Kejahatan Internet Marak, Pemilik Kartu Kredit Resah
Berita

Kejahatan Internet Marak, Pemilik Kartu Kredit Resah

Jakarta, hukumonline. Kejahatan internet (cyber crime) bukan barang baru dalam praktek kejahatan di Indonesia. Saat ini, kejahatan internet ini marak lagi, sehingga pemilik kartu kredit dibuat resah. Para pembobol dapat dipidana karena telah memenuhi unsur "mengambil".

Ram/APr
Bacaan 2 Menit

Menurut Gandjar, unsur-unsur yang ada di dalam pasal pidana dapat bekerja efektif. Sepanjang ada tindakan atau perbuatan yang "diduga" sebagai tindak pidana yang dimaksudkan dalam pasal 362 KUHP, pelaku dapat ditangkap. Sejauh ini, apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian sudah tepat, dengan mengumpulkan barang bukti kemudian melakukan cross check atas bukti-bukti yang diketemukan.

Dengan kemajuan teknologi internet, menjadikan perbuatan tersebut tidak terlihat secara fisik. Proses perolehan barang-barang secara illegal tersebut tidak perlu ada perpindahan dari titik A ke titik B. "Cukup adanya suatu indikasi yang menunjukkan adanya "usaha" dari tindak pidana tindak pidana tersebut," ungkap Gandjar.

Kesulitan pembuktian

Masalah mendasar dari kejahatan internet ini adalah perihal pembuktian. Sulitnya pembuktian menyebabkan banyak kasus serupa tidak dapat dihadapkan ke meja hijau.

Rudi Satrio yang juga akademisi di FH UI berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh polisi Yogyakarta memang membutuhkan keberanian dan koordinasi dengan dari aparat penegak hukum lainnya untuk mencari fakta-fakta atau barang bukti dilapangan guna menyeret pelakunya ke pengadilan.

Menurut Rudi, pembuktian kasus penggunaan kartu kredit illegal yang berbuntut hilangnya uang di rekening pemilik kartu, telah memenuhi salah satu unsur "mengambil"  di dalam pasal 362 KUHP.

Unsur "mengambil" di sini jangan ditafsirkan secara konvensional. Pasalnya, hal itu akan menyebabkan si pencuri tidak dapat dipidana. Pengertian dari "mengambil" harus diperluas. "Hal yang sama pernah dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) Belanda yang mengadili perkara pencurian listrik," kata Rudi.

Rudi menjelaskan bahwa kata "mengambil" ditafsirkan suatu tindakan yang memanfaatkan teknologi yang ada, khususnya internet untuk mewujudkan apa yang menjadi keinginannya (niatnya) si pelaku.

Pasal 378 KUHP tentang penipuan juga dapat diterapkan untuk kasus ini. Dibutuhkan "pengakuan" dari yang bersangkutan bahwa barang itu adalah miliknya. Selain itu, juga diperlukan tindakan-tindakan lainnya yang mengindikasikan telah terjadi penipuan.

Contohnya adalah menggunakan kartu kredit orang lain untuk melakukan belanja barang-barang yang diinginkan. Dari informasi yang diperoleh tersebut, polisi sebagai penegak hukum dapat mengembangkan penyidikan.

Senada dengan Gandjar, Rudi mengatakan bahwa pasal-pasal dalam KUHP ini masih dapat bekerja pada kejahatan yang memanfaatkan teknologi internet. Undang-undang yang ada masih mampu mengantisipasi kejahatan canggih lainnya. Paling tidak sampai ada undang-undang khusus mengenai tindak pidana ini.

Tags: