Kebijakan Tak Kondusif Hambat Perkembangan Industri Sawit
Berita

Kebijakan Tak Kondusif Hambat Perkembangan Industri Sawit

Kebijakan antar lembaga pemerintah di Indonesia menjadi faktor utama penghambat industri sawit nasional.

FNH
Bacaan 2 Menit
Kebijakan Tak Kondusif Hambat Perkembangan Industri Sawit
Hukumonline

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Dengan posisi ini, perdagangan minyak kelapa sawit yang lebih dikenal dengan crude palm oil (CPO) mendapatkan tantangan dan hambatan dalam pengembangan industri kelapa sawit nasional mendatang. Apalagi, Indonesia menargetkan produksi CPO yang mencapai 40 juta ton pada tahun 2020 serta menjaga momentum pertumbuhan industri yang mampu menyerap 3,5 juta tenaga kerja secara langsung ini.


Salah satu tantangan dalam pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia adalah terkait kebijakan-kebijakan yang justru tidak kondusif dan bersifat overlapping antara satu lembaga pemerintah dengan lembaga pemerintah lainnya. Misalnya, kebijakan rencana tata ruang wilayah kaitannya dengan kepastian lahan untuk ekspansi, bea keluar CPO, dan penanganan pajak ganda. Selain itu, infrastruktur yang tidak memadai membuat pengembangan perkebunan kelapa sawit ke depan semakin terbatas.


Hal ini diungkapkan oleh Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joefly J. Bahroeny, dalam bincang-bincang dengan tema “Masa Depan Industri Sawit” di Hotel Borobudur Jakarta, Senin (13/8). “Kebijakan-kebijakan sering kali berbenturan antara lembaga pemerintahan yang satu dengan yang lainnya dan ini menjadikan situasi yang tidak kondusif,” kata Joefly.


Sebagai penghasil CPO terbesar di dunia, Indonesia dihadapkan pada tantangan-tantangan yang jauh lebih besar dan kompleks yang memerlukan penanganan dan dukungan kebijakan dari semua stakeholder terutama dari pemerintah. Joefly menyebutkan tantangan yang dihadapi tidak hanya ada pada kebijakan semata, namun juga semakin gencarnya kampanye negatif terhadap produk CPO Indonesia yang dilancarkan oleh NGOs dalam negeri maupun luar negeri. Bahkan, negara-negara importir turut mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menghambat perdagangan CPO.


Belum lagi, lanjutnya, semakin besarnya tuntutan terhadap pengelolaan industri sawit yang berkelanjutan, munculnya kompetitor baru dalam industri kelapa sawit seperti Brazil dan Afrika serta fluktuasi harga CPO dalam jangka pendek dan menengah di tengah melemahnya harga CPO di pasar dunia pada semester satu tahun ini.


Dengan ragam tantangan seperti ini, pihaknya mempertanyakan apakah Indonesia mampu mempertahankan posisinya sebagai negara penghasil CPO terbesar di dunia di tengah optimisme pemerintah yang menargetkan produksi CPO pada 2020. Untuk itu, diharapkan pemerintah dapat lebih memperhatikan dan mempertimbangkan segala tantangan dan hambatan perkembangan industri sawit agar tidak terjadi penurunan pertumbuhan industri sawit di Indonesia.


Sementara itu Wakil Ketua Komisi VII DPR Erik Satrya Wardhana mengatakan bahwa persoalan industri masih terpaku pada masalah ketersediaan lahan. Pasalnya, jika dilihat dari ketersediaan lahan yang ada, masih terjadi pemetaan ganda.

Tags: