Keberatan KPK atas Keterangan Denny Indrayana di Kasus Meikarta
Berita

Keberatan KPK atas Keterangan Denny Indrayana di Kasus Meikarta

Keterangan pers tersebut yang seolah-olah pernyataan KPK dijadikan legitimasi untuk dapat meneruskan proyek Meikarta. Setelah menggeledah rumah CEO Lippo Group James Riady, KPK juga membuka peluang panggil James Riady.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Jubir KPK Febri Diansyah. Foto: RES
Jubir KPK Febri Diansyah. Foto: RES

Corporate lawyer PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) Denny Indrayana memberikan keterangan pers perihal kasus dugaan suap pembangunan proyek Meikarta yang melibatkan petinggi Lippo Group, pegawai Lippo, Bupati Bekasi, hingga pejabat di Pemkab Bekasi. PT MSU ini merupakan anak usaha Lippo Cikarang Tbk yang juga pelaksana proyek Meikarta.

 

Ada empat poin keterangan Denny Indrayana. Pertama, sejalan dengan keterangan KPK, proses hukum yang saat ini berlangsung di KPK adalah hal yang terpisah dan berbeda dengan proses pembangunan yang masih berjalan di Meikarta. Kedua, PT MSU dapat meneruskan pembangunan yang telah dan masih berjalan sesuai komitmennya kepada konsumen (pembeli) dalam upaya dan kontribusi membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia.

 

Ketiga, PT MSU akan bertanggung jawab dan terus berusaha untuk memenuhi kewajiban-kewajiban perusahaan lain yang berkaitan dengan pembangunan di Meikarta agar semua prosesnya berjalan baik dan lancar sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Keempat, PT MSU akan tetap menghormati dan terus bekerja sama dengan KPK untuk menuntaskan proses hukum yang sekarang masih berlangsung.

 

"Demikian penjelasan kami, terima kasih atas kerja samanya," ujar Denny dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (18/10/2018).  

 

Akan tetapi, keterangan tersebut ternyata membuat komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keberatan. Lembaga antirasuah ini merupakan penegak hukum yang menangani perkara kasus suap terkait kemudahan berbagai macam perizinan pembangunan proyek Meikarta.  

 

Seperti diketahui, kasus ini melibatkan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro beserta dua orang konsultan dan pegawainya. Uang suap diduga diberikan kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan sejumlah pejabat Pemkab Bekasi.

 

"Kami keberatan dengan poin siaran pers tersebut yang seolah-olah pernyataan KPK dijadikan legitimasi untuk meneruskan proyek Meikarta," kata Febri dalam keterangannya, Kamis (18/10/2018). Baca Juga: Peluang KPK Jerat Lippo Group Tersangka Korporasi

 

Febri menegaskan KPK tidak pernah menyampaikan setuju atau tidak setuju proyek Meikarta diteruskan. Alasannya, karena saat ini pihaknya fokus pada pokok perkara dugaan suap terkait sejumlah perizinan proyek pembangunan Meikarta. "Sejauh ini, di KPK belum ada pembahasan tentang apakah ada atau tidak ada rekomendasi penghentian atau pencabutan izin Meikarta," kata dia.

 

Hingga berita ini diturunkan, Denny Indrayana belum menjawab konfirmasi Hukumonline terkait keberatan KPK ini. Ia juga belum memberikan tanggapan mengenai penggeledahan yang dilakukan KPK terkait PT MSU dan apakah ada indikasi uang suap sebesar Rp7 miliar memang berasal dari perusahaan tersebut.

 

Geledah

Selain menetapkan sejumlah tersangka, KPK juga melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi mulai Rabu (17/10) hingga Kamis (18/10). Pada Rabu, KPK menggeledah Kantor DPMPTSP Bekasi, Kantor Bupati Bekasi, rumah pribadi Bupati, Kantor Lippo di Tangerang dan rumah Billy Sindoro yang menjadi tersangka.

 

Tak hanya kantor Lippo, KPK juga menggeledah rumah James Riady, CEO Lippo Group bersama dengan Apartemen Trivium Terrace, Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Damkar, Hotel Antero Cikarang terkait dengan PT MSU dan juga kantor Lippo Cikarang di Bekasi.

 

"Dari sejumlah lokasi tersebut, selain dokumen perizinan, barang bukti elektronik dan kontrak, KPK juga menyita dokumen perencanaan proyek Meikarta," kata Febri. Baca Juga: Rumah CEO Lippo dan Bupati Bekasi Digeledah, Ini Bukti yang Ditemukan KPK

 

Sayangnya Febri tidak menjelaskan secara rinci mengenai hasil penggeledahan di rumah James Riady. "Saat ini informasi penyitaan belum bisa disampaikan secara detil karena masih proses penyidikan. Namun, secara umum apa yang disita sudah diinformasikan," terangnya.

 

Terkait penggeledahan di kantor James Riady, KPK juga membuka peluang untuk menghadirkannya sebagai saksi. Dengan catatan, keterangan James dianggap relevan dan berkaitan dengan perkara ini, sehingga bisa membantu KPK dalam proses penyidikan kasus ini.

 

"Semua pihak yang relevan dan terkait tentu mungkin untuk dipanggil. Untuk menentukan relevan atau tidaknya kami perlu membahas atau mendalami terlebih dahulu perkembangan proses penyidikan ini, bisa dari dokumen-dokumen atau bukti bukti yang dimiliki KPK. Nanti akan kami informasikan siapa saja pihak yang akan dipanggil."  

 

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Billy Sindoro, Taryadi, Fitra Djaja Purnama, dan Henry Jasmen selaku direktur operasional, konsultan, dan pegawai Lippo Group. Sebagai pemberi keempatnya dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Mereka diduga secara bersama-sama menyuap Bupati dan sejumlah kepala dinas di Pemkab Bekasi sebesar Rp7 miliar dari commitment fee yang dijanjikan sebesar Rp13 miliar terkait berbagai perizinan untuk pembangunan proyek Meikarta.  

 

Pihak penerima yaitu Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin Dkk dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf B UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Kemudian Kepala Dinas PUPR Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Pelayanan Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DP-MPTSP) Dewi Tisnawati dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi dikenakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tags:

Berita Terkait