Keberadaan Dekopin dalam UU Perkoperasian Dinilai Perlu Ditinjau Ulang
Berita

Keberadaan Dekopin dalam UU Perkoperasian Dinilai Perlu Ditinjau Ulang

Status Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) sebagai wadah tunggal harus diakhiri.

Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Dalam rangka memperkuat peran badan hukum koperasi dalam perekonomian, Alumni Institut Manajemen Koperasi Indonesia yang tergabung dalam wadah IKA Ikopin meminta agar UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian segera direvisi. IKA Ikopin berharap, pemerintah dan DPR dapat meninjau kembali keberadaan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) dalam UU tersebut.

 

"Kami minta pemerintah harus meninjau kembali keberadaan Dekopin yang dilegitimasi oleh UU No. 25 tahun 1992 karena dalam praktiknya justru dipakai untuk kepentingan perorangan pengurusnya," kata Ketua DPP IKA Ikopin, Adri Istambul Lingga Gayo di Jakarta, sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu (27/12).

 

Adri beranggapan, Dekopin telah gagal dalam menjalankan perannya dalam mengusung penguatan koperasi masuk ke dalam program dan sub-program Nawacita. Selain itu, Dekopin juga tidak memiliki posisi tawar dengan pemerintah dan institusi politik lainnya untuk mengusung agenda perkoperasian.

 

Dekopin, menurut Adri, bukan lagi menjadi alat perjuangan koperasi tetapi menjadi alat perjuangan kepentingan individu. "Oleh karenanya status Dekopin sebagai wadah tunggal harus diakhiri, dengan demikian UU No. 25 Tahun 1992 yang menjadi legitimasi status tersebut haruslah diubah," tegas Adri.

 

Selain meninjau keberadaan Dekpin, lanjut Adri, revisi UU Perkoperasian juga bertujuan untuk merevitalisasi keberadaan badan usaha koperasi di Indonesia. Keduanya masuk sebagai program kerja IKA Ikopin. Revitalisasi ini bertujuan agar koperasi memiliki peran lebih di bidang ekonomi sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 serta Program Nawacita Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

 

Menurut Adri, apabila berpegang kepada Pasal 33 UUD 1945, di mana koperasi ditempatkan sebagai soko guru perekonomian Indonesia, maka apa yang dilakukan oleh pemerintahan sangat jauh dari apa yang diharapkan oleh dunia perkoperasian di Indonesia. Namun, kenyataan yang terjadi bertolak belakang dengan amanat Pasal 33 UUD 1945.

 

Baca:

 

Sementara itu, Ketua Litbang IKA Ikopin, Ferry Kurniawan mengatakan, memasuki tahun keempat dan kelima pemerintahan Jokowi-JK, koperasi harus dikembalikan pada perannya sebagai soko guru perekonomian di Indonesia. "Dengan demikian, pemerintah secara jelas harus berpihak untuk menempatkan koperasi menjadi soko guru dalam sistem perekonomian nasional," katanya.

 

Ferry mengatakan, koperasi sebagai badan hukum wajib menguasai tiga sektor strategis yang selama ini menguasai hajat hidup orang banyak yakni sektor perumahan rakyat, sektor pangan, serta sektor kesehatan. "Adalah sesuatu hal yang berbahaya apabila penguasaan sektor strategis ini dari hulu ke hilir diserahkan kepada BUMN atau Swasta, perlu ada mekanisme agar koperasi itu terlibat di dalamnya," tambahnya.

 

Ia juga melihat ada kecenderungan penguasaan lahan perkebunan berhektar-hektar kepada korporasi. Padahal sesuai amanat perundangan melalui pola inti dan plasma seharusnya badan usaha koperasi mengambil peranan di dalamnya, bukan menjadi bagian dari korporasi tersebut.

 

Ketua Harian DPP IKA Ikopin, Firman Ubaidillah mengatakan, dalam program kerjanya IKA Ikopin berencana meningkatkan peranan SDM koperasi di Indonesia. Kehadiran Ikopin sebagai perguruan tinggi seharusnya dapat mencetak SDM yang handal dan mengambil peranan penting dalam memajukan perkoperasian.

 

"Ikopin perlu memposisikan diri menjadi opinion leader dalam publikasi di media massa terkait dengan pemikiran-pemikiran tentang perkoperasian secara nasional. Sebagaimana diketahui dunia perkoperasian di Indonesia saat ini tidak memiliki corong yang akan terus menyuarakan gagasan-gagasan pembaharuan perkoperasian di Indonesia," pungkasnya. (ANT)

Tags:

Berita Terkait