Kebijakan Moratorium Kapal Asing Untungkan Perum Perindo
Berita

Kebijakan Moratorium Kapal Asing Untungkan Perum Perindo

Jika laut kita dimasuki kapal asing dan kita hanya diam, masyarakat kita juga yang rugi, khususnya para nelayan.

Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Kebijakan larangan operasional kapal perikanan asing sejak tahun 2014 membuat BUMN Perikanan, Perum Perikanan Indonesia (Perindo) memperoleh keuntungan dan semakin berkembang. Untuk potensi perikanan tangkap, Perum Perindo bahkan kini telah bisa hadir di perairan yang dulu dikuasai kapal-kapal asing seperti di Tual (Maluku), Sorong (Papua Barat) dan laut Arafura.

 

"Industri perikanan di Indonesia ini, industri yang luar biasa besar. Dengan potensi sekitar 12 juta ton. Kalau ini bisa digeneralisasi menjadi sebuah generate revenue hingga ratusan triliun," ujar Dirut Perum Perindo Risyanto Suanda di Jakarta, Jum’at (19/1/2018).

 

Menurut Risyanto, berkat kebijakan Kementerian KKP, sumber daya ikan Indonesia menjadi jauh lebih aman dan mendatangkan potensi kelangsungan lebih lama. Hal ini bisa terjadi setelah kapal asing dilarang masuk ke keperairan Indonesia dan melakukan penangkapan ikan.

 

Merespon kebijakan perikanan nasional tersebut, Perum Perindo yang sebelumnya beroperasi sebagai pengelola pelabuhan perikanan sejak 2013, ditugaskan untuk masuk keperikanan tangkap, budidaya dan perdagangan hasil laut. Hasilnya, performa Perum Perindo sejak tahun 2014 melejit.

 

“Kini, mereka mengelola enam pelabuhan perikanan di Pekalongan, Belawan, Parigi dan Brondong. Mulai tahun 2018 akan memiliki 77 unit kapal penangkap dan penampung ikan serta sejumlah lahan tambak udang di Karawang,” ungkap Risyanto. Baca Juga: Pemerintah Diminta Antisipasi Dampak Permen KP 56/2015

 

Selain itu, Perum Perindo aktif membeli langsung ke nelayan dan sentra perikanan di daerah untuk kebutuhan ekspor ikan ke Amerika Serikat. Untuk diketahui, volume perdagangan perikanan pada tahun 2014 baru 1,6 ton dengan nilai Rp28,5 miliar, lalu meningkat pesat pada tahun 2017 menjadi 25 ribu ton dengan nilai Rp445 miliar.

 

“Pada tahun 2018 diproyeksikan menjadi 50 ribu ton dengan nilai Rp900 miliar dan di tahun 2021 diharapkan mencapai 250 ribu ton atau estimasi Rp4 triliun,” ujarnya.

 

Ke depan, Risyanto berharap potensi industri perikanan makin dikembangkan dengan melibatkan atau bersinergi dengan kementerian teknis, BUMN dan swasta untuk lebih mengefisienkan ongkos logistik maupun volume produksi serta kualitas produk perikanan. Selain Perum Perindo, BUMN lain juga yang bergerak di sektor perikanan adalah Perum Perikanan Nusantara. 

 

Menurut Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Panggah Susanto, potensi sektor perikanan Indonesia sangatlah besar, namun belum tergarap secara maksimal. Menurutnya, Indonesia tidak perlu takut bersaing dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, atau bahkan China sekalipun.

 

Panggah mengapresiasi upaya Kementerian KKP yang telah menata penangkapan ikan secara keseluruhan mengingat potensi Indonesia dalam penangkapan ikan segar. "Selain banyak, juga punya nilai tambah yang tinggi dan harganya mahal,” ujar Panggah.

 

Sementara untuk ikan beku, ikan filet, udang beku, dan industri pengolahan ikan lainnya harus ditingkatkan lagi. "Untuk pengolahan ikan yang terkait dengan tuna, sarden kaleng dan lainnya diharapkan sampai tahun  2019 ini ada gross yang terus meningkat di atas 13 persen. Sehingga, mampu mendukung pertumbuhan ekonomi yang kita targetkan lebih dari 5,5 persen. Nah ini harus hati-hati karena Malaysia, Thailand, Singapura yang tadinya di bawah Indonesia, kini ada prediksi akan lebih dari kita," lanjutnya.

 

Panggah menambahkan selain ikan, produk rumput laut juga luar biasa. Hal ini dikarenakan 85 persen pasokan rumput laut dunia dari Indonesia. Saat ini untuk industri rumput laut, sudah ada 35 perusahaan dengan memprosesnya menjadi agar-agar dan produk lain.

 

"Sayangnya, pertumbuhan ini masih tidak didukung pasokan bahan baku yang stabil. Sehingga, utilisasinya masih sangat rendah. Utilisasinya rendah karena rumput laut mentah diekspor besar-besaran ke China. Memang kami sudah ajak untuk memproses setengah mentah disini, namun masih setengah jadi. Selebihnya, masih diproses di China menjadi beragam produk yang laku dijual," paparnya. 

 

Selanjutnya, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Nilanto Perbowo, menyampaikan data konsumsi ikan Indonesia mengalami kenaikan secara drastis di tahun 2017. “Beberapa tahun yang lalu, konsumsi ikan masih rendah. Namun, di tahun 2017, terjadi peningkatan cukup drastis,” ungkap Nilanto.

 

Ia menjelaskan, KKP bekerja sama dengan sejumlah kementerian/lembaga, seperti Kementerian Kesehatan dan Kantor Staf Presiden (KSP), membuat Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), gerakan makan ikan untuk meningkatkan gizi masyarakat. ”Gerakan nasional ini, salah satunya sebagai bentuk implementasi ’Laut sebagai Masa Depan Bangsa’, quote Presiden Jokowi saat pidato setelah menang di Pilpres 2014 lalu di atas kapal. Kalimat ini sungguh memiliki makna mendalam,” ujar Nilanto.

 

Ia menekankan untuk mewujudkan visi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, harus dilakukan langkah-langkah tegas. Salah satunya adalah moratorium, menghentikan kapal-kapal asing yang menggunakan alat tangkap ikan dengan berukuran lebih dari 600 GT,” ujarnya mengingatkan. 

 

Aksi tegas ini, lanjut Nilanto, sudah dilakukan sejak akhir 2014 untuk menegakan Kedaulatan laut Indonesia. Sehingga, manfaat dari sumber daya laut Indonesia bisa lebih dimaksimalkan untuk seluruh masyarakat Indonesia, bukan kapal-kapal asing. “Ikan adalah biota hidup yang berkembang biak. Keberadaannya tidak akan punah. Kebutuhan masyarakat pun bisa selalu terpenuhi. Jika laut kita dimasuki kapal asing dan kita hanya diam, masyarakat kita juga yang rugi, khususnya para nelayan,” katanya.

 

Seperti diketahui, kebijakan moratorium kapal asing ini efek berlakunya Permen KP No.56Tahun 2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di WPP NRI. Permen ini lahir dikarenakan 5.329 kapal ukuran di atas 30 gross ton (GT), sebanyak 4.000-nya adalah kapal milik perusahaan Indonesia. Sedangkan 1.300 adalah kapal eks asing yang dialihkan kepemilikannya ke swasta nasional.

Sebanyak 70 persen dari kapal tersebut tidak punya NPWP yang benar dan 40 persen perusahaannya tidak terdaftar. Selain itu, pemerintah mencoba untuk menghindari berbagai aktivitas pelanggaran lainnya, seperti penyelundupan Bahan Bakar Minyak (BBM), narkoba dan barang-barang lainnya.

 

Dampak positif Permen ini adalah tegaknya kedaulatan laut dari upaya ocean grabbing (perampasan ruang laut dan SDI) dan meningkatnya kapasitas produksi (dalam jangka panjang). Data KKP tahun 2016 mencatat, produksi di 12 Pelabuhan basis kapal asing menurun (482 ribu ton pada tahun 2014 dan 289 ribu ton pada tahun 2015). 

 

Namun produksi di 10 pelabuhan basis kapal lokal meningkat (83 ribu ton pada tahun 2014 dan 146 ributon pada tahun 2015). Selain itu, berkurangnya kerugian ekonomi akibat praktek illegal fishing yang diperkirakan mencapai Rp 300 triliun per tahun.

Tags:

Berita Terkait