Kecelakaan Infrastruktur, Audit Sertifikasi Jasa Konstruksi Jadi Keharusan
Berita

Kecelakaan Infrastruktur, Audit Sertifikasi Jasa Konstruksi Jadi Keharusan

Sebab, sertifikasi terkait dengan kemampuan dan kekhususan badan usaha dalam pengerjaan jasa konstruksi. Termasuk, evaluasi terhadap lisensi lembaga yang mengeluarkan sertifikasi kompetensi kerja.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Suasana pasca kecelakaan proyek Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) di Jalan D.I. Panjaitan Jakarta Timur. Foto: ASH
Suasana pasca kecelakaan proyek Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) di Jalan D.I. Panjaitan Jakarta Timur. Foto: ASH

Seyogyanya pengerjaan sejumlah proyek infrastruktur di berbagai daerah terpenuhi semua prosedur keamanan dan keselamatan bagi para pekerjanya. Hal ini menyusul sejumlah insiden kecelakaan dalam pengerjaan proyek infrastruktur jalan tol yang menelan korban yang kemudian menjadi perhatian sejumlah pihak termasuk kalangan parlemen. Untuk itu,   Komisi V DPR yang membidangi infrastruktur pun berencana membentuk Panitia Kerja (Panja) terkait keselamatan kerja dalam setiap pengerjaan proyek infrastruktur di tanah air.

 

Ketua Komisi V Fary Djemi Francais menilai sejumlah proyek nasional yang digarap pemerintah seolah terburu-buru lantaran mengejar target. Sementara aspek keamanan dan keselamatan bagi para pekerja dan masyarakat tidak dilakukan secara optimal. PT Waskita Karya (persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dipercaya menggarap sejumah proyek infrastruktur menjadi sorotan DPR.

 

Menurutnya, BUMN kekaryaan termasuk Waskita yang sering menggarap proyek strategis nasional (PSN) tak hanya mengerjakan proyek milik pemerintah, tetapi juga proyek dari pihak swasta. “Jangan karena banyak kerja di luar pemerintah, kemudian pekerjaan pemerintah yang mereka anggap sedikit ini diabaikan aspek keselamatannya,” ujarnya, Kamis (22/2/2018).

 

Politisi Partai Gerindra itu, selain berencana membentuk Panja, nantinya bakal mendalami (investigasi) sejumlah kasus kecelakaan kerja dalam proyek pengerjaan infrastruktur yang terjadi belakangan terakhir. Termasuk, bakal menjatuhkan sanksi terhadap penyedia jasa konstruksi yang melakukan kelalaian dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur.

 

Wakil Ketua Komisi V DPR, Sigit Sosiantomo menilai rencana Presiden Jokowi menghentikan sementara seluruh pekerjaan tol layang di Indonesia sudah tepat. Hal ini mesti dibarengi evaluasi menyeluruh termasuk evaluasi ulang (audit) sertifikasi seluruh BUMN Karya dan berbagai pihak terkait dalam pelaksanaan pembangunan proyek tol jalan layang ataupun infrastruktur lain.

 

“Kami mendesak pemerintah tidak hanya mengevaluasi prosedur keamanan dan keselamatan pelaksanaan proyek agar sesuai dengan UU, tapi juga mengevaluasi sertifikasi BUMN Karya untuk memastikan bahwa BUMN Karya kita memang memiliki kemampuan sebagai badan usaha konstruksi sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasinya,” tuturnya.

 

Berbagai insiden kecelakaan yang berulang menunjukkkan ada persoalan profesionalitas dalam pelaksanaan pengerjaan proyek infrastruktur jalan tol layang. Karena itu, menjadi keharusan dilakukan evaluasi atas sertifikasi yang sudah diberikan pemerintah ke para BUMN Karya dalam keterlibatannya pengerjaan proyek tol layang.

 

Memang merujuk UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, ada proses sertifikasi Badan Usaha sebagai tanda bukti pengakuan terhadap klasifikasi dan kualifikasi kemampuan Badan Usaha di bidang jasa konstruksi. Namun praktiknya, fakta di lapangan proyek yang dikerjakan badan usaha kerap bermasalah. Jadi, sebenarnya ada persoalan pemberian sertifikasi kemampuan badan usaha terkait.

 

“Jangan-jangan hanya formalitas. Karena itu, perlu dievaluasi ulang. Ini juga menyangkut kredibilitas kita di mata dunia. BUMN Karya kita kan banyak juga yang mengerjakan proyek di luar negeri,” sebutnya. Baca Juga: Sanksi bagi Kontraktor yang ‘Ceroboh’ dalam Kecelakaan Infrastruktur

 

Lebih lanjut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berpendapat, tak hanya evaluasi ulang terhadap sertifikasi badan usaha para BUMN Kekaryaan, tetapi sertifikasi kompetensi kerja para kontraktor juga harus dilakukan. Termasuk, evaluasi terhadap lisensi lembaga yang mengeluarkan sertifikasi kompetensi kerja.

 

Seperti diketahui, terhadap tenaga kerja konstruksi yang melakukan kegiatan pengerjaan jasa konstruksi berkewajiban memiliki sertifikasi kompetensi kerja seperti diamanatkan Pasal 70 UU Jasa Konstruksi. Sedangkan badan usaha jasa penyedia jasa konstruksi harus memiliki sertifikasi kompetensi seperti diatur Pasal 30 UU tentang Jasa Konstruksi.

 

“Kalau hasil kerjanya seperti sekarang, banyak kelalaian dan seluruh kecelakaan kerja yang terjadi sekarang karena faktor human error, maka sertifikasinya patut kita pertanyakan. Termasuk lembaga profesi yang mengeluarkan sertifikasinya. Kalau human error selalu berulang, berarti ada yang salah. Bisa jadi, tidak memenuhi kompetensi atau sertifikasinya abal-abal,” katanya.

 

Pasal 30

(1) Setiap badan usaha yang mengerjakan Jasa Konstruksi wajib memiliki Sertifikat Badan Usaha.

(2) Sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan melalui suatu proses sertifikasi dan registrasi oleh Menteri.

(3) Sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. jenis usaha; b. sifat usaha; c. klasifikasi usaha; dan d. kualifikasi usaha.

(4) Untuk mendapatkan Sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha Jasa Konstruksi mengajukan permohonan kepada Menteri melalui lembaga Sertifikasi Badan Usaha yang dibentuk oleh asosiasi badan usaha terakreditasi.

(5) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan oleh Menteri kepada asosiasi badan usaha yang memenuhi persyaratan: a. jumlah dan sebaran anggota; b. pemberdayaan kepada anggota; c. pemilihan pengurus secara demokratis; d. sarana dan prasarana di tingkat pusat dan daerah; dan e. pelaksanaan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

(6) setiap asosiasi badan usaha yang mendapatkan akreditasi wajib menjalankan kewajiban yang diatur dalam peraturan Menteri.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan registrasi badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan akreditasi asosiasi badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 70

(1). Setiap tenaga kerja konstruksi yang bekerja di bidang Jasa Konstruksi wajib memiliki Sertifikat Kompetensi Keda.

(2).Setiap Pengguna Jasa dan/atau penyedia Jasa wajib mempekerjakan tenaga kerja konstruksi yang memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3). Sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui uji kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja.

(4). Sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diregistrasi oleh Menteri.

(5). Pelaksanaan uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi.

(6). Lembaga sertifikasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib mengikuti ketentuan pelaksanaan uji kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Momentum tepat

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pun geram prihatin atas beberapa peristiwa terjadinya kecelakaan dalam pengerjaan proyek jalan tol layang. Ketua Komite II DPD Parlindungan Purba mengatakan evaluasi terhadap BUMN dan pihak terkait menjadi momentum yang tepat.

 

“Ini momentum untuk mengevaluasi BUMN kan cukup banyak. Kalau mereka bermasalah kan jadi persoalan juga,” ujarnya kepada Hukumonline.

 

Menurutnya, Kementerian BUMN dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Perhubungan, dan kementerian terkait dalam pengerjaan proyek infrastruktur harus duduk bersama untuk mengevaluasi menyeluruh termasuk evaluasi regulasi terkait keselamatan kerja.

 

“Ini perlu dicarikan jalan keluar atas sejumlah persoalan. Boleh jadi, dana yang dimiliki BUMN sudah minim. Apakah ini ada pembayaran yang terlambat?”

 

Senator asal Sumatera Utara itu menambahkan pemerintah mesti dapat memastikan seuruh pekerjaan konstruksi memenuhi aspek ketentuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Termasuk, kompetensi tenaga kerja, sertifikasi, kelayakan alat, kualitas material, kelayakan teknologi, dan pelaksanaan pekerjaan yang sesuai dengan standar operasi dan prosedur.

 

Tak kalah penting, pemerintah pun mesti merancang kebijakan yang dapat mendorong terciptanya budaya K3 dalam bentuk insentif ataupun sanksi tegas bagi para pekerja konstruksi, kontraktor, perancang bangunan hingga pengguna jasa konstruksi.

Tags:

Berita Terkait