Keadilan Atas Nama Siapa?
Kolom

Keadilan Atas Nama Siapa?

Mengubah kepala putusan pengadilan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi berirah-irah Atas Nama Negara Hukum Indonesia merupakan langkah fundamental dan moderat. Secara sistematis, struktural, dan objektif, ia menyelaraskan putusan pengadilan dengan ikhtiar mewujudkan Negara Hukum Indonesia.

Bacaan 7 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Putusan bebas Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas dakwaan penganiayaan terhadap Ronald Tannur membangkitkan antipati publik. Rasa keadilan terkoyak. Perasaan serupa terjadi Mei lalu ketika Mahkamah Agung (MA) mengubah batas usia minimum calon kepala dan wakil kepala daerah. Sebelumnya, reaksi lebih gempar menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah batas usia calon presiden dan wakil presiden pada Oktober 2023 lalu. Seperti umumnya ketiga putusan ini berkepala putusan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Jika putusan yang didasarkan pada pemakluman tersebut menimbulkan reaksi negatif yang keras dari masyarakat, maka ada disparitas antara ekspektasi publik dengan pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Jika terjadi pembiaran, maka citra dan wibawa pengadilan merosot. Akibat lebih serius adalah kewibawaan negara dan cita Negara Hukum bisa runtuh.

Tren ini menuntut evaluasi agar ada reaksi proporsional yang suai-tuju (terarah, red). Biar jelas, sebagaimana Pembukaan UUD, tujuan luhur kita adalah terwujudnya “Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Sebagai bagian integral kehidupan bernegara, putusan pengadilan adalah batu bata dari bangunan Negara Hukum Indonesia. Karena itu, mengkritisi bunyi kepala putusan dan memikirkan penggantinya menjadi keharusan. Saya mengusulkan “Atas Nama Negara Hukum Indonesia”.

Baca Juga:

Putusan Pengadilan

Putusan adalah pernyataan hakim sebagai pejabat negara untuk menyelesaikan perkara. Perkara perdata terjadi karena ada pihak yang merasa haknya terlanggar oleh pihak lain. Perkara pidana timbul dari pelanggaran atau kejahatan yang dituduhkan kepada terdakwa. Selain kedua perkara yang merupakan kewenangan peradilan di bawah MA ini terdapat perkara seperti pemasungan hak konstitusional dan sengketa pemilihan umum yang menjadi kewenangan MK.

Setiap perkara adalah batu ujian bagi pelaksanaan hukum. Jika hukum bengkok, ia harus ditegakkan atau diluruskan. Putusan menyatakan ke(tidak)benaran gugatan, dakwaan, atau permohonan menurut hukum dan keadilan, sehingga tercipta ketertiban dalam kehidupan bernegara. Masyarakat pun mendapatkan keyakinan bahwa jika terjadi pelanggaran hukum terdapat sistem korektif yang sistematis.

Kekuatan Eksekutorial

Kepala putusan memberikan kekuatan eksekutorial. Bila pihak yang kalah atau bersalah tidak kooperatif, maka Negara dapat memaksakan pelaksanaannya, termasuk memakai kekerasan, dengan mengerahkan segenap aparaturnya. Pemaksaan putusan menunjukkan sikap konsekuen Negara untuk menegakkan hukum, keadilan, dan kewibawaannya.

Tags:

Berita Terkait