kejahatan kehutanan maka si pemilik truk atau kapal kerap menolak. Dalih mereka tetap sama, yakni mereka merasa tak mengetahui bahwa alat atau barang yang disewakannya itu dipergunakan untuk kejahatan.

Padahal, lanjut Hamzah, bila mengacu ke hukum perburuhan maka dalil mereka tak bisa dibenarkan. Ia mengibaratkan si pemilik kapal atau truk sebagai pengusaha yang harus bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukan oleh buruhnya, dalam hal ini nahkoda kapal atau supir truk. “Kalau urusan antara mereka (pemilik kapal dan penyewa) itu urusan perdata. Bisa pakai 1365 BW (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,-red),” jelasnya.

Pasal 1365 KUHPer berbunyi,‘Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.’ Artinya, Hamzah berpendapat si pemilik kapal atau truk bisa meminta ganti rugi secara perdata kepada si penyewa yang melanggar hukum yang mengakibatkan barangnya dirampas oleh negara.

Anggota Komisi III dari PKS TB Soenmandjaja berpendapat kejaksaan harus tegas kepada pemilik barang yang digunakan untuk kejahatan. “Itu tak bisa dijadikan alasan oleh Kejaksaan. Harus tegas. Malah, bila perlu gunakan Pasal 55 (KUHP,-red) yang mengatur penyertaan. Si pemilik bisa dijerat turut serta melakukan tindak pidana,” ujarnya.

Meski begitu, Soemandjaja menilai memang perlu ada kriteria bahwa si pemilik barang bisa ikut dikenakan tindak pidana atau tidak. “Misalnya, memang tak ada niat si pemilik bahwa barangnya digunakan untuk tindak pidana, kedua ini baru dipakai pertama kali. Itu yang harus diperiksa terlebih dahulu, bukan karena si pemilik pura-pura tak tahu kalau barangnya dipakai untuk tindak pidana,” pungkasnya. 

Tags: