Keistimewaan Diplomat dan Konsuler di Masa Pandemi
Terbaru

Keistimewaan Diplomat dan Konsuler di Masa Pandemi

Praktik di banyak negara, diplomat tidak diwajibkan untuk karantina di hotel atau tempat tertentu yang ditentukan oleh pemerintah sebagaimana ketentuan yang diberlakukan pada masyarakat umum. Namun, diplomat akan diizinkan untuk melakukan self-quarantine.

CR-28
Bacaan 4 Menit
Dosen Luar Biasa FH Unair Triyono Wibowo. Foto: CR-28
Dosen Luar Biasa FH Unair Triyono Wibowo. Foto: CR-28

Dalam praktiknya, baik perwakilan diplomatik maupun konsuler memiliki hak keistimewaan yang berlaku mengikat. Sebagai perwakilan resmi suatu negara, mereka mendapat hak yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun pada negara penerima. Tujuan dari diberikannya hak ini ialah untuk menjamin terlaksananya tugas dan kewajiban yang diberikan pada dirinya.

Hal tersebut dapat dilihat dalam Preambule Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik (Vienna Convention on Diplomatic Relations/VCDR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik dan Konsuler. Tujuan pemberian hak tersebut di dalamnya disebutkan, “Menyadari bahwa tujuan dari hak istimewa dan kekebalan tersebut bukanlah untuk menguntungkan individu, tetapi untuk memastikan kinerja yang efisien dari fungsi misi diplomatik sebagai perwakilan Negara”.

Penjelasan itu disampaikan oleh Dosen Luar Biasa Fakultas Hukum Universitas Airlangga sekaligus mantan Wakil Menteri Luar Negeri RI (Periode 2008-2011), Triyono Wibowo dalam Online Public Lecture: Diplomatic & Consular Law bertajuk "Kekebalan & Keistimewaan Perwakilan Konsuler: Perkembangan & Studi Kasus Terkini", Selasa (30/11/2021), "Jadi ada pengkaitan antara pemberian hak imunitas dan hak istimewa dengan pelaksanaan fungsi. Dalam pandangan saya, it's not immunity from legal liability, but immunity from legal proceeding."

Untuk itu, ketika seorang diplomat melakukan suatu perbuatan dan menyangkut persoalan hukum, mengklaim hak kekebalannya. Hal ini akan dilihat terlebih dahulu apakah ada keterkaitan antara perbuatan dengan fungsinya. Jika dia melakukan itu dalam rangka pelaksanaan misi atau tugas diplomatik, maka hak kekebalan dan keistimewaan itu barulah berlaku.

Dia mencontohkan, dalam kasus perihal pemberian keistimewaan bagi pejabat perwakilan negara asing di masa pandemi Covid-19. Sebagian besar negara-negara Eropa, Barat, Asia yang termasuk di dalamnya Indonesia menerapkan kebijakan larangan penerbangan bagi orang-orang yang datang dari negara Afrika Selatan dan beberapa negara Afrika.

Ketentuan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI Nomor Imi-0269.GR.01.01 Tahun 2021. Kebijakan tersebut diberlakukan mulai Senin (29/11/2021). Dalam rangka menindaklanjuti perkembangan varian baru Covid-19 B.1.1.529 (Omicron) di berbagai wilayah di luar negeri.

"Ini satu contoh saja, ada satu diplomat yang datang dari salah satu negara yang dilarang itu. Ketika peraturan dibuat, dia sudah dalam perjalanan menuju posnya. Dalam keadaan itu, dia harus tetap diizinkan lewat dan tidak bisa dicegah untuk tidak masuk. Meski ya tetap harus menjalani proses karantina, tetap diperiksa apakah positif Covid-19 atau tidak." tutur Triyono.

Tapi, praktik di banyak negara, diplomat tidak diwajibkan untuk karantina di hotel atau tempat tertentu yang ditentukan oleh pemerintah sebagaimana ketentuan yang diberlakukan pada masyarakat umum. Namun, diplomat akan diizinkan untuk melakukan self-quarantine (karantina mandiri) di rumah ataupun embassy (kedutaan). Meski tetap diwajibkan untuk dilakukan pemeriksaan oleh tenaga kesehatan.

"Seperti saya ketika datang itu juga tidak perlu dikarantina khusus di tempat pemerintah negara penerima, tetapi saya diizinkan masuk dan datang ke wisma Duta Besar Indonesia. Ketika saya datang ya sudah menunggu petugas kesehatan dari Russia. Langsung dilakukan tes swab kepada saya. Beberapa waktu selanjutnya saya diketahui negatif. Tapi jika kasusnya saya ternyata positif, barulah saya harus dipindahkan ke Rumah Sakit."

Keistimewaan bagi pejabat perwakilan negara asing memang sudah dijaminkan dalam Konvensi Hubungan Diplomatik. Tepatnya, dalam Pasal 39 ayat (1) menyebutkan, “Setiap orang yang berhak atas hak-hak istimewa dan kekebalan harus menikmatinya sejak ia memasuki wilayah negara penerima pada saat melanjutkan untuk menduduki jabatannya atau, jika sudah berada di wilayahnya, sejak saat pengangkatannya diberitahukan kepada Kementerian untuk Luar Negeri atau kementerian lain yang mungkin disepakati”.

Dengan demikian, jelas perlakuan yang diberikan kepada agen diplomatik ataupun konsuler jelas memiliki hak keistimewaan meski di tengah pandemi Covid-19. Tidak dapat disamakan dengan masyarakat umum yang harus melalui aturan karantina dan sejumlah tes yang diberlakukan pemerintah setempat. Hal itu menjadi bentuk perlakuan hak istimewa yang diberikan semata-mata agar pejabat perwakilan asing bisa menjalankan tugasnya dengan efektif dan efisien.

"Ini yang perlu kita perhatikan betul, ini harus dipahami bukan saja oleh masyarakat umum tetapi juga oleh para ahli hukum dan diplomat itu sendiri. Kekebalan dan hak istimewa itu hanya untuk kelancaran mission-nya bukan untuk kepentingan pribadi. Kekebalan dan keistimewaan diberikan juga tetap ada kontrol. Korelasi antara hak-hak yang diberikan dengan pelaksanaan tugasnya.”

Adapun berakhirnya hak istimewa dan kekebalan sebagaimana diatur dalam Konvensi Hubungan Diplomatik biasanya akan berhenti pada saat ia meninggalkan negara itu atau jangka waktu tertentu. Tetapi di luar itu, hak-hak tersebut akan tetap ada bahkan dalam kasus konflik bersenjata sekalipun. Bahkan jika seorang anggota misi meninggal dunia, anggota keluarganya akan terus menikmati hak-hak istimewa dan kekebalan yang menjadi hak mereka sampai berakhirnya jangka waktu yang wajar untuk meninggalkan negara itu.

Tags:

Berita Terkait