Kapolri: Ada Pemufakatan Jahat dalam Rekaman Freeport
Berita

Kapolri: Ada Pemufakatan Jahat dalam Rekaman Freeport

Ahli informatika dan telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung pun diminta Kejagung untuk mengecek keaslian rekaman perbincangan tersebut.

ANT
Bacaan 2 Menit
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Foto: RES
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Foto: RES
Setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai ada pemufakatan jahat dalam isi rekaman pembicaraan yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha M Riza Chalid dan Presiden Direktur (Presdir) PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, kini giliran kepolisian. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti sepakat bahwa ada permufakatan jahat dalam isi rekaman tersebut.

"Kalau itu, bisa (disimpulkan) permufakatan jahat," kata Badrodin di Mabes Polri di Jakarta, Jumat (4/12).

Meski begitu, Polri menunggu hasil sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Menurutnya, hal ini penting untuk menggali lebih jauh persepsi dari substansi isi rekaman tersebut. "Kan itu ada persepsi antara Pak Maroef, SN dan MR, harus dikonfrontir kan mana yang benar, jadi kami menunggu itu," ujarnya.

Badrodin menyatakan siap untuk membantu MKD jika diminta bantuan untuk menghadirkan pengusaha M Riza Chalid agar bersaksi di persidangan MKD. "Kalau perintah hukum itu, bukan siap atau tidak. Ya tapi kan kita belum diminta (bantuan) untuk pemanggilan," katanya.

Menurutnya, kewenangan melakukan pemanggilan paksa ini melekat pada kepolisian sesuai dengan UU. Namun, ia tak menampik, selama ini kepolisian belumpernah menghadirkan saksi ke sidang MKD. "Kalau menghadirkan saksi ke Rapat Dengar Pendapat (RDP), pernah. Kalau ke MKD belum pernah," katanya.

Sementara itu, Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan, pihaknya akan meminta bantuan ahli informatika dan telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk mengecek keaslian rekaman Freeport tersebut. Keberadaan ahli diperlukan untuk mengecek keaslian suara yang terdapat di rekaman.

"Kalau menurut yang kita dengar di sidang MKD diakui sebagai kebenaran itu, jadi tidak ada satu pihak manapun yang tentunya harus membantah itu, tapi nanti kejaksaan akan meminta bantuan dari ahli IT di ITB Bandung, sudah dihubungi nanti kita minta untuk bantu kita menentukan keaslian suara dan sebagainya," kata Prasetyo.

Di bagian lain, ia menyatakan pihaknya sampai sekarang masih mengevaluasi kembali hasil permintaan keterangan Maroef Sjamsoeddin. "Kita masih mau evaluasi lagi apa yang diketahui, apa yang dialami sendiri, dia dengar dan dia saksikan. Itu yang kita perlukan," tuturnya.

Kejagung berencana akan memeriksa pengusaha M Riza Chalid yang ikut dalam perbincangan dalam rekaman tersebut. Termasuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said juga akan diperiksa pekan depan. "Pekan depan akan dimintai keterangan," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus), Arminsyah.

Kejagung sendiri menduga isi rekaman itu merupakan pemufakatan jahat yang masuk kategori tindak pidana korupsi dalam UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 15 UU itu menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi dipidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.

Ancaman pidana pada pasal-pasal itu beragam, mulai dipidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun atau pidana seumur hidup. Hingga, didenda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Sedangkan pada penjelasan Pasal 15 disebutkan bahwa, ketentuan ini merupakan aturan khusus karena ancaman pidana pada percobaan dan pembantuan tindak pidana pada umumnyaa dikurangi 1/3 (satu pertiga) dari ancaman pidananya.
Tags:

Berita Terkait