Kebutuhan Valas Jadi Penawar Meningkatnya Utang
Berita

Kebutuhan Valas Jadi Penawar Meningkatnya Utang

Caranya dengan menjadikan kebutuhan valas untuk membayar utang luar negeri swasta dan repatriasi keuntungan korporasi.

FAT
Bacaan 2 Menit
Kebutuhan Valas Jadi Penawar Meningkatnya Utang
Hukumonline

Kebutuhan likuiditas valuta asing (valas) di tiap periode akhir bulan dan semester menjadi sebuah antisipasi bagi Bank Indonesia (BI) dalam rangka meningkatnya utang luar negeri swasta. Menurut Direktur Grup Humas BI Peter Jacobs, kebutuhan valas tersebut nantinya dapat dipergunakan sebagai pembayaran utang luar negeri dan repatriasi keuntungan korporasi.

"BI senantiasa mengantisipasi kebutuhan likuiditas valas di pasar, seiring dengan periode akhir bulan atau semester. Karena, kebutuhan valas meningkat untuk pembayaran utang luar negeri," kata Peter di Komplek Perkantoran BI, Jumat (28/6).

Ia menjelaskan, sejauh ini cadangan devisa yang ditempatkan di BI dinilai masih mencukupi. Bahkan, cadangan devisa tersebut ditengarai dapar mendukung stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). BI mengklaim, jumlah cadangan devisa yang ada di BI kini masih di atas kebutuhan standar internasional.

Menurut Peter, BI tidak pernah menetapkan berapa batas angka psikologis cadangan devisa. Hal ini kontra produktif dengan komentar dari sejumlah kalangan bahwa batas cadangan devisa Indonesia sebesar AS$100 miliar. Selain itu, BI juga tak pernah menetapkan nilai tukar rupiah di level tertentu.

"Karena yang paling penting adalah stabilitas nilai tukar moneter dan makro ekonomi nasional," ujar Peter. Sebagaimana diketahui, per Mei 2013 cadangan devisa di BI sebanyak AS$104,8 miliar atau menurun dibandingkan April yang masih sebesar AS$107,3 miliar.

Meski ketidakpastian ekonomi global masih tinggi, lanjut Peter, BI memperkirakan tekanan terhadap nilai tukar rupiah akan berkurang seiring dengan perbaikan ekonomi di AS. Hal ini dikarenakan dari posisi terakhir menunjukkan bahwa capital outflow cenderung mengalami penurunan dan nilai tukar rupiah relatif stabil.

"BI melihat capital outflow yang terjadi saat ini sebagai hot money semata, yang lazim terjadi di tengah diketidakpastian," ujar Peter.

Terpisah, Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengkhawatirkan terjadinya default utang luar negeri swasta yang akan jatuh tempo pada September tahun ini. Menurutnya, kekhawatiran ini terlihat dari terbatasnya supply dolar AS di dalam negeri yang dibarengi tren pelemahan rupiah.

"Kelemahan kita sekarang memang pada supply dolar yang terbatas. Kalau utang luar negeri swasta tidak dijaga, maka akan menimbulkan bahaya default,” kata Aviliani saat dihubungi.

Menurut Aviliani, harus ada upaya dari pemerintah maupun BI agar default dapat dihindarkan. Sebelum menetapkan langkah yang akan dilakukan, dalam waktu dekat pemerintah diharapkan bisa secara persuasif memanggil para perusahaan-perusahaan swasta yang berutang di luar negeri untuk mengetahui soal kemampuan mereka untuk membayar utang.

Aviliani mengatakan, setidaknya terdapat dua langkah yang bisa dilakukan pemerintah maupun BI agar terhindar dari default. Pertama adalah melakukan negosiasi restrukturisasi utang. “Pemerintah atau BI menjadi penghubung antara debitur di dalam negeri dan kreditur di luar negeri,” ujarnya.

Untuk langkah kedua adalah pemerintah mencari utang baru untuk jangka panjang. Langkah ini memiliki dampak yakni akan bertambahnya utang Indonesia di luar negeri. Jika dibandingkan antara mencari utang baru dan restrukturisasi, Aviliani percaya, restrukturisasi ini lebih positif daripada pemerintah mencari utang baru.

Ia menjelaskan, upaya restrukturisasi utang luar negeri swasta ini pernah dilakukan pemerintah melalui steering commitee di Frankfurt pada 1998 silam, yang menghasilkan Frankfurt Agreement. Steering committee itu terdiri atas 13 perbankan internasional yang diwakili co-chairman Deutche Bank, Chase Manhattan Bank dan Bank of Tokyo Mitsubishi.

Menurutnya, meski kondisi di 1998 berbeda dengan kondisi saat ini, upaya yang paling masuk akal adalah dilakukannya restrukturisasi utang oleh pemerintah. Upaya ini sejalan dengan tren penurunan cadangan devisa, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan rendahnya supply dolar yang dibarengi dengan capital outflow.

Tags: