Ke Depan, UU SDA Harus Lindungi Masyarakat Ekonomi Lemah
Berita

Ke Depan, UU SDA Harus Lindungi Masyarakat Ekonomi Lemah

Pengelolaan sumber daya air yang lebih berstandar pada nilai ekonomi cenderung memihak kepada pemilik modal serta dapat mengabaikan fungsi sosial sumber daya air.

RED/ANT
Bacaan 2 Menit
Ke Depan, UU SDA Harus Lindungi Masyarakat Ekonomi Lemah
Hukumonline
Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr Syaiful Bakhri, SH. MH. mengatakan komersialiasi terhadap sumber air akan mengubah kultur budaya yang sekaligus menjadi salah satu bentuk pembodohan terhadap masyarakat.

"Komersialisasi sumber air itu sangat berbahaya dan dapat mempengaruhi kultur masyarakat. Setelah air dikuasai suatu golongan tidak lagi bisa menikmati air dengan bebas. Masyarakat dibodohi dengan dipaksa meminum air kemasan," kata Syaiful saat memberi kuliah umum, di Universitas Muhammadiyah, Palangka Raya, Kamis (2/4).

Ia mengatakan, komersialiasi sumber air tidak boleh lagi dilakukan lagi oleh pemerintah karena jika itu dilakukan masyarakat lah yang akan menerima imbas secara langsung. Menurutnya, di wilayah Jawa terdapat beberapa sumber air yang dulunya digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya seperti untuk konsumsi, peternakan ikan dan irigasi pertanian.

"Setelah sumber air dikuasai perusahaan air minum kemasan, beberapa masyarakat yang dulu mengandalkan sumber air itu menjadi kekurangan pasokan air sehingga untuk irigasi pertanian pun kekurangan air. Bahkan, sekarang masyarakat berebut untuk mendapatkan sisa-sisa sumber air yang ada," katanya.

Hal itu dikatakannya dalam seminar nasional yang digelar Program Pascasarjana UM Palangka Raya dengan tema 'Masihkah Air Sebagai Barang Mahal Pasca Pembatalan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air'.

Ia mengatakan, saat ini kebutuhan masyarakat terhadap air semakin meningkat didorong lebih menguatnya nilai ekonomi air dibanding nilai dan fungsi sosialnya. kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antar sektor, antar wilayah dan berbagai pihak yang terkait dengan sumber daya air.

Di sisi lain, lanjutnya, pengelolaan sumber daya air yang lebih berstandar pada nilai ekonomi cenderung memihak kepada pemilik modal serta dapat mengabaikan fungsi sosial sumber daya air.

"Berdasarkan hal itu, seharusnya UU SDA ke depannya lebih memberikan perlindungan terhadap kepentingan kelompok masyarakat ekonomi lemah dengan prinsip pengelolaan sumber daya air yang mampu menyelaraskan sosial, pelestarian lingkungan hidup, dan ekonomi karena saat ini harga air lebih mahal dari pada harga bahan bakar bensin," katanya.

Dia acara yang sama, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr Syaiful Bakhri, berpendapat saat ini hukum di Indonesia banyak yang dipermainkan melalui berbagai macam penafsiran untuk membuat celah tidak menaati peraturan tersebut.

"Saat ini hukum dimain-mainkan dengan cara interpretasi. Pemerintah kita 'suka' kurang tepat juga, apa yang sudah diputuskan Mahkamah Konstitusi 'diakal-akalin'," kata Syaiful.

Salah satu contohnya, lanjutnya, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau BP Migas yang telah dibubarkan berdasarkan yudisial review, tetapi pemerintah membentuk lagi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Ia mengatakan, terkait pembatalan suatu undang-undang, pemerintah berhak membuat UU baru dan substansi dari pasal-pasal di dalamnya tidak boleh mencantumkan unsur yang sama.

"Misalkan UU penyiaran yang melarang salah satu program televisi karena mendominasi dari sore sampai malam. Program itu ditegur Komisi Penyiaran dan mereka batalkan. Tetapi, muncul lagi dengan formasi dan acara yang sama yang beda cuma ditambahi namanya saja, acara itu hidup lagi. Jadi, hukum dimain-mainkan dengan penafsiran," kata mantan Dekan Fakultas Hukum UMJ itu.

Terkait dengan komersialisasi air, ia mengatakan, saat ini kebutuhan masyarakat akan air semakin meningkat sehingga mendorong lebih menguatnya nilai ekonomi air dibanding nilai dan fungsi sosialnya. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antarsektor, antarwilayah dan berbagai pihak yang terkait dengan sumber daya air.

Di sisi lain, lanjutnya, pengelolaan sumber daya air yang lebih berstandar pada nilai ekonomi cenderung memihak kepada pemilik modal serta dapat mengabaikan fungsi sosial sumber daya air.

"Pengelolaan sumber daya alam di Kalteng harus dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk memakmurkan segelintir golongan masyarakat ataupun perusahaan, terlebih jika dikuasai perusahaan atau orang asing. Pemerintah Kalteng harus menguasai dan mengelola SDA yang ada untuk kesejahteraan rakyat. Termasuk pengelolaan air," katanya.
Tags:

Berita Terkait