Keempat Dakwaan Terbukti, Tommy Divonis 15 Tahun Penjara
Berita

Keempat Dakwaan Terbukti, Tommy Divonis 15 Tahun Penjara

Majelis hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai oleh Amirudin Zakaria pada Jumat pukul 19.45 (26/7) akhirnya menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara kepada Hutomo Mandala Putra alias Tommy bin HM Soeharto. Tommy telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak-tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Amr/Tri/APr
Bacaan 2 Menit
Keempat Dakwaan Terbukti, Tommy Divonis 15 Tahun Penjara
Hukumonline

Vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim tersebut sesuai dengan tuntutan JPU sebelumnya. Majelis hakim menyatakan bahwa Tommy telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan empat tindak pidana yang didakwakan. Pertama, turut serta tanpa hak menguasai menyimpan dan menyembunyikan senjata api dan bahan peledak.

Kedua, tanpa hak menguasai menyimpan dan menyembunyikan senjata api dan bahan peledak. Ketiga, membujuk atau uitlokker untuk melakukan pembunuhan berencana. Keempat, dengan sengaja tidak menurut perintah atau menggagalkan suatu perbuatan pegawai negeri dalam menjalankan sesuatu peraturan undang-undang.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim membacakan hal-hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa. Hal-hal yang memberatkan terdakwa, yaitu akibat perbuatan terdakwa, seorang hakim agung yang menjabat ketua muda lingkungan pidana umum bernama hakim Syafiudin Kartasasmita, SH telah meninggal dunia secara tragis.

Kemudian, hal yang memberatkan lainnya, yaitu perbuatan terdakwa sangat menggoncangkan dunia penegakan hukum pada umumnya dan dunia peradilan pada khususnya. Perbuatan terdakwa yang menguasai dan menyimpan atau menyembunyikan senjata api, amunisi dan bahan peledak potesiil dapat mengganggu keamanan keteritban umum dan meresahkan masyarakat.

Sedangkan hal-hal yang meringankan terdakwa antara lain perbuatan-perbuatan pidana tersebut dilakukan karena terdakwa merasa tertekan diperlakukan tidak adil di dalam perkara yang dikenal kasus Goro tersebut. Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, masih muda, dan diharapkan dapat memperbaiki kelakuannya di kemudian hari.

Amirudin yang didampingi para hakim anggota masing-masing Andi Samsan Nganro, I Ketut Gde, H. Heri Suwantoro, dan Pramudana, juga memerintahkan bahwa terdakwa tetap ditahan dalam lembaga pemasyarakatan Cipinang.

Di akhir pembacaan putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dengan dihadiri JPU dan tanpa dihadiri oleh terdakwa dan penasihat hukumnya.

LeIP mendukung

Menanggapi vonis 15 tahun penjara bagi Tommy, Sekretaris Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Rifqi S. Assegaf kepada hukumonline (25/7), mendukung vonis majelis hakim. Meski menurut Rifqi, ada kontroversi serta perdebatan seputar tidak hadirnya Tomy saat majelis hakim membacakan putusan.

Rifqi meminta kepada aparat kepolisian untuk segera memberikan perlindungan kepada majelis hakim. Ini penting karena majelis hakim baru saja memutuskan perkara yang beresiko tinggi, meski hukuman selama 15 tahun penjara terbilang rendah jika dibandingkan dengan kejahatan yang telah Tommy lakukan.

Namun bagitu, Rifqi mengaku cukup puas dengan vonis majelis hakim terhadap Tommy yang menjatuhkan hukuman penjara selama 15 tahun. "Seharusnya memang Tommy bisa dijatuhkan hukuman penjara lebih berat dari hanya 15 tahun, mengingat seluruh dakwaan Jaksa penuntut umum terbukti," jelas Rifqi.

Atas vonis 15 tahun penjara ini, Tommy sendiri belum diketahui sikapnya apakah akan mengajukan banding atau tidak. Pasalnya, Tommy tidak menghadiri sidang karena sakit. Sementara penasehat hukumnya melakukan aksi walk out memprotes sikap majelis hakim yang tetap membacakan vonis tanpa kehadiran Tommy selaku terdakwa.

Bukan akhir

Sebelumnya, pakar hukum pidana Rudi Satriyo berpendapat bahwa untuk kasus ketidakhadiran Tommy ini ada jalan keluar bagi hakim untuk membacakan vonisnya. Rudi mengatakan, sebagai jalan keluarnya majelis hakim bisa saja mengeluarkan penetapan untuk memaksa terdakwa untuk hadir di persidangan. Sayangnya, ini tidak dilakukan oleh majelis hakim.

Mengenai sikap majelis hakim yang tetap melanjutkan pembacaan putusan tanpa kehadiran terdakwa, ia berpendapat bahwa pembacaan putusan kali ini sebenarnya tidak bisa dilaksanakan. Dengan kata lain, putusan ini harus dianggap tidak pernah dibacakan. "Kalau dipaksa untuk dibacakan, bisa jadi penasehat hukumnya akan melakukan satu upaya hukum untuk membatalkan putusan tersebut," ujar Rudi kepada hukumonline.

Kita lihat saja, "terobosan" apa lagi yang akan dilakukan atau barangkali sedang dipersiapkan oleh para kuasa hukum Tommy setelah pembacaan putusan tersebut. Buat Tommy, ia semestinya mencari alasan yang lebih "kreatif" untuk menunda majelis hakim membacakan putusan hari Jumat ini. Pasalnya, alasan sakit ini telah beberapa kali dipakai Tommy dalam sejumlah persidangannya. Namun, tentu saja ini bukanlah akhir dari pertarungan negara melawan Tommy.

Tags: