Kata Pengamat Soal Kebijakan Kenaikan Harga BBM
Berita

Kata Pengamat Soal Kebijakan Kenaikan Harga BBM

Ada yang menyayangkan, tapi ada juga yang mendukung.

FNH
Bacaan 2 Menit
Foto: RES (Ilustrasi)
Foto: RES (Ilustrasi)
Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi alasan utama pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Total subsidi BBM yang mencapai Rp240 triliun membuat ruang fiskal menjadi sangat terbatas. Akibatnya, alokasi dana untuk sektor lain menjadi tidak maksimal. Sayangnya, subsidi tersebut justru tidak tepat sasaran.

Sebagian pihak mendukung rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Sebagian lagi justru menolak dengan berbagai argumentasi. Namun,kebijakan yang tidak popular tersebut tetap diambil oleh pemerintah.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mengatakan pemerintah menghadapi dilema untuk menaikkan harga BBM. Kenaikan harga BBM diiringi dengan persoalan-persoalan ekonomi Indonesia saat ini, yang memang menjadi tantangan bagi Presiden Joko Widodo.

“Menaikkan harga BBM pada akhir tahu 2014 ini memang menghadapi kondisi yang dilematis,” kata Enny di Jakarta, Senin (17/11).

Berdasarkan pandangannya, setidaknya ada lima kondisi dilematis yang menjadi pertimbangan pemerintah. Pertama, terjadinya pertumbuhan ekonomi Triwulan III 2014 yang hanya mencapai 5,01 persen. Kedua, penurunan daya beli masyarakat yang dipicu oleh naiknya  tariff dasar listrik (TDL) dan gas elpiji. Menurut Enny, kebijakan ini mempunyai dampak yang sangat signifikan terhadap daya beli masyarakat.

Ketiga, ekonomi biaya tinggi (high cot economy) yang dihadapi oleh sektor riil. Disamping menghadapi tekanan biaya logistik dan depresiasi rupiah, sektor riil juga mendapat tekanan akibat pengetatan kebijakan moneter, dengan suku bunga acuan 7,5 persen. Ditambah lagi dengan adanya tuntutan UMP.

Keempat, daya saing industri yang mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan oleh tekanan biaya ekonomi yang tinggi, yang menyebabkan pertumbuhan sektor industri terus mengalami penurunan. Berdasarkan catatan Indef, pada triwulan III 2014 sektor industri manufaktur Besar Sedang hanya mampu tumbuh 4,96 persen dan Industri Kecil Menengah (IKM) tumbuh 5,18 persen.

Kelima, ancaman stabilitas harga komoditas pokok. Tata niaga komoditas pokok, kecuali beras, sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar. Pemerintah tidak mampu lagi mempunyai instrument mengendalikan harga maupun pasokan, yaitu memiliki stok penyangga komoditas strategis sebagai instrument stabilisasi harga.

“Dengan melihat kompleksitas persoalan kenaikan harga BBM saat ini, seharusnya sebelum kebijakan kenaikan BBM dilakukan, pemerintah perlu mengambil langkah penyehatan perekonomian terlebih dahulu,” jelasnya.

Beberapa langkah yang dimaksud adalah mengurangi besaran subsidi BBM melalui perbaikan tata kelola migas, membatasi volume BBM bersubsidi dan menerapkan subsidi tepat sasaran. Kemudian,meningkatkan ruang fiskal yang masih sangat memungkinkan untuk dioptimalkan tanpa adanya kenaikan BBM terlebih dahulu seperti mengefisienkan belanja pemerintah yang tidak produktif, boros dan tumpang tindih anggaran dan mengoptimalkan sumber penerimaan baik dari pajak maupun penerimaan Sumber Daya dan PNBP.

Selanjutnya, meningkatkan peran stimulus fiskal. Dengan adanya kendali perencanaan pembangunan yang dikembalikan kepada Bappenas, menjadi awal terjadinya koordinasi dan sinergisitas program akan fokus pada pengingkatan kerja sektor riil yang menjadi prioritas. Realokasi subsidi yang tepat sasaran melalui konsistensi kebijakan energi nasional dan subsidi produktif untuk rakyat.

Selain itu, menyusun program stabilisasi harga kebutuhan pokok dengan membenahi pola tata niaga komoditas strategis yang dikuasai kartel dan kembali mempunyai instrument stabilisasi harga komoditas strategis.

“Dan pastinya menekan ekonomi biaya tinggi. Caranya dengan percepatan perbaikan dan penyederhanaan sistem perizinan dan birokrasi serta koordinasi kebijakan fiskal dan moneter yang tepat untuk menurunkan pengetatan likuiditas moneter dan optimalisasi stimulus fiskal,” terangnya.

Pengamat Ekonomi, Aviliani mendukung kenaikan BBM yang dilakukan oleh pemerintah. Bukan karena tergesa-gesa, tetapi lebih kepada kebaikan ekonomi Indonesia. Menurutnya, dengan kenaikan harga BBMmaka pemerintah dapat menghindari beberapa hal yang dapat menghambat rencana tersebut.

“Idealnya, BBM memang harus dinaikkan tahun ini,” kata Aviliani.

Tetapi jika pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM tahun depan, maka pemerintah harus bersiap-siap dengan akibat yang akan dihadapi. Pertama, semua barang akan dipastikan melonjak tinggi karena disamping naiknya harga BBM, seluruh pabrik-pabrik yang beroperasi di Indonesia juga akan menaikkan harga karena naiknya tariff dasar listrik.

Kedua, mekanisme menaikkan harga BBM harus melalui izin DPR, jika dilakukan tahun depan. Pasalnya, pemerintahan saat ini masih menggunakan APBN 2013. Ketiga, pemerintah harus menghadapi kebijakan tapering off yang akan diambil oleh Amerika Serikat tahun depan. Dan akibatnya, investasi akan terlambat masuk ke dalam negeri akibat belum adanya kepastian berinvestasi.

“Tingkat kesulitannya itu banyak tahun depan,” jelasnya.
Tags:

Berita Terkait