Ke Depan, Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara Semakin Ketat
Berita

Ke Depan, Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara Semakin Ketat

UU BPK yang baru ini diharapkan dapat menjadi pendukung reformasi manajemen keuangan pemerintah yang semakin akuntabilitas dan transparan

Lut
Bacaan 2 Menit
Ke Depan, Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara Semakin Ketat
Hukumonline

 

Dengan mengucapkan bismilah, Fraksi Partai Golongan Karya menyetujui RUU BPK disahkan menjadi UU BPK, ujar Hari Azhar Aziz, juru bicara Fraksi Partai Golkar. Pernyataan serupa dilontarkan juru bicara fraksi lainnya di antaranya Noersita Nasution (Fraksi PKS), Bursah Zanubi (Fraksi Bintang Reformasi), Amri Said Husni (Fraksi PKB) dan Ichwan Ishak (Fraksi PAN).

 

Hanya saja, dalam pandangan akhirnya Fraksi PAN memberikan sedikit catatan. Terutama mengenai posisi dan kedudukan BPK yang semakin independen dan mandiri. Fraksi PAN mengharapkan dengan adanya UU BPK yang baru ini, BPK lebih independen secara kelembagaan, transparan dalam anggaran dan pemeriksaan keuangan negara, tegas Ichwan.

 

Catatan lainnya berkaitan dengan adanya perwakilan BPK di provinsi. Dengan adanya perwakilan ini, diharapkan BPK segera melakukan re-organisasi untuk menyesuaikan seperti yang diamanatkan dalam UU BPK yang baru. Dari sekian catatan yang kami berikan, kuncinya hanya dua kata yaitu akuntabilitas dan transparan, tambahnya.

 

Mulusnya pengesahan UU BPK ini juga tak lepas dari peran Wakil Ketua DPR RI Soetardjo Soeryoguritno yang memimpin Rapat Paripurna. Ia dengan sigap merespon setiap anggota dewan yang ingin mengajukan interupsi dan mampu mencairkan suasana.

 

Atas kesigapan ini, sejumlah anggota dewan pun protes. Mbah…mbah… jangan terlalu cepat dipotong. Kami tidak bisa interupsi, ujar Effendi Simbolon, anggota Komisi VII yang disambut tawa anggota dewan lainnya.

 

Sementara itu, Menkeu Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mewakili pemerintah menyatakan terima kasih kepada DPR khususnya anggota Pansus RUU BPK hingga disahkannya menjadi UU BPK.

 

Dengan adanya UU BPK yang baru ini, Menkeu berharap dapat menjadi pendukung reformasi manajemen keuangan pemerintah. Reformasi ini ditandai dengan terbitnya tiga UU antara lain UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

 

Menkeu menambahkan, UU BPK ini juga akan memperjelas hakekat kebebasan dan kemandirian BPK terutama dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sekaligus menjadi acuan penyusunan Standar Pemeriksaan keuangan Negara (SPKN).

 

Yang tak kalah pentingnya, kata Menkeu, UU BPK ini akan memperjelas hubungan antara BPK dengan pemerintah, DPR/DPD/DPRD serta akuntan publik yang merupakan unsur profesi di bidang audit.

 

Di tempat terpisah, Ketua BPK Anwar Nasution mengaku telah mempersiapkan langkah-langkah reorganisasi begitu UU BPK disahkan. Salah satunya mengenai penambahan 2 anggota BPK sehingga totalnya menjadi 9 orang.

 

Anwar berharap, ada satu orang anggota BPK yang khusus menangani masalah audit dalam bidang lingkungan hidup dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Yang satu orang lagi, akan difokuskan untuk hal-hal yang berkaitan dengan administrasi negara, ujarnya kepada Hukumonline di sela-sela buka bersama di rumah dinas Ketua BPK di Jakarta, Senin (9/10).

 

Mantan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia ini menegaskan, kebutuhan auditor dalam bidang lingkungan dinilai cukup mendesak. Selain karena selama ini belum pernah dibentuk. Indonesia termasuk anggota working group mengenai masalah lingkungan di tingkat BPK sedunia. Kita akan malu jika ditanya kesiapan mengenai audit lingkungan ternyata kita tidak siap. Adanya auditor lingkungan sudah sangat mendesak, katanya.

 

Untuk menjadi seorang auditor lingkungan, lanjut Anwar tidak perlu berasal dari seorang akuntan. Ilmu lingkungan ini di luar mengenai akuntasi. Nanti ini akan diperluas untuk melakukan audit mengenai kinerja. Akuntansi itu hanya berkutat kepada masalah pembukuan saja. Pemahaman mengenai ekonomi masih kurang. Mengenai kebijakan publik juga kurang.

 

Nanti akan kita perluas. Tanpa adanya tenaga-tenaga tersebut nggak mungkin melakukan audit mengenai lingkungan itu, tandasnya sambil menambahkan akan secepatnya mengkomunikasikan keinginan ini dengan DPR. 

Tidak seperti dugaan semula, ternyata pengesahan RUU BPK menjadi UU BPK berlangsung mulus. Dalam Rapat Paripurna DPR RI yang berlangsung di Gedung Nusantara II DPR RI Jakarta, Selasa (10/10) ke-10 fraksi DPR secara mutlak menyetujui pengesahan UU BPK tersebut.

 

Dugaan adanya interupsi dari sejumlah anggota dewan khususnya dari mantan anggota Pansus RUU BPK yang akan mewarnai proses pengesahan itu ternyata tidak terjadi. Justru suasana cair dan terkadang diselingi canda di kalangan anggota dewan mewarnai pengesahan UU BPK itu.

 

Kekhawatiran itu muncul bermula dari suasana Pansus RUU BPK saat membahas materi UU BPK yang terdiri dari 11 Bab dan 40 Pasal, yang berlangsung alot dan menegangkan, baik dari kalangan anggota Pansus maupun dari pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM. Ada kekhawatiran di suasana seperti ini akan merembet saat pengesahan RUU BPK di Rapat Paripurna. Dan, kekhawatiran tidak terbukti.

 

Pengesahaan UU BPK ini tergolong cepat karena hanya butuh waktu 5 bulan sejak usulan revisi UU BPK ini diajukan pada Mei 2006 lalu. UU BPK ini diakui para politisi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) juga yang terhemat karena tidak memerlukan studi banding ke luar negeri.

 

Dalam pandangan akhir mengenai pengesahan RUU BPK menjadi UU BPK, ke-10 fraksi tak satu pun yang memberikan catatan khusus. Melalui masing-masing juru bicaranya, mereka menyatakan setuju dan mendukung pengesahan UU BPK ini.

Tags: