Kasus mustika-ratu Sekadar Cari Sensasi
Berita

Kasus mustika-ratu Sekadar Cari Sensasi

Ada benarnya pendapat yang menyatakan sidang kasus mustika-ratu terkesan sekadar mencari sensasi saja. Seharusnya, kasus ini dapat diselesaikan melalui jalur yang lebih sederhana dan tidak serumit seperti sekarang. Karena saat ini, nama domain mustika-ratu.com berada dalam penguasaan PT. Mustika Ratu.

Ram/APr
Bacaan 2 Menit
Kasus mustika-ratu Sekadar Cari Sensasi
Hukumonline

Sebagai kasus yang relatif baru, memang agak sulit melihat sisi mana yang merupakan pelanggaran hukum dan sisi mana yang tidak. Hal ini yang seharusnya dicermati oleh penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, termasuk pengacara). Sehingga, kasus ini tidak berkembang kepada "penghakiman" tanpa argumentasi hukum yang jelas.

Tidak sedikit pihak yang menyangsingkan bahwa kasus ini akan dapat terselesaikan pada waktunya. Apalagi jika melihat surat dakwaan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) yang tidak jelas (obscur libel). Dakwaan pertama yang menyudutkan terdakwa pada perbuatan curang tentunya harus dapat dibuktikan oleh jaksa selaku wakil dari negara dalam kasus tersebut.

Kemudian dakwaan kedua lebih kepada persaingan curang seperti yang tertuang di dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Curang. Namun, agak sulit jika mencoba "menangkap" terdakwa dengan menggunakan dakwaan yang kedua.

Dalam UU No. 5 Tahun 1999 tersebut, perbuatan yang dilakukan terhadap suatu pesaing harus dapat dibuktikan (rule of reason) bahwa memang benar yang bersangkutan telah mengakibatkan kerugian.

Masih ada celah bagi jaksa untuk menggiring terdakwa ke pengadilan dengan menggunakan Pasal 382 bis KUHP. Namun dari pertanyaan yang diajukan oleh jaksa, sama sekali tidak melukiskan perbuatan yang diatur dalam pasal 382 bis KUHP tersebut. Karena itu, pendaftaran yang dilakukan oleh Tjandra Sugiono perlu dilihat motifnya.

Dalam pemeriksaan saksi tersebut, ternyata terdakwa Tjandra Sugiono menyanggah semua keterangan yang menyudutkan dirinya telah berbuat curang terhadap PT Mustika Ratu. Karena selama ini, yang bersangkutan tidak pernah menggunakan situs www.mustika-ratu.com untuk perdagangan sejak awal pendaftaran.

Filosofis domain name adalah sewa

Perdebatan yang berlangsung di pengadilan saat ini sepertinya didasari oleh perbedaan persepsi akan hak kepemilikan atas nama domain (domain name). Dalam perkembangannya, memang agak sulit mendefinisikan bahwa suatu nama domain itu dikategorikan sebagai hak milik, hak atas merek, atau hanya sebatas hak sewa saja.

Onno Purbo, pengamat teknologi informasi, melihat bahwa ada kesalahan memandang dari masyarakat, khususnya para pelaku bisnis dalam memandang hak dari penguasaan nama domain. Ia berpendapat, secara filosofis penguasaan nama domain itu adalah sewa dan bukan hak milik seperti yang berkembang saat ini.

Kesalahan memandang ini yang seharusnya menjadi pokok perhatian pada penegak hukum, khususnya jaksa. "Jika demikian halnya, kasus mustika-ratu.com dengan terdakwa Tjandra Sugiono seharusnya tidak berakhir ke penjara," tambah Onno pada hukumonline.

Onno menambahkan bahwa seharusnya PT Mustika Ratu menganggap kasus tersebut sudah selesai ketika Tjandra Sugiono mengembalikan nama domain mustika-ratu.com yang menjadi pokok sengketa.

Sampai saat ini, di Amerika dan Eropa juga masih terjadi perdebatan apakah kasus pendaftaran nama domain yang berujung pada penguasaan hak selama waktu tertentu dapat dikatakan sebagai pelanggaran hukum yang dapat menimbulkan kerugian.

Tampaknya, sulit dicari sandaran atau patokan kerugian yang ditimbulkan jika menyandarkan pada persepsi orang akan kalimat tertentu. Kiranya, harus dibuktikan lebih lanjut apa yang menjadi motif atau latar belakang dari terdakwa melakukan pendaftaran nama domain tersebut. Karena di sinilah akan terlihat, seberapa jauh terdakwa memanfaatkan nama domain yang dimaksud.

Nama domain vs merek

Tidak selalu penggunaan nama domain identik dengan sebuah merek. Memang ada beberapa perusahaan atau pihak yang mendaftarkan nama domain dengan nama yang sudah dikenal oleh masyarakat. Karena itu, perlu dibuat suatu batasan yang jelas kapan suatu nama domain adalah merek. Dengan demikian, pemanfaatan nama domain secara tidak berhak, dapat dihindari.

Merek dipahami sebagai susunan kata, kalimat, simbol, atau gambar. Merek juga merupakan kombinasi dari kata, kalimat, simbol, dan gambar yang menerangkan tentang suatu produk atau jasa dan memiliki unsur pembeda.

Amerika misalnya, mengidentikkan bahwa penggunaan nama domain dapat disamakan dengan penggunaan merek di dalam undang-undang tentang merek. Ketentuan ini berlaku bila dapat dibuktikan bahwa kegiatan pendaftaran tersebut berkaitan dengan penjualan suatu barang atau jasa akan menimbulkan kerugian bagi si pemilik.

Lain halnya dengan di Italia dan Inggris yang bersifat kasuistis. Di kedua negara Eropa ini, harus benar-benar diketahui bahwa nama merek yang didaftarakan sebagai nama domain telah dikenal sebelumnya sebagai merek. Sedang dalam ketentuan merek di Indonesia tidak dijelaskan, apakah penggunaan atau pendaftaran nama domain dengan menggunakan merek juga termasuk pelanggaran merek. 

Jika ini sudah terjawab, maka jaksa selaku penuntut umum tidak menggunakan pasal yang terkesan "asal-asalan" dalam menggiring terdakwa ke penjara. Jaksa sebagai pihak yang membuktikan, sudah sepatutnya mencari informasi yang berkaitan dengan pendaftaran nama domain yang ada di beberapa negara.

Indonesia mungkin lebih cocok menggunakan pola yang dipakai oleh Italia dalam mengangani kasus sengketa domain. Namun dari dua pola yang ada, tidak ada satu pun yang menarik kepada perbuatan pidana. Namun, lebih menekankan pada kerugian yang  ditinjau dari segi ekonomis dari pendaftaran nama domain tersebut.

 

Tags: