Kasus Perbankan Marak, BI Berbenah
Berita

Kasus Perbankan Marak, BI Berbenah

BI siap menerapkan asas kesetaraan atau resiprokal dengan bank asing terkait sulitnya pembukaan kantor cabang bank Indonesia di luar negeri.

Yoz
Bacaan 2 Menit
Terkait maraknya kasus perbankan BI berbenah.<br> Foto: Sgp
Terkait maraknya kasus perbankan BI berbenah.<br> Foto: Sgp

Bank Indonesia (BI) mulai berbenah terkait maraknya kasus perbankan yang terjadi belakangan ini, terutama mekanisme penagihan utang terhadap nasabah kartu kredit. Deputi Gubernur BI Muliaman Haddad mengatakan bank sentral akan menyempurnakan ketentuan mengenai Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK).

 

“BI akan mengeluarkan aturan baru yang mengatur aktivitas layanan nasabah prima termasuk wealth management, dan menerbitkan aturan mengenai pelaksanaan kegiatan alih daya (outsourcing) pada bank umum,” kata Muliaman dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR, Rabu (25/5).

 

Dikatakan Muliaman, dalam aturan mengenai layanan prima akan dijelaskan definisi dari produk dan kegiatan private banking, perizinan, prinsip kehati-hatian dalam operasional, manajemen risiko dan tata kelola dengan penekanan pada aspek perlindungan nasabah dan anti pencucian uang. Dengan mengacu kepada UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, aturan mengenai penggunaan tenaga outsourcing juga akan dikeluarkan.

Nantinya, aturan itu menekankan larangan atas penyerahan pekerjaan pokok pada alur kegiatan utama bank dan alur kegiatan pendukung usaha bank kepada pihak ketiga, kecuali berisiko rendah dan tidak membutuhkan kualifikasi kompetensi yang tinggi serta tidak mencakup pengambilan keputusan yang mempengaruhi operasional bank.

 

Selain itu, bank juga harus mewajibkan penyerahan pekerjaan dilakukan dengan perjanjian tertulis dan mewajibkan bank untuk menerapkan manajemen risiko secara efektif dalam melakukan penyerahan pekerjaan alih daya (outsourcing).

 

Tak hanya itu. BI juga siap menerapkan asas kesetaraan atau resiprokal dengan bank asing terkait sulitnya pembukaan kantor cabang bank Indonesia di luar negeri. Nantinya, kata Muliaman, bank sentral akan mengarahkan kantor cabang bank asing agar menjadi perusahaan yang berbadan hukum Indonesia.

 

Seperti diberitakan hukumonline sebelumnya, Ketua Himpunan Bank-Bank Negara Gatot M Suwondo mengeluhkan praktik perbankan di luar negeri banyak yang mengharuskan bank asing yang mau masuk ke wilayahnya untuk mendirikan anak usaha (subsidiary) sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di negara yang bersangkutan.

 

Menurutnya, bank nasional kesulitan untuk membuka cabang di luar negeri akibat peraturan tersebut. Dampaknya, proses pembukaan kantor cabang di luar negeri terhambat. “Kita minta BI menerapkan asas resiprokal (kesetaraan) bagi bank asing yang mau buka cabang di Indonesia. Karena kami mengalami hambatan untuk membuka cabang di luar negeri,” kata Gatot beberapa waktu lalu.

 

Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengancam jika bank lokal mengalami kesulitan membuka cabang di sebuah negara, maka bank dari negara itu tak akan diperbolehkan buka cabang di Indonesia. “Masa kita tidak boleh masuk ke luar negeri. Kan bisa saja dia beralasan. Kalau begitu ditetapkan saja asing tidak boleh masuk,” ketusnya.  

 

Terkait konsentrasi kepemilikan asing di perbankan seperti sekarang ini, Muliaman berjanji akan memberikan peluang untuk penyimpangan prinsip-prinsip prudensial. Untuk menyempurnakan hal ini, BI akan mengatur bank agar dimiliki oleh lebih banyak pihak atau go public.

 

Untuk diketahui, Kepemilikan mayoritas investor asing di perbankan domestik diatur dalam UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mengizinkan kepemilikan asing pada bank lokal hingga 99 persen. Hal ini diperjelas dalam Pasal 3 PP No 29 Tahun 2009 tentang Pembelian Saham Bank Umum. Kebijakan ini lahir saat Indonesia terjebak krisis akibat kesepakatan letter of intent (LoI) dengan Lembaga Moneter Internasional (IMF).

 

“Tapi kami perlu waktu untuk mengkaji, melihat, dan mempelajari dari negara lain agar tidak terjadi kekeliruan,” tutur Muliaman.

Tags: