Kejaksaan Akan Hentikan Kasus Hukum Bibit-Chandra
Utama

Kejaksaan Akan Hentikan Kasus Hukum Bibit-Chandra

Terlihat kesan bahwa Kejaksaan tak akan mengeluarkan SKPP dengan alasan tak cukupnya bukti untuk menjerat Bibit-Chandra.

IHW/Nov/CR-8
Bacaan 2 Menit
Foto: www.presidenri.go.id
Foto: www.presidenri.go.id

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah mengumumkan sikapnya atas rekomendasi Tim Verifikasi, Senin (23/11). Disiarkan secara langsung oleh beberapa stasiun televisi, Presiden memberikan keterangan terhadap dua hal. Pertama dalam kasus skandal Bank Century. Kedua, tanggapan atas kasus yang menimpa dua pimpinan KPK nonaktif, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

 

SBY menuturkan, silang pendapat mengenai benar tidaknya kasus Bibit-Chandra diselesaikan di pengadilan. “Awalnya saya berpendirian begitu.” Dalam perkembangannya, lanjut SBY, muncul ketidakpercayaan terhadap kejaksaan dan kepolisian sehingga menimbulkan reaksi sosial.

 

Oleh karenanya, SBY mengaku memikirkan faktor lain di luar hukum. “Faktor yang saya pertimbangkan adakah keutuhan masyarakat, manfaat dan juga hakikat antara hukum dan keadilan.”

 

Solusi dan opsi lain yang bisa diambil dalam kasus Bibit-Chandra ini, masih menurut SBY, adalah kepolisian dan kejaksaan tak perlu membawa kasus ini ke pengadilan. “Tapi tetap memperhatikan keadilan.”

 

Lebih jauh SBY menuturkan, “Saya tidak akan masuk terlalu jauh karena penghentian penuntutan dan pelaksanaan asas oportunitas itu adalah kewenangan penuntut umum.”

 

Di tempat terpisah, Chandra M Hamzah melihat bahwa sikap presiden sudah mengakomodir rekomendasi Tim Verifikasi. “Saya dan Pak Bibit tidak punya pilihan, tinggal melihat waktu bagaimana penyelesaian kasus ini,” kata Chandra kepada wartawan di gedung KPK, Senin (23/11).

 

Dua pengacara Chandra, Taufik Basari dan Alexander Lay menyuarakan hal serupa. Namun mereka berdua mengaku tak menangkap pesan konkret dari pernyataan presiden. “Tapi tidak ada solusi dan terkesan mengambang sehingga belum jelas apa yang dikehendaki presiden,” kata keduanya.

 

Dalam kesempatan terpisah, pelaksana tugas Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengapresiasi sikap presiden yang mengakomodir semua rekomendasi Tim Verifikasi dengan menyatakan kasus Bibit-Chandra tidak sampai ke pengadilan. “Selanjutnya adalah kewenangan kejaksaan untuk mengambil sikap,” kata Tumpak.

 

Deponir atau SKPP?

Jika dua pengacara Chandra masih bingung menangkap pesan dari pernyataan Presiden, tidak demikian dengan Kejaksaan Agung. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Marwan Effendy seolah menangkap pesan bahwa Presiden menginstruksikan kepada Kejaksaan untuk menghentikan kasus ini.

 

“Kita akan cari solusi terbaik dari dua opsi, yaitu SKPP (Surat Keputusan Penghentian Penuntutan) atau deponeering,” kata Marwan kepada wartawan, Senin (23/11).  

 

Menurut Marwan, pilihan men-deponir kasus ini bukan perkara yang mudah karena membutuhkan waktu yang lama. “Karena kalau deponir butuh persetujuan dari badan kekuasaan negara, yaitu DPR, MA dan pemerintah itu sendiri,” kata Marwan.

 

Seperti diketahui, Jaksa Agung memiliki wewenang untuk mendeponir suatu kasus. Kewenangan itu diatur dalam KUHAP dan Pasal 35 huruf c UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Dalam penjelasan Pasal 35 huruf c itu disebutkan bahwa deponir sebagai pelaksanaan asas oportunitas yang dimiliki jaksa dilakukan setelah mendapat saran dan pendapat dari badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut.

 

Sementara untuk mengeluarkan SKPP, lanjut Marwan, juga tak semudah membalikkan telapak tangan. Kejaksaan harus menyatakan berkas kasus Bibit-Chandra lengkap terlebih dulu sebelum mengeluarkan SKPP.

 

Faktanya, masih menurut Marwan, saat ini baru berkas perkara atas nama Chandra yang sudah dinyatakan lengkap. Sementara untuk berkas Bibit masih berada di tangan Polri.

 

Kewenangan Kejaksaan mengeluarkan SKPP tertuang dalam Pasal 140 Ayat (2a) KUHAP yang lengkapnya berbunyi, Dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan.

 

Dari ketentuan Pasal 140 Ayat (2a) di atas terlihat tiga syarat dikeluarkannya SKPP. Pertama, perkara itu tidak cukup bukti. Kedua, perkara tersebut bukan tindak pidana, atau ketiga perkara ditutup demi hukum. Dengan penjelasan Marwan dihubungkan dengan isi Pasal 140 Ayat (2a) itu terlihat bahwa Kejaksaan tak ingin mengeluarkan SKPP kasus ini dengan alasan tidak cukup bukti.

 

Lain Kejaksaan, lain pula Kepolisian. Wakadiv Humas Mabes Polri Sulistyo Ishaq belum jelas dalam menentukan sikap atas pernyataan presiden. “Akan ditindaklanjuti. Tapi hasilnya apa, kita tunggu saja,” kata Sulistyo kepada wartawan melalui telepon. Namun begitu, ia menyatakan polisi akan mengeluarkan SP3 jika tak bisa menemukan alat bukti untuk menjerat Bibit-Chandra.

 

 

Tags:

Berita Terkait