Kedua Capres Belum Menjawab Masalah Perikanan
Berita

Kedua Capres Belum Menjawab Masalah Perikanan

Capres-cawapres perlu merespon masalah aktual perikanan, kelautan, dan kesejahteraan nelayan.

ADY
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Sebagai negara kepulauan yang terhubung lautan luas, calon presiden-calon wakil presiden sudah selayaknya menaruh perhatian besar pada isu perikanan, kelautan, dan kesejahteraan nelayan. Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Riza Damanik, berpendapat masih banyak persoalan yang harus dibenahi di bidang perikanan.

Salah satunya, perlindungan hak-hak nelayan tradisional. Undang-Undang No. 1 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dirasakan belum cukup memberikan perlindungan. Menurut Riza, Undang-Undang ini perlu memberikan ruang bagi nelayan tradisional agar berdaulat dan mandiri mengelola sumber-sumber perikanan. Revisi UU No. 1 Tahun 2012, karena itu, penting dilakukan.

Mengamati program kampanye serta visi misi capres-cawapres selama ini, Riza belum melihat ‘jawaban’ atas persoalan-persoalan perikanan yang ditawarkan. Produksi perikanan tidak diimbangi dengan pengolahan yang baik. Pengolahan perikanan Indonesia kalah jauh dibanding Thailand dan Vietnam. Padahal Indonesia punya potensi besar jika dikelola dengan baik. Misalnya, menyeimbangkan jumlah pelabuhan perikanan di wilayah barat dan timur.

Ia menilai pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa (Prabowo-Hatta) sudah menyinggung konsep perikanan, tapi lemah dalam operasional. Visi dan misi pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK), menurut Riza, sudah mulai lebih operasional.

Tetapi visi dan misi kedua pasangan belum menjawab detil persoalan klasik di bidang perikanan dan kelautan. Misalnya, mekanisme pemberantasan pencurian ikan yang efektif. Tak ada juga calon yang menyinggung kemungkinan mencabut regulasi perikanan tangkap, yang memperbolehkan tuna hasil tangkapan bisa langsung dibawa ke luar negeri. “Belum ada jawaban langsung bagaimana merespon masalah aktual,” katanya dalam diskusi di Jakarta, Kamis (19/6).

Riza menjelaskan dari survei yang dilakukan di 17 wilayah nelayan, 40 persen berharap capres mampu memberantas penangkapan ikan ilegal. Kemudian, 30 persen berharap kemudahan akses terhadap sumber produksi untuk perikanan baik tangkap dan budidaya. Seperti akses terhadap BBM, pakan, menur dan alat tangkap. Lalu 20 persen berharap ada kemudahan mendapat modal usaha dan 10 persen menginginkan ada kepastian harga ikan.

Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim, Suhana, menjelaskan produksi perikanan Indonesia yang meningkat selama ini hanya di bidang rumput laut. Namun, pengolahan rumput laut sangat sedikit. Sedangkan produksi ikan tangkap menurun dan hasil budidaya ikan stagnan. “Kedua capres harus melihat data itu,” tukasnya.

Lebih lanjut Suhana mengatakan produksi ikan tangkap sudah berlebihan.
Bahkan pemerintah saat ini dinilai telah melanggar aturannya sendiri tentang jumlah tangkapan ikan. Maksimal, tangkapan ikan yang dibolehkan hanya 5,4 juta ton. Tapi sekarang jumlahnya mencapai 5,8 ton. Mengacu data itu ia menilai pemerintahan ke depan sudah tidak bisa lagi melakukan penangkapan ikan besar-besaran. Ia menilai fakta itu luput dari perhatian kedua capres. Jika hal tersebut tidak dibenahi ia khawatir Indonesia akan mengalami krisis ikan.

Di bidang investasi, Suhana mencatat saat ini lebih banyak didominasi modal asing. Bahkan hampir mencapai seratus persen. Ia menilai kondisi itu disebabkan karena pemerintah, terutama menteri Kelautan, membuka peluang besar masuknya investasi asing. Oleh karenanya ia mengusulkan pemerintahan ke depan harus meningkatkan investasi dalam negeri.

Sekjen KIARA, Abdul Halim, melihat kedua capres belum membahas jaminan keselamatan jiwa nelayan. Padahal jumlah nelayan yang hilang di laut meningkat. Pada 2014 saja jumlahnya 255 orang. Masalah lain, perlindungan terhadap wilayah tangkapan nelayan tradisional luput dari perhatian. Padahal, saat ini wilayah tangkap nelayan tradisional terganggu oleh reklamasi dan konservasi laut yang tidak melibatkan nelayan.
Tags: