Kebijakan Menaikkan BBM Bersubsidi Dinilai Tidak di Waktu yang Tepat
Terbaru

Kebijakan Menaikkan BBM Bersubsidi Dinilai Tidak di Waktu yang Tepat

Alih-alih melakukan pembatasan dengan menyasar pengguna solar misalnya yang selama ini dinikmati industri skala besar, pertambangan dan perkebunan besar tapi cara pemerintah justru mengambil langkah naikkan harga BBM subsidi. Kenaikan harga dinilai merupakan mekanisme yang paling tidak kreatif.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit

“Karena BBM ini kebutuhan mendasar, ketika harganya naik maka pengusaha di sektor industri pakaian jadi, makanan minuman, hingga logistik semuanya akan terdampak. Pelaku usaha dengan permintaan yang baru dalam fase pemulihan, tentu risiko ambil jalan pintas dengan lakukan PHK massal. Sekarang realistis saja, biaya produksi naik, biaya operasional naik, permintaan turun ya harus potong biaya biaya. Ekspansi sektor usaha bisa macet, nanti efeknya ke PMI manufaktur kontraksi kembali dibawah 50,” ujarnya.

Sementara itu bansos yang digelontorkan pemerintah hanya melindungi orang miskin dalam waktu 4 bulan. Hal tersebut dinilai tidak akan cukup dalam mengkompensasi efek kenaikan harga BBM.  

“Misalnya ada kelas menengah rentan, sebelum kenaikan harga Pertalite masih sanggup membeli di harga 7.650 per liter, sekarang harga Rp10.000 per liter mereka turun kelas jadi orang miskin. Data orang rentan miskin ini sangat mungkin tidak tercover dalam BLT BBM karena adanya penambahan orang miskin paska kebijakan BBM subsidi naik. Sehingga pemerintah perlu mempersiapkan efek berantai naiknya jumlah orang miskin baru dalam waktu dekat,” jelasnya.

Alih-alih melakukan pembatasan dengan menyasar pengguna solar misalnya yang selama ini dinikmati industri skala besar, pertambangan dan perkebunan besar tapi cara pemerintah justru mengambil langkah naikkan harga BBM subsidi. Bima menilai kenaikan harga merupakan mekanisme yang paling tidak kreatif!

“Tujuan utama untuk membatasi konsumsi Pertalite subsidi juga tidak akan tercapai, ketika disaat bersamaan harga Pertamax ikut naik menjadi 14.500 per liter. Akibatnya pengguna Pertamax akan tetap bergeser ke Pertalite,” pungkasnya.

Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri ESDM Arifin Tasrif mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi jenis pertalite dari Rp7.650,00 per liter menjadi Rp10 ribu/liter; solar bersubsidi dari Rp5.150,00/liter menjadi Rp6.800,00/liter; dan pertamax nonsubsidi dari Rp12.500,00/liter menjadi Rp14.500,00/liter yang berlaku sejak Sabtu, 3 September 2022, pukul 14.30 WIB.

“Ini berlaku satu jam sejak saat diumumkannya penyesuaian harga ini jadi akan berlaku pukul 14.30 WIB,” kata kata Menteri ESDM Arifin Tasrif. Menteri Arifin dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (3/9/2022) seperti dikutip dari Antara.

Pemerintah memutuskan skema mengalihkan subsidi BBM menjadi bantuan sosial, sehingga harga BBM mengalami penyesuaian. Saat ini besaran subsidi dan kompensasi energi telah mencapai Rp502,4 triliun di APBN 2022, yang terdiri dari subsidi energi Rp208,9 triliun dan kompensasi energi sebesar Rp293,5 triliun.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam keterangan persnya menyebutkan pemerintah telah berupaya sekuat tenaga untuk melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia. Pemerintah, kata Jokowi, telah meningkatkan hingga tiga kali lipat besaran subsidi dan kompensasi energi di APBN 2022.

Nilai subsidi BBM tersebut, kata Presiden Jokowi, juga terus meningkat. "Dan lagi lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu yaitu pemilik mobil-mobil pribadi," kata Presiden.

Tags:

Berita Terkait