Kejaksaan Anggap Kasasi Pinangki Tak Ada Dasar Hukum
Utama

Kejaksaan Anggap Kasasi Pinangki Tak Ada Dasar Hukum

​​​​​​​Di kasus surat jalan palsu, kasasi Joko Tjandra ditolak.

Aji Prasetyo
Bacaan 3 Menit
Pinangki Sirna Malasari saat menjalani sidang vonis. Foto: RES
Pinangki Sirna Malasari saat menjalani sidang vonis. Foto: RES

Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Riono Budisantoso menjelaskan alasan terkait dengan sikap jaksa penuntut umum (JPU) tidak mengajukan permohonan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Negeri DKI Jakarta yang memangkas vonis terdakwa Pinangki Sirna Malasari. Menurutnya memang tidak ada alasan untuk melakukan perlawanan putusan banding ke Mahkamah Agung.

“JPU berpandangan bahwa tuntutan JPU telah dipenuhi dalam putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, selain tidak terdapat alasan untuk mengajukan permohonan kasasi sebagaimana ketentuan di dalam Pasal 253 Ayat (1) KUHAP," kata Riono seperti dilansir Antara, Kamis, (7/7).

Maraknya pemberitaan terkait dengan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memangkas vonis Pinangki Sirna Malasari dalam perkara tindak pidana korupsi dari 10 tahun menjadi 4 tahun, Kejari Jakarta Pusat pun menjelaskan alasan tersebut. Ia mengatakan pengajuan permohonan kasasi sebagaimana diatur dalam Pasal 253 Ayat (1) KUHAP yang secara limitatif ditentukan beberapa hal.

Pertama apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya. Kedua apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang dan ketiga apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangannya. Dan setelah mempelajari putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, menurut Riono, JPU tidak menemukan alasan untuk mengajukan permohonan kasasi.

Di dalam putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta disebutkan bahwa ketentuan atau peraturan hukum yang menjadi dasar pertimbangan telah diterapkan secara benar dan tidak ada satu pun ketentuan atau peraturan yang telah ditetapkan tidak sebagaimana mestinya. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga telah memeriksa dan mengadili perkara dimaksud secara benar dan tidak melampaui batas wewenangnya.

“Untuk itu, desakan agar JPU mengajukan permohonan upaya hukum kasasi sama artinya dengan meminta JPU untuk melakukan tindakan yang tidak memiliki dasar hukum. Hal itu tentu saja tidak dibenarkan,” kata Riono.

Sikap yang diambil Kejaksaan ini seakan mengabaikan berbagai desakan yang meminta agar lembaga penegak hukum itu mengajukan kasasi atas putusan banding Pinangki. Setelah desakan kasasi digaungkan para aktivis anti korupsi, kini anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani pun mengatakan hal serupa.

Menurut Arsul, Pengadilan Tinggi telah memberikan diskon besar dari 10 tahun menjadi hanya 4 tahun untuk Pinangki. Meskipun hal itu dalam catatannya telah sesuai dengan tuntutan penuntut umum pada Kejaksaan, namun ia merasa putusan itu belum mencerminkan rasa keadilan dan menjadi perhatian masyarakat luas.

Apalagi pertimbangan hakim tinggi dalam pemberian potongan hukuman itu dianggap tidak kontroversial. “Namun ini mendapat atensi publik dan publik merasa ada rasa keadilan yang tidak pas. Pertimbangan hukum Pengadilan Tinggi juga tidak terlalu komprehensif terkait dengan hal yang meringankan pada diri Jaksa Pinangki sebagai terdakwa kecuali status sebagai perempuan dan ibu dari seorang anak,” ujar Arsul dalam keterangannya di Youtube yang telah mengijinkan Hukumonline untuk mengutip keterangan tersebut.

Oleh karenanya ia berharap Kejaksaan Agung melakukan langkah hukum atas putusan itu ke Mahkamah Agung. “Sebaiknya memang Kejaksaan Agung melakukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tersebut,” katanya.

Baca:

Kasasi Joko Tjandra Ditolak

Berbeda dengan Pinangki, Joko Tjandra diketahui mengajukan kasasi dalam kasus surat jalan palsu. Namun sayang upaya itu ditolak Mahkamah Agung. “Amar putusannya menolak permohonan kasasi penuntut umum dan terdakwa,” kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Adapun pertimbangan hukum, kata Wakil Ketua MA bidang Yudisial tersebut pada saat akan kembali ke Jakarta menggunakan pesawat carter, terdakwa Joko Soegiarto Tjandra menggunakan surat jalan atas nama Anita Dewi A Kolopaking yang dibuat oleh saksi Dodi Jaya.

Surat itu dibuat atas perintah mantan Koordinator Biro dan Pengawasan PPNS Mabes Polri Brigadir Jenderal Pol Prasetijo Utomo. Selain itu, Djoko Tjandra juga menggunakan surat bebas COVID-19 yang diterbitkan oleh Pusdokes yang diurus oleh Etty Wachyuni staf Prasetijo Utomo. “Padahal terdakwa tidak pernah melakukan pemeriksaan bebas COVID-19,” ujar dia.

Surat jalan tersebut isinya tidak benar karena alamat saksi Anita Dewi A Kolopaking dan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra bukanlah di Jalan Trunojoyo nomor 3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. “Selain itu pekerjaan saksi Anita Dewi A Kolopaking dan terdakwa bukanlah konsultan Bareskrim Polri,” kata dia.

Dalam putusannya, majelis mengatakan saksi Prasetijo Utomo dan Anita Dewi A Kolopaking pada 6 Juni 2020 menjemput terdakwa Djoko Tjandra ke Bandara Supadio Pontianak dan terbang ke Bandara Halim Perdanakusuma dengan pesawat carter. Kemudian pada 8 Juni 2020 Prasetijo Utomo dan Anita Dewi A Kolopaking kembali mengantar Djoko Tjandra dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Pontianak.

Pada 16 Juni 2020 terdakwa Djoko Tjandra kembali menghubungi Anita Dewi A Kolopaking untuk dibuatkan kembali surat-surat seperti sebelumnya dan atas penyampaian tersebut Prasetjo Utomo menyanggupinya.

Kepada Hukumonline, penasihat hukum Joko Tjandra, Soesilo Ariwibowo belum mengambil sikap atas putusan ini. “Iya benar ditolak, hanya saja saya belum dapat salinan putusannya,” ujarnya. (ANT)

Tags:

Berita Terkait