Kasus Sambo dan Teddy Momentum Percepatan Reformasi Polri
Terbaru

Kasus Sambo dan Teddy Momentum Percepatan Reformasi Polri

Percepatan reformasi Polri dengan suatu desain komprehensif, berbasis bukti (evidence based) dan berkelanjutan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Suasana serah terima jabatan di kepolisian. Foto Ilustrasi: RES
Suasana serah terima jabatan di kepolisian. Foto Ilustrasi: RES

Institusi Polri terus didera persoalan jajarannya yang tersandung persoalan hukum. Mulai perwira tinggi hingga perwira pertama yang terlibat pelanggaran etik dan tindak pidana. Sebut saja mantan Kepala Divisi Profesi Pengamanan (Kadiv Propam) Ferdy Sambo dan Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Teddy Minahasa. Kasus yang menjerat dua jenderal polisi itu harus dijadikan momentum dalam mereformasi Polri secara kultural dan struktural.

Ketua Setara Institusi, Hendardi mengatakan arahan langsung Presiden Joko Widodo terhadap 559 pejabat Polri dari tingkat Polda dan Polres menggambarkan kegelisahan publik terhadap kinerja institusi Polri dalam menjalankan mandat konstitusionalnya. Seperti menjaga keamanan, memberikan perlindungan dan pelayanan masyarakat, serta menegakkan hukum. Pengarahan massal seperti ini tampaknya kali pertama terjadi bagi Polri di masa Jokowi.

“Meskipun geram, Jokowi sesungguhnya masih sangat mempercayai Jenderal Listyo Sigit Prabowo mampu memimpin reformasi Polri,” ujarnya melalui keterangannya, Senin (17/10/2022).

Ia melihat Polri terjebak dengan tingginya prosentasi kepercayaan publik dan fluktuatif dari hasil survei kepuasan publik tanpa lebih dalam mendeteksi persoalan akut dan fundamental yang menuntut penyikapan holistik dan berkelanjutan. Alhasil, secara beruntun, berbagai persoalan di tubuh Polri menyeruak ke publik. Pasca kasus Ferdy Sambo, kontoroversi konsorsium 303, kegagalan pencegahan potensi kerusahan di Kanjuruhan, hingga teranyar kasus narkoba diduga menjerat petinggi Polri.

Dia menilai rangkaian peristiwa terus merusak kepercayaan publik, bahkan semakin melemahkan kinerja Polri. Tak hanya daya rusak internal yang mengoyak soliditas anggota dan pimpinan Polri, tapi daya rusak bagi publik lantara keadilan yang terusik. Sejumlah peristiwa beruntun berujung diragukannya profesionalitas dan imparsialitasnya Polri oleh publik. Secara sistematis dan masif gugatan atas kinerja Polri terus bergulir, termasuk kinerja Polri dalam penanganan terorisme.

“Tidak ada jalan lain bagi Polri, kecuali melakukan percepatan reformasi Polri dengan suatu desain komprehensif, berbasis bukti (evidence based), dan berkelanjutan,” sarannya.

Baca Juga:

Terpisah, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Abdul Halim mendorong Polri agar menjadikan kasus Sambo dan Teddy momentum bersih-berrsih di institusi Kepolisian. Dia mendukung langkap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam menindak jajarannya yang melakukan pelanggaran etik dan pidana. “Kita dukung Kapolri untuk melakukan pembenahan institusi Polri secara cepat dan menyeluruh,” kata dia.

Menurutnya, tanpa integritas tinggi dan kejujuran Polri, publik meragukan kasus Sambo dan Teddy bakal bisa dibongkar tuntas. Polri di tangan Listyo terus berupaya memperbaiki citra negatif dan institusi yang prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan (Presisi).

Dia berpendapat jika Kapolri tidak melakukan pembenahaan serius dan menyeluruh sesegera mungkin, maka momentum tersebut bakal lewat dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri akan semakin merosot. Karenanya, menjadi momentum yang tepat bagi Polri melakukan pembenahan internal dan memperbaiki citra Polri.

“Jangan sampai masyarakat skeptis dengan kepemimpinan Kapolri. Tindak tegas aparat polisi yang bermasalah. Lakukan segera monitoring dan evaluasi secara cepat dan menyeluruh,” harapnya.

Baginya, membersihkan institusi polisi dari narkoba, bisnis narkoba, judi online, prostitusi, hingga konflik di internal kepolisian dan kesewenang-wenangan dalam menangangi berbagai kasus hukum di tengah masyarakat menjadi kewajiban. Menurutnya, Polri harus bercermin dan mawas diri, serta menjaga nilai-nilai kepatutan serta keteladanan perilaku.

Terpisah, Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay meminta Polri mesti tegak lurus dalam menegakkan aturan bagi jajarannya yang melakukan pelanggaran etik dan pidana. Seperti kasus dugaan jual beli narkoba. Padahal, narkoba menjadi musuh masyarakat. Polri semestinya menjadi penegak hukum dan benteng pertahanan dalam melindungi masyaakat dari penyalahgunaan narkoba.

“Nah, kalau ada oknum polisi yang justru terlibat, sudah sangat pantas dihukum berat. Kapolri harus menunjukkan komitmen membersihkan kepolisian dari kasus-kasus narkoba,” pintanya.

Terhadap kasus yang menjerat Teddy Minahasa, perlu dilakukan pemeriksaan intensif dan lebih luas agar oknum-oknum lainnya agar dapat terungkap. Bisa jadi, ada oknum di internal dan eksternal kepolisian yang masih belum terungkap. Upaya bersih-bersih Polri menjadi momentum yang ditunggu-tunggu masyarakat.

“Kita doakan agar Kapolri dapat menyelesaikan masalah ini dengan cepat dengan semua kekuatan dan kemampuan yang dimiliki,” pungkas politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Sekedar diketahui, Ferdy Sambo dan sejumlah anak buahnya yang notabene anggota kepolisian terlibat dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J yang notabene ajudannya sendiri. Terdapat pula 6 anak buahnya yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan obstruction of justice. Kini, kasus ini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Khusus Ferdy Sambo, dirinya dijerat dengan dengan dua tindak pidana yakni pidana pembunuhan berencana dan obstruction of justice.

Sementara kasus teranyar, penangkapan terhadap Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Teddy Minahasa. Sebab, Teddy ditengarai terlibat dalam tindak pidana menjual barang bukti narkoba seberat 5 kilogram. Selain Teddy ada sejumlah anggota kepolisian yang terlibat, kasus yang melibatkan Teddy merupakan pengembangan dari penangkapan warga sipil, anggota kepolisian, dan mengarah ke Teddy.

Tags:

Berita Terkait