Kasus Manulife Kembali Muncul ke Permukaan
Utama

Kasus Manulife Kembali Muncul ke Permukaan

Lama tak terdengar, kasus Manulife muncul kembali ke permukaan. Perusahaan asuransi yang sempat dinyatakan pailit 2002 lalu, kini digugat secara perdata. Penyebabnya, dividen tahun 1999 yang belum dibayar ke pemegang sahamnya. Kasus lama jurus baru?

Leo/Gie
Bacaan 2 Menit

Pada intinya, PT Dharmala Sakti Sejahtera Tbk (DSS/dalam pailit), yang diwakili kuratornya, merasa bahwa mereka berhak mendapatkan pemnagian dividen dari AJMI di tahun 1999. Pasalnya, berdasarkan akta perjanjian usaha patungan 10 Juni 1988, DSS adalah pemegang 40 persen saham AJMI. Di perjanjian yang sama, dinyatakan bahwa DSS berhak mendapat pembagian dividen sebesar 40 persen dari laba atau surplus yang diperoleh AJMI sesuai dengan laporan keuangan.

DSS yang dinyatakan pailit pada September 2000, mengklaim mereka berhak mendapatkan pembagian dividen AJMI untuk tahun buku 1999 plus dividen antara Januari-September 2000. Sampai dengan gugatan ini didaftarkan, menurut Febry Irmansyah, kuasa hukum kurator DSS, AJMI tak kunjung membayar dividen tersebut. Sekedar informasi, Febry adalah kuasa hukum kurator DSS yang ‘sukses' memailitkan AJMI.

Dalam gugatannya, DSS mengklaim AJMI harus membayar lebih dari Rp164 miliar. Jumlah tersebut terdiri dari pembagian dividen tahun buku 1999 plus bunga selama 4 tahun 4 bulan, ditambah dividen Januari-September 2000, plus bunga selama 3 tahun 4 bulan.

Untuk memperkuat dasar gugatannya, kurator DSS di dalam gugatan juga menyinggung-nyinggung putusan PN Niaga dan kasasi perkara kepailitan AJMI. Di putusan PN Niaga yang menyatakan AJMI pailit, kurator DSS menyatakan bahwa ada pertimbangan hukum yang menyatakan kalau utang AJMI belum dibayar kepada DSS.

Kemudian, di putusan kasasi yang membatalkan kepailitan AJMI, ada pertimbangan hukum yang menyebutkan bahwa untuk menghadap di muka pengadilan, kurator harus mendapat izin terlebih dahulu dari hakim pengawas. Pertimbangan hukum lain di tingkat kasasi menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap perkara AJMI harus dilakukan melalui gugatan perdata ke pengadilan negeri. Sekarang, kurator DSS menyatakan bahwa dalam pengajuan gugatan ini ke pengadilan negeri, mereka telah mendapat izin dari hakim pengawas.

Tidak berhak

Menanggapi gugatan ini, Stefanus Haryanto, kuasa hukum AJMI, menyatakan bahwa kurator DSS tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan. Pasalnya, saham AJMI yang dulu dimiliki DSS sudah dikuasai oleh Manufacturer Life Insurance. Stefanus menganalogikan gugatan ini dengan penjualan rumah dengan pohon mangganya.

Kalau kita punya rumah yang ada pohon mangganya. Pada tahun 2000, rumah berserta pohon mangganya dijual, bisa nggak pada tahun 2004 kita meminta hasil panen pohon mangga tahun 2000. Kalau dia bukan pemegang saham, dia nggak punya standing untuk sue. Logika hukumnya sederhana, demikian Stefanus menganalogikan.

Lebih jauh, ia mengatakan bahwa keputusan untuk tidak membagikan dividen AJMI tahun 1999 ke pemegang sahamnya, termasuk ke DSS, adalah keputusan RUPS. Menurutnya, keputusan RUPS untuk menunda pembagian dividen lantaran AJMI harus memenuhi ketentuan Risk Based Capital (RBC) yang berlaku untuk perusahaan asuransi.

Sementara, untuk dividen tahun 2000, Stefanus menjelaskan bahwa dividen tersebut baru disahkan pada RUPS 2001. Sementara, pada 26 Oktober 2000, saham AJMI milik DSS dijual ke pembeli yang baru. Jadi, menurut Stefanus, DSS juga tidak berhak untuk mengklaim dividen tahun 2000.

Sebaliknya, usai persidangan di PN Jakpus (23/06), Febry mengatakan bahwa langkah hukum yang ditempuh kliennya sudah sesuai dengan yang putusan MA. Mengenai upaya hukum mediasi yang harus ditempuh terlebih dahulu, Febry menyatakan tidak ada persoalan. Namun, ia menegaskan, di proses mediasi pihaknya hanya bersedia membicarakan soal nilai nominal gugatan. Untuk persoalan yuridis, Febry menyatakan tidak bersedia untuk berkompromi.

Tags: