Kebijakan Pertambangan: dari Sentralisasi ke Desentralisasi
Fokus

Kebijakan Pertambangan: dari Sentralisasi ke Desentralisasi

Perkembangan pertambangan di Indonesia tidak terlepas dari kebijakan pertambangan yang mendorong dan memberikan kesempatan kepada modal swasta nasional dan asing. Kini, kebijakan pertambangan telah mengalami pergeseran dari sentralisasi ke desentralisasi.

APr
Bacaan 2 Menit

Saat ini, industri pertambangan Indonesia sedang suram. Banyak investor asing yang menunda kegiatan operasinya. Bahkan, beberapa di antaranya menyatakan mundur dari Indonesia. Mereka merasa beberapa kebijakan di sektor pertambangan tumpang tindih dengan kebijakan di sektor lain, sehingga tidak menjamin kepastian usaha.

Salah satu kebijakan yang dianggap kontraproduktif adalah UU Kehutanan No. 1/1999 yang melarang beroperasinya penambangan umum di kawasan hutan lindung. Repotnya, UU Kehutanan ini dikeluarkan setelah konsesi penambangan dibagi-bagi. Padahal, banyak perusahaan pertambangan yang terlambat mengetahui karena UU Kehutanan tidak disosialisasikan dengan baik ke perusahaan pertambangan

Mendung menggantung di bisnis pertambangan nasional juga karena berbagai kondisi yang kurang kondusif, seperti  beberapa daerah yang tidak aman,maraknya pungutan liar, demonstrasi dari masyarakat, serta makin merebaknya kegiatan penambangan tanpa izin (peti). Apalagi pada era reformasi ini, tuntutan masyarakat lokal juga makin bergema.

Masa emas

Tiga bulan setelah terbitnya UU Penanaman Modal Asing, pada April 1967 Freeport adalah pemodal asing pertama yang masuk ke Indonesia. Setelah itu, pada kurun 1968 masuk 16 pertambangan luar negeri, seperti Inco, Bliton Mij, Alcoa, Kennecott, dan US Steel. Saat itu, Kontrak Karya (KK) sebagai produk hukum pertambangan sudah diterima kalangan pertambangan internasional.

Dalam KK, pemerintah bertindak mewakili negara sebagai law endorcement. Selama ini, kehadiran pemerintah sebagai pemegang saham oleh perusahaan tambang asing digunakan sebagai jaminan stabilitas. KK pertambangan memuat ketentuan yang lebih lengkap dan menyeluruh dibandingkan dengan "5a Contract" pada zaman Hindia Belanda.

KK pertambangan memberikan hak kepada kontraktor untuk melaksanakan usahanya sejak tahap survei, eksplorasi, eksplorasi, sampai dengan tahap eksploitasi, pengolahan, sampai ke penjualan hasil usahanya. Jadi, tidak ada pemisahan antara tahap praproduksi dan tahap operasi produksi.

KK pertambangan juga memuat ketentuan mengenai keuangan dan perpajakan selama jangka waktu berlakunya kontrak. Selain itu, pemerintah juga memberikan lex spesialis  pada KK Pertambangan. Dengan demikian, ketentuan ataupun kesepakatan yang telah tercantum dalam kontrak tidak akan berubah karena berganti-gantinya peraturan perundang-undangan yang berlaku umum. Investor merasa ada kepastian hukum bagi usahanya.. Jaminan kepastian hukum ini penting karena usaha pertambangan memerlukan modal besar dan beresiko tinggi.

Halaman Selanjutnya:
Tags: