Kebakaran Pabrik Korek Api, Pengawas Ketenagakerjaan Temukan 6 Pelanggaran
Berita

Kebakaran Pabrik Korek Api, Pengawas Ketenagakerjaan Temukan 6 Pelanggaran

Mulai membayar upah di bawah ketentuan, pelanggaran K3, mempekerjakan anak di bawah umur, belum wajib lapor perusahaan, hingga belum mendaftarkan program BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan,

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Hasil penelusuran tim gabungan pengawas ketenagakerjaan menemukan sedikitnya 6 pelanggaran ketenagakerjaan di pabrik korek api milik PT Kiat Unggul yang terbakar akhir pekan lalu di Binjai, Langkat, Sumatera Utara. Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri mengatakan hasil temuan itu menjadi pijakan pengawas untuk menyelesaikan kasus ketenagakerjaan di perusahaan itu.

 

“Setiap bentuk pelanggaran harus ditindak,” kata Hanif di Jakarta, Senin (24/6/2019).

 

Hanif mengungkapkan enam bentuk pelanggaran yang dilakukan perusahaan korek api itu. Pertama, perusahaan tidak memberikan perlindungan kepada pekerja terkait kesejahteraan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Kedua, perusahaan mempekerjakan anak berumur 15 tahun. Ketiga, perusahaan belum menunaikan wajib lapor ketenagakerjaan untuk tempat kerja dimana peristiwa kebakaran terjadi. Pabrik yang terbakar di Binjai, Langkat, Sumatera Utara itu merupakan cabang PT Kiat Unggul.

 

“Perusahaan tidak melaporkan keberadaan cabang perusahan itu kepada dinas ketenagakerjaan, sehingga tidak tercatat dan masuk kategori ilegal,” kata Hanif.

 

Keempat, perusahaan membayar upah tenaga kerja lebih rendah dari ketentuan upah minimum kabupaten Langkat. Kelima, perusahaan belum mendaftarkan pekerjanya dalam program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Hanya satu pekerja yang sudah didaftarkan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, selebihnya belum. Keenam, perusahaan belum melaksanakan seluruh syarat K3.

 

Selain itu, dari investigasi di tempat kejadian, diketahui sumber api berasal dari pintu belakang yang menjadi akses keluar masuk pekerja. Pintu depan terkunci, sehingga ketika kebakaran para pekerja tidak bisa menyelamatkan diri karena tidak ada jalur evakuasi.

 

Hanif menyebut perusahaan tidak punya alat pemadam kebakaran dan sirkulasi udara yang memenuhi syarat. Parahnya, pabrik itu tidak dilengkapi fasilitas pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dan tidak tersedia alat pelindung diri (APD). Baca Juga: Kebakaran Pabrik Korek Api, Momentum Benahi Pengawasan Ketenagakerjaan

 

Terpisah, Pelaksana Harian (Plh) Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PNK3) Amarudin mengatakandari 30 korban meninggal, hanya satu pekerja yang telah terdaftar BPJS Ketenagakerjaan yakni atas nama Gusliana. Amarudin menghitung ahli waris akan mendapatkan santunan kecelakaan kerja dari BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp 150.411.288. 

Untuk santunan ahli waris pekerja yang belum terdaftar BPJS Ketenagakerjaan, Amirudin menyebut Dinas Tenaga Kerja Sumatera Utara akan membuat penetapan yang menyatakan para korban sebagai korban kecelakaan kerja. Penetapan itu diperlukan agar ahli waris korban mendapatkan santunan kecelakaan kerja sesuai ketentuan yang berlaku. 

 

Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Krishna Syarif mengatakan peserta BPJS Ketenagakerjaan yang menjadi korban dalam peristiwa kebakaran di pabrik korek api itu akan mendapatkan manfaat program BPJS Ketenagakerjaan. Mengacu hasil verifikasi Tim Layanan Cepat Tanggap (LCT) BPJS Ketenagakerjaan, tercatat hanya 1 pekerja bernama Gusliana yang terdaftar sebagai peserta. Dia bekerja sebagai mandor di PT Kiat Unggul, yang tercatat sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan kantor cabang Binjai.

 

Krishna menjelaskan PT Kiat Unggul terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan sejak Juni 2015 dengan jumlah pekerja 27 orang. Tapi setelah peristiwa nahas itu baru diketahui PT Kiat Unggul memiliki 2 lokasi pabrik. Pekerja yang terdaftar BPJS Ketenagakerjaan hanya untuk pabrik yang beralamat di Kabupaten Deli Serdang. Untuk lokasi kerja di Kabupaten Langkat, dimana peristiwa kebakaran itu terjadi ternyata belum terdaftar.

 

PT Kiat Unggul termasuk kategori perusahaan daftar sebagian tenaga kerja. Gusliana merupakan mandor yang bertugas mengawasi pabrik korek api gas di Kabupaten Langkat ketika musibah itu terjadi. Krishna melanjutkan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan 4 program jaminan sosial yang melindungi pekerja yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP). 

 

Krishna menjelaskan perusahaan yang belum tertib dan masih melakukan pelanggaran dikenal dengan istilah perusahaan daftar sebagian (PDS). Misalnya, upah pekerja yang dilaporkan perusahaan tidak sesuai dengan upah sebenarnya yang diterima pekerja secara rutin. Kemudian, perusahaan belum mendaftarkan seluruh pekerjanya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan dan perusahaan hanya mengikuti sebagian program jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan.

 

Krishna memaparkan PT Kiat Unggul melaporkan upah Gusliana sebesar Rp2,9 juta per bulan. “Besaran santunan yang diberikan sebesar Rp 150,4 Juta yang terdiri atas manfaat JKK meninggal dunia, JHT dan JP yang akan dibayarkan secara lumpsum kepada ahli waris Gusliana,” lanjutnya.

 

Krishna mengimbau seluruh pihak perusahaan mengutamakan keselamatan pekerja di tempat kerja. Perusahaan harus memastikan seluruh pekerjanya terlindungi program BPJS Ketenagakerjaan. Mengacu PP No.44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JKK dan JKM, pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerjanya dalam program jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan, perusahaan wajib memberi santunan kepada pekerja yang besarannya minimal sama dengan santunan yang diberikan BPJS Ketenagakerjaan.

Tags:

Berita Terkait