Kasus Karhutla, Pemerintah Diingatkan Jalankan Putusan MA
Berita

Kasus Karhutla, Pemerintah Diingatkan Jalankan Putusan MA

Untuk kasus karhutla di Sumatera dan Kalimantan yang masih berlangsung seharusnya konsep strict liability ditegakkan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kebakaran hutan. Foto: RES
Ilustrasi kebakaran hutan. Foto: RES

Dalam lima tahun terakhir pemerintah terus menghadapi persoalan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Saat ini kebakaran hutan dan lahan melanda sejumlah daerah antara lain di Sumatera dan Kalimantan yang berakibat asap menyelimuti kedua provinsi tersebut. Bahkan, imbasnya asapnya hingga negara tetangga Malaysia dan Singapura.  

 

Ketua Bidang Politik Eksekutif Nasional Walhi Khalisah Khalid mencatat kebakaran hutan dan lahan yang muncul saat ini sudah menimbulkan korban dan menunjukan situasi darurat karena kualitas udara yang sangat buruk akibat asap. Perempuan yang disapa Alin itu menilai pemerintah tidak serius dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan.

 

Buktinya, sampai saat ini pemerintah belum menjalankan putusan MA yang memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama dan banding atas gugatan citizen law suit (CLS) yang diajukan sejumlah organisasi masyarakat sipil dan masyarakat kalimantan Tengah terkait kebakaran hutan pada 2016. Alih-alih menjalankan putusan bernomor 3555 K/PDT/2018 yang diputus 16 Juli 2019 itu, pemerintah malah mengajukan peninjauan kembali (PK).

 

Menurut Alin, putusan kasasi itu penting karena menghukum pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan pelaksana lain dalam rangka mencegah serta mengatasi kebakaran hutan dan lahan.

 

“Sangat ironi, pemerintah tidak melaksanakan putusan pengadilan yang intinya memberikan perlindungan terhadap warga negara dari dampak kebakaran hutan dan lahan,” kata Alin dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (16/9/2019). Baca Juga: Cegah Kebakaran Hutan, Presiden Didesak Jalankan Putusan MA

 

Dalam putusan itu, Alin menyebut pemerintah dihukum untuk melakukan peninjauan ulang dan revisi izin usaha pengelolaan hutan dan perkebunan yang telah dan belum terbakar; membuat roadmap (peta jalan) pencegahan dini; penanggulangan dan pemulihan korban kebakaran hutan dan lahan serta pemulihan lingkungan; melakukan penegakan hukum lingkungan perdata, pidana maupun administrasi atas perusahan-perusahaan yang lahannya terjadi kebakaran.

 

Di bidang kesehatan, Alin menjelaskan putusan tersebut menghukum pemerintah pusat dan daerah untuk mendirikan rumah sakit khusus paru dan penyakit lain akibat pencemaran udara asap di Propinsi Kalimantan Tengah yang dapat diakses gratis bagi Korban Asap. Kemudian, memerintahkan seluruh rumah sakit daerah yang berada di wilayah provinsi Kalimantan Tengah membebaskan biaya pengobatan bagi masyarakat yang terkena dampak kabut asap di Provinsi Kalimantan Tengah.

 

Menurut Alin, instrumen hukum yang ada sudah cukup baik untuk menindak tegas perusahaan pemegang izin konsesi yang lahannya terbakar. Pasal 88 UU No.32 Tahun 2009 mengatur konsep “pertanggungjawaban mutlak” atau strict liability yakni unsur kesalahan yang tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Konsep ini bisa digunakan untuk perusahaan pemegang izin yang kegiatan usahanya menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup seperti kebakaran hutan dan lahan.

 

Tapi Alin melihat politik hukum pemerintah sangat lemah untuk menegakan konsep strict liability. Akibatnya kebakaran hutan dan lahan terjadi terus di lahan konsesi milik perusahaan. Koalisi masyarakat sipil juga berupaya untuk melaporkan kasus ini kepada komite khusus di PBB karena kejahatan terhadap lingkungan termasuk kejahatan yang serius.

 

Ketua Manajemen Pengetahuan YLBHI Siti Rakhma mengatakan kantor LBH Palangkaraya, Kalimantan tengah, dan Pekanbaru, Riau, terkena dampak asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah tergolong lamban dalam melakukan tindakan untuk mencegah dan mengatasi kebakaran tersebut, malah terkesan melakukan pembiaran. Padahal, Pasal 28H UUD Tahun 1945 menjamin setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan.

 

“Pemerintah mengajukan PK berarti tidak tidak setuju dengan perintah pengadilan. Pemerintah telah melakukan pelanggaran HAM dan pembangkangan hukum,” kritik Rakhma.

 

Dalam menegakkan hukum lingkungan hidup, Rakhma mendesak pemerintah serius dalam menggunakan konsep strict liability. Dia mencatat sedikitnya ada 3 upaya yang bisa dilakukan pemerintah untuk menindak perusahaan yang lahan konsesinya terbakar. Pertama, tindakan administratif seperti pencabutan izin. Kedua, memproses pidana. Ketiga, mengajukan gugatan perdata.

 

“Pemerintah harus memberikan sanksi tegas kepada perusahaan dan korporasi yang membakar lahan,” pintanya.

 

Presiden Jokowi dalam rapat terbatas kembali mengingatkan jajarannya tentang penanggulangan kebakaran hutan dan lahan mutlak harus dilakukan. Pemadaman api sangat sulit jika kebakaran terjadi di lahan gambut. Dia memerintahkan semua jajaran pemerintahan di tingkat pusat dan daerah untuk aktif memadamkan titik api sebelum meluas. Sejak akhir pekan lalu, Jokowi telah memerintahkan Kepala BNPB dan Panglima TNI untuk membuat hujan buatan, dan ini harus tetap dilakukan dalam jumlah besar.

 

Jokowi mencatat luas lahan yang terbakar di provinsi Riau mencapai jutaan hektar. Dia menegaskan agar bencana kebakaran ini tidak mengganggu aktivitas ekonomi dan menegakan hukum terhadap pelaku pembakaran. “Aparat penegak hukum harus bertindak tegas baik kepada perusahaan dan perorangan,” katanya dalam rapat terbatas di Pekanbaru, Riau, Senin (19/9/2019) seperti dikutip Antara. (ANT)

Tags:

Berita Terkait