Kebijakan Pengenaan Pajak Jalan Tol Dikritik
Berita

Kebijakan Pengenaan Pajak Jalan Tol Dikritik

Pemerintah mengatasi pengemplang pajak ketimbang menggulirkan rencana pengenaan PPN atas penyediaan jasa jalan tol.

YOZ/ANT
Bacaan 2 Menit
Jalan tol. Foto: SGP (Ilustrasi)
Jalan tol. Foto: SGP (Ilustrasi)
Bagi pengendara mobil yang sering menggunakan jalan tol, siap-siap merogoh kocek lebih dalam. Soalnya, mulai 1 April 2015, pengguna jalan tol dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif sebesar 10 persen. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-10/PJ/2015 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Jalan Tol.

Pejabat Pengganti DirekturPenyuluhan, Pelayanan dan HumasDirektur Jenderal Pajak, Wahju K Tumakaka mengatakan, selain kewajiban membayar PPN, dalam peraturan tersebut juga diatur bahwa pengusaha jalan tol wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya memiliki kewajiban untuk memungut, menyetor dan melaporkan PPN terutang.

“Dengan dikenakannya PPN jalan tol ini, pengusaha jalan tol wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Jasa Jalan Tol, dan untuk kemudahan, karcis tol merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak,” katanya, Kamis (12/3).

Dalam hal nilai karcis tol sudah termasuk PPN, kata Wahju, maka dalam karcis tersebut harus dinyatakan bahwa nilai tersebut sudah termasuk PPN. Sedangkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan penyerahan Jasa Jalan Tol merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peneliti Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Kamar Dagang dan Industri (LP3E Kadin) Indonesia, Ina Primiana, mengkritik kebijakan tersebut. Dia mendesak pemerintah untuk mengatasi pengemplang pajak ketimbang menggulirkan rencana pengenaan PPN atas penyediaan jasa jalan tol.

"Banyak pengemplang pajak, itu coba dibereskan. Seharusnya pemerintah lebih bijak, sektor mana yang sebaiknya ditarik pajaknya untuk mendorong penerimaan pajak," kata Ina.

Menurut dia, pemerintah harus melakukan kajian untuk mengidentifikasi sektor mana saja dari program ekstensifikasi pajak yang kini digalakkan demi memenuhi target penerimaan pajak itu.

Ina juga mengingatkan harus ada hubungan timbal balik antara tambahan pungutan pajak dan perbaikan pelayanan. “Orang bayar pajak kalau pelayanannya juga baik, harus ada timbal balik. Jangan sekedar dipungut tambah besar tanpa ada pelayanan yang membaik,” ujarnya.

Senada dengan Ina, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, menilai pengenaan pajak atas jasa jalan tol dinilai tidak rasional mengingat pelayanannya yang tidak memuaskan.

"Tarif tol sekarang sudah membebani masyarakat, secara urgensi pengenaan pajak pertambahan nilai tidak wajar. Seharusnya pelayanannya diperbaiki sebelum berencana untuk mengenakan PPN karena pelayanannya selama ini belum memuaskan," katanya.
Tags:

Berita Terkait