Kedua Pasangan Berebut Dukungan Pensiunan Militer
Berita

Kedua Pasangan Berebut Dukungan Pensiunan Militer

Ada potensi militerisme.

ADY
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mencatat ada puluhan perwira militer masa orde baru yang mendukung pemenangan masing-masing pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden (capres-cawapres) yang berlaga dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2014. Pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa (Prabowo-Hatta) tercatat didukung 37 mantan perwira dan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) didukung 35 mantan perwira.

Dari jumlah mantan perwira militer yang mendukung kedua pasangan calon itu Wakil Koordinator Bidang Strategi dan Mobilisasi KontraS, Krisbiantoro, melihat ada sejumlah nama yang bersinggungan dengan kasus pelanggaran HAM. Di jajaran pendukung Prabowo-Hatta, ada mantan perwira militer yang diduga terkait kasus pelanggaran HAM seperti dalam operasi militer di Aceh dan kasus Trisakti. Sedangkan Prabowo sendiri diduga terkait kasus penculikan aktivis 1997-1998.

Begitu pula dengan jajaran mantan perwira militer yang mendukung Jokowi-JK, Krisbiantoro, menilai ada yang diduga bersinggungan dengan kasus pelanggaran HAM Timor-Timor, pembunuhan aktivis HAM Munir dan penculikan aktivis pro reformasi. Menurutnya, kembalinya perwira militer masa orde baru itu di ranah politik salah satunya diakibatkan oleh mandeknya penegakan HAM. “Ini karena kegagalan akuntabilitas penegakan ham. Makanya militerisme kembali,” katanya dalam diskusi bertema Pemilu 2014: Militerisme di Balik Prabowo dan Jokowi yang digelar di kantor LBH Jakarta, Jumat (06/6).

Selain itu, Krisbiantoro melihat tidak tuntasnya reformasi di tubuh militer menyebabkan peluang militerisme untuk kembali memegang kekuasaan menjadi besar. Misalnya, UU TNI mengamanatkan bisnis militer diambil alih negara. Tapi, sampai saat ini pemerintah belum menjalankan amanat tersebut.

Kegalauan Krisbiantoro atas kembalinya militerisme lewat Pemilu 2014 semakin menjadi ketika melihat visi dan misi dari masing-masing pasangan calon tidak fokus apakah mau melanjutkan reformasi militer atau tidak. Padahal, reformasi militer sangat penting untuk menjaga demokrasi, penegakan hukum dan HAM. Selain bisnis militer, salah satu hal penting yang harus direformasi adalah peradilan militer.

Tak ketinggalan Krisbiantoro menekankan yang utama bagaimana komitmen capres-cawapres untuk mengimplementasikan reformasi di tubuh militer. Namun, mengingat banyak mantan perwira militer yang mengelilingi capres-cawapres ia memprediksi hal tersebut sulit terealisasi. Sebab, kondisi yang ada saat ini terutama regulasi, cenderung membuka pintu lebar kembalinya militerisme. Seperti UU Intelijen, Penanganan Konflik Sosial dan Ormas. “Siapapun Presidennya akan kesulitan karena dikepung militer, modal dan regulasi yang mendukung militerisme,” ucapnya.

Pada kesempatan yang sama peneliti Public Virtue Institute, AE Priyono, berpendapat menguatnya militerisme menandakan gagalnya demokrasi. Mengutip tesis Marcus Mietzner, ia mengatakan demokrasi di Indonesia macet sejak 2007. Kondisi itu ditandai dengan pendangkalan demokrasi elektoral lewat cara melemahkan KPU, perlawanan terhadap gerakan anti korupsi dan provokasi konflik horizontal. Sehingga pada 2012 lalu terjadi pembalikan arah reformasi.

Sialnya, partai politik (parpol) yang ada menurut Priyono tidak bisa mempertahankan demokrasi. Ujungnya, pada Pemilu 2004 dan 2009 kubu konservatif menang. Begitu pula Pemilu saat ini. “Periode sekarang muncul gejala menguatnya militerisme, rekonsolidasi militer. Mereka siap-siap di dua kubu (capres-cawapres,-red),” paparnya.

Demokrasi yang berjalan di Indonesia menurut Priyono merupakan demokrasi yang paling minimalis. Hanya prosedur elektoral yaitu menggelar Pemilu setiap lima tahun sekali. Dampaknya, demokrasi yang ada tidak dapat mengubah sistem, tapi memunculkan elit borjuasi. Untuk mengatasi hal tersebut harus ada penguatan yang sistematis terhadap gerakan masyarakat sipil. Sehingga mampu mengawal secara ketat berjalannya sistem demokrasi yang membawa perubahan sosial dan politik serta menghadirkan kesejahteraan.
Tags:

Berita Terkait