Kawin Kontrak: Antara Agama, Hukum dan Realita
Utama

Kawin Kontrak: Antara Agama, Hukum dan Realita

Diyakini banyak kalangan kawin kontrak menimbulkan mudharat yang lebih besar ketimbang maslahah. Utamanya di pihak perempuan dan anak

Aru/CRH/CRI
Bacaan 2 Menit

 

Status Perkawinan

Bagaimana jika kawin kontrak terlanjur terjadi, apa akibat hukum yang muncul akibat perkawinan ini, seperti status perkawinan, pewarisan dan soal anak? Menurut Quraish Shihab, di negara yang mayoritasnya beraliran Syi'ah –aliran yang menerima konsep mut'ah- seperti Iran, status perkawinannya diakui. Bahkan status anak diakui, sehingga otomatis memungkinkan untuk menjadi ahli waris.

 

Namun itu di Iran, bagaimana di Indonesia? Menurut Rifyal, tidak ada akibat hukum apapun dalam perkawinan kontrak. Pasalnya, perkawinan seperti ini menurutnya adalah perzinahan. Masalahnya, praktek kawin kontrak sering ditemukan di dalam negeri. Salah satunya, ya, kasus di kawasan Puncak tadi.   

 

Hal inilah yang mengundang keprihatinan Venny. Menurut dia, pihak perempuan dalam kawin kontrak tidak lebih dari sekedar komoditas seks. Kawin kontrak hanya dijadikan alasan dengan menggunakan kedok agama untuk melaksanakan prostitusi terselubung. Selain itu, nasib anak hasil kawin kontrak pun menurut Venny tidak berbeda jauh dengan sang ibu. Hampir pasti si anak tidak akan mendapat warisan apapun. Setelah selesai masa kontrak. Maka anak akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab perempuan.

 

Soal perempuan sebagai pihak yang mempunyai potensi dirugikan lebih besar ini diamini oleh Quraish Shihab. Ia yakin tidak ada satupun perempuan yang tidak ingin, kecuali terpaksa, pernikahannya langgeng. Itu sebabnya jika ada orang tua yang dilamar anak gadisnya maka ia akan berpikir berulang kali untuk menerimanya. Ini berhubungan juga dengan stereotip yang berkembang bahwa perempuan itu ibarat korek api, yang setelah dinyalakan lalu dibuang.

 

Kalaupun pada akhirnya kawin kontrak dilakukan, maka menurut Moqsith Ghazali, hal harus diikuti dengan dibuatnya janji perkawinan. Dalam janji perkawinan tersebut harus diatur soal status perkawinan, jangka waktu termasuk nasib si anak yang bakal lahir.

 

Aturan

Ketiadaan aturan hukum yang mengatur mengenai kawin kontrak dengan segala akibatnya menyebabkan beberapa pihak mendesak agar dilakukannya pembaharuan dalam hukum perkawinan. Venny misalnya, menurut Venny, ketiadaan pasal yang mengatur soal kawin kontrak mengakibatkan aparat penegak hukum menggunakan jerat hukum lain.

 

Mengambil contoh di kawasan puncak, warga negara asing yang biasanya merupakan pelaku praktik kawin kontrak dijerat dengan peraturan soal keimigrasian. Itu untuk warga negara asing, bagaimana dengan warga lokal, karena pelaku praktik ini tidak melulu warga negara asing.

Tags: