Kasus Jiwasraya Tak Lepas dari Lemahnya Pengawasan Regulator
Berita

Kasus Jiwasraya Tak Lepas dari Lemahnya Pengawasan Regulator

Pengamat asuransi memberikan dua skema terkait penyelamatan Jiwasraya. Pengembalian dana nasabah harus mendapat prioritas.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

Selanjutnya, Deni memaparkan ketika pemerintah Amerika Serikat (AS) mengambil alih perusahaan asuransi AIG, karena memiliki ukuran aset, luas jaringan, kompleksitas transaksi dan keterkaitan yang besar dengan industri keuangan. Kala itu, AIG dimiliki swasta dan diambilalih oleh negara.

 

Pengambilalihan itu memang tidak mulus lantaran ditentang banyak pihak. Alasannya, dianggap negara tidak boleh memiliki badan usaha milik negara, namun karena alasan yang kuat dari argumentasi ukuran aset, luas jaringan, kompleksitas transaksi dan keterkaitan yang sangat besar terhadap sektor perekonomian khususnya sektor keuangan maka langkah pengambilalihan tersebut juga disetujui parlemen.

 

Selanjutnya, papar Deni, pemerintah Amerika mengeluarkan dana yang sangat besar untuk mengambilalih AIG. Belakangan, keputusan pemerintah AS ternyata tepat. Karena memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk membail-out AIG, pemerintah AS menggelontorkan 182,3 miliar dolar AS, dan menjualnya 205 miliar dolar AS.

 

Artinya, ada keuntungan sebesar 22,7 miliar dolar AS. Di mana, dana bailout 182,3 miliar dolar AS itu berasal dari pemerintah AS dan bank sentral AS cabang New York, yang merupakan pinjaman. Dalam hal ini, pemerintah AS mendapatkan 79,9 persen saham AIG.

 

"Penting untuk dicatat, bahwa pinjaman diberikan oleh bank sentral. Pengalaman ini yang tidak dimiliki oleh Indonesia," ungkap Deni.

 

Terkait Jiwasraya, Deni mengusulkan pemerintah membentuk tim untuk mengevaluasi dampak sistemik dari kasus seperti Jiwasraya ini. Tentunya bukan ranah Komite Stabilitas Sistem Keungan (KSSK), karena tidak ada undang-undang yang mendukung KSSK melakukan bailout terhadap Jiwasraya.

 

Berdasarkan UU yang ada menutup mata bahwa kasus lembaga asuransi pasti tidak bersifat sistemik. Untuk itu, ia menyarankan dibentuk sebuah tim yang sebaiknya dipimpin Meneg BUMN Erick Thohir dengan penasehat yang berkualitas dan berintegritas.

Tags:

Berita Terkait