KDRT Non Fisik yang Dapat Dilaporkan
Terbaru

KDRT Non Fisik yang Dapat Dilaporkan

KDRT identik dengan kekerasan fisik seperti pemukulan dengan tangan maupun dengan benda. Seringkali, seseorang tidak menyadari tengah menjadi korban KDRT non fisik.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Hukumonline
Hukumonline

KDRT atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan kekerasan berbasis gender yang terjadi di ranah personal rumah tangga seseorang. Kekerasan yang terjadi di ranah personal pelakunya adalah orang yang dikenal baik dan dekat oleh korban, seperti kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri, ayah terhadap anak, paman terhadap keponakan, atau kakek terhadap cucu.

Pasal 1 UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, menyatakan perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan yang berakibat pada timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Baca Juga:

Dalam UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terdapat tiga ruang lingkup dari undang-undang ini yang dapat dilindungi dalam undang-undang ini, yaitu:

1. Suami, istri, dan anak

2. Orang-orang yang memiliki hubungan keluarga baik karena darah, perkawinan persusuan, pengasuhan, dan yang menetap di dalam rumah tangga

3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap di dalam rumah tangga tersebut.

Namun, selama ini kasus KDRT identik dengan kekerasan fisik seperti pemukulan dengan tangan maupun dengan benda. Seringkali, seseorang tidak menyadari tengah menjadi korban KDRT.

Berikut bentuk kekerasan non fisik KDRT yang dapat dilaporkan, yaitu:

1. Kekerasan Ekonomi

Kekerasan ekonomi mencakup melarang pasangan bekerja namun juga tidak menafkahi sesuai hak pasangan, menghabiskan uang pasangan tanpa persetujuan, serta menghalang-halangi usaha pasangan untuk mendapatkan pekerjaan.

Kekerasan ekonomi merupakan kekerasan yang cukup fundamental mengingat ekonomi hal krusial untuk pemenuhan kebutuhan dasar, jika kebutuhan dasar tidak terpenuhi maka akan berdampak terhadap emosional.

2. Kekerasan Psikis

Kekerasan psikis merupakan perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Contoh kekerasan psikis yang ada di dalam rumah tangga di antaranya mengkritik, merendahkan, ancaman, penghinaan dan pengendalian perilaku. Dampak dari kekerasan psikis memang tidak terlihat secara nyata, namun akan membekas dari dalam yang menyebabkan dampak yang mungkin lebih besar dari kekerasan fisik.

3. Penelantaran Rumah Tangga

Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya. Seseorang wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Penelantaran dapat berupa penelantaran pendidikan, gizi, maupun emosional.

4. Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual dapat terjadi di lingkup rumah tangga berupa pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga atau dapat terjadi pemaksaan hubungan seksual dengan tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

5. Isolasi Sosial

Kekerasan isolasi sosial mencakup pengurangan komunikasi individu dengan orang-orang sekitarnya sehingga individu tersebut dependen terhadap pasangannya. Salah satu contohnya adalah melarang pasangan untuk berkumpul bersama keluarga atau temannya, melarang pergi kecuali bersamanya, dan posesif.

Kasus-kasus KDRT non fisik tersebut dapat dilaporkan dengan ancaman sanksi pidana yang tertuang dalam UU BAB VIII tentang Ketentuan Pidana pada Pasal 44-53 dimana sanksi yang cukup meliputi kekerasan fisik yang tergolong berat, yang menyebabkan seseorang jatuh sakit atau luka berat maksimal 10 tahun dan yang menyebabkan meninggal dunia maksimal 15 tahun.

Kemudian, untuk kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan seksual yang menyebabkan korban tidak sembuh, hilang ingatan, dan gugur atau kematian janin di dalam kandungan dapat dikenakan sanksi hingga 20 tahun.

Tags:

Berita Terkait