Kapolres Ikut Bersaksi dalam Sengketa Pilpres
Sengketa Pilpres 2014

Kapolres Ikut Bersaksi dalam Sengketa Pilpres

Akibat pernyataan Bupati Dogiyai, pemilih Prabowo-Hatta di Dogiyai ditarik.

ASH
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Sidang lanjutan perselisihan hasil pemilu presiden dan wakil presiden kembali digelar dengan pemeriksaan saksi, Kamis (13/9). Sidang kali ini, Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) memberi kesempatan kesaksian dari Kapolres Nabire AKBP Tagor Hutapea dan saksi lain dari pasangan Prabowo-Hatta selaku pemohon.

Tagor Hutapea menjelaskan pada 7 Juli 2014 polisi hendak mengawal pengiriman logistik pilpres dari Nabire ke Kabupaten Dogiyai. Namun hingga sehari kemudian tak ada petugas yang mengambil logistik. Lantaran tidak ada yang mengambil, polisi mengantar logistik pilpres ke distrik-distrik di sana, termasuk distrik Mapia Barat, Mapia Induk, dan Mapia Tengah.

Ditunggu hingga besok, 8 distrik di Dogiyai belum ada yang mengambil logistik pilpres. Akhirnya, pagi dini hari logisltik itu baru diantar ke distrik-distrik itu.  Tetapi Kapolres tidak bisa memastikan apakah logistik sampai ke semua distrik yang dituju. “Informasinya warga Mapia Barat dan Tengah mencoblos ke Mapia Induk,” kata Tagor melalui video conference dari Universitas Cenderawasih.

Tagor mengatakan polisi telah berkoordinasi dengan PPD Dogiyai. Mereka sepakat melaksanakan pencoblosan di tingkat distrik, kecuali Mapia Barat dan Mapia Tengah. Tagor mendapat laporan dari warga logistik di 263 TPS di Dogiyai hilang. Setelah berkoordinasi dengan petugas PPS, PPD, Panwas pada 12 Juli di Polsek Tamo membahas kenapa rekapitulasi di tingkat PPD belum dilaksanakan.

“Ternyata, rekapitulasi terhenti karena penyelenggara minta honor tambahan dari 150 ibu menjadi 250 ribu, sebelum dibayar mereka tidak akan menyerahkan formulir C-1 kepada PPD. Persoalan ini kita komunikasikan dengan Asisten I Bupati Dogiyai yang kemudian menyanggupi penambahan honor itu,” katanya.

Alhasil, saat memberi sambutan dalam rapat rekapitulasi kabupaten pada 17 Juli 2014, Bupati Dogiyai menyampaikan beberapa hal kepada penyelenggara pemilu dan warga sekitar. “Karena Bupati menggunakan bahasa daerah saya kurang mengerti, tetapi di akhir sambutan warga serentak berdiri marah-marah dan menunjuk muka bupati. Saat itu juga bupati keluar meninggalkan gedung pertemuan,” jelasnya.

Setelah itu, lanjut Tagor, para penyelenggara bersama warga keluar dari ruangan berbaur dengan warga lain yang berada di luar. Setelah mendengar pernyataan Digimus Dogomo kepada para PPD ternyata sang bupati mengatakan “Kalau kalian mau uang, ambil di bupati tetapi suara dialihkan ke Prabowo-Hatta”. “Itu pernyataan Digimus,” katanya.

Lalu, semua PPD sepakat rapat pleno di luar gedung yang dipimpin KPU yang dihadiri oleh Panwas, Dandim, dan Kapolres. Saat itu, PPD menyampaikan hasil rekapitulasi tingkat distrik. “Mereka juga menyampaikan suara yang diberikan kepada pasangan Prabowo-Hatta pada 9 Juli lalu, kita tarik kembali. Jangan mengubah suara, itu yang Saudara bawa ke KPU provinsi!” ujarnya menirukan ucapan perwakilan PPD.       

“Apakah saat itu, ada saksi pasangan Prabowo-Hatta hadir?” tanya Hamdan. “Sudah dipanggi tiga kali, tidak hadir. Yang hadir saksi Jokowi-JK, yang sempat menyampaikan ucapan terima kepada warga Dogiyai karena memilih pasangan nomor urut dua,” jelasnya.      

Gondangdia
Ari Hadi Basuki, saksi mandat Prabowo-Hatta tingkat provinsi, menerangkan setelah pilpres pihaknya mengajukan keberatan pemilih DPKtb (Daftar Pemilih Khusus Tambahan) dan melaporkan ke Bawaslu DKI Jakarta pada 14 Juli 2014. Persoalan DPKtb hampir terjadi di sekitar 5.800-an TPS dari 12.000-an TPS di DKI Jakarta disertai data semua TPS yang bermasalah itu.

“Setelah diklarifikasi atau pemeriksaan ke kami dan KPU DKI, Bawaslu mengeluarkan rekomendasi tertanggal 17 Juli 2014 yakni menetapkan 17 TPS untuk dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) dan sisa TPS lainnya akan diperiksa prosedur DPKtb-nya,” ungkap Ari saat menjawab sejumlah pertanyaan Ketua Majelis, Hamdan Zoelva, di ruang sidang MK.

Ari melanjutkan dari 17 TPS hanya 13 TPS yang dilakukan PSU. Sebelumnya, hasil pemungutan di 13 TPS itu dimenangkan pasangan Jokowi-JK. Namun, setelah dilakukan PSU hanya 2 TPS yang dimenangkan Prabowo-Hatta, sisa 11 TPS lainnya tetap dimenangkan Jokowi-JK. “Sebenarnya sejak jauh-jauh hari DPKtb kita persoalkan, sehingga tidak halangan untuk memeriksa TPS lainnya,” katanya.     

Dia mencontohkan di TPS Gondangdia ada pemilih dengan KTP dari daerah lain tanpa prosedur tetap atau menggunakan formulir A-5 (surat pemberitahuan daftar pemilih tambahan). Hal itu terjadi di TPS 1 dan TPS 2 di Kelurahan Gondangdia yang jumlahnya 6 orang; di TPS 19, TPS 22 Kelurahan Menteng, di TPS 11 Kelurahan Cikini yang membuktikan adanya penggunaan KTP tanpa formulir A-5.

“Ditemukan formulir C-6 (undangan pemilih) di TPS tertentu, tetapi memilih di TPS lain. Ini terjadi di TPS 3, TPS 5 Kelurahan Gondangdia dan TPS 11 Kelurahan Cikini yang jumlah 4 orang.”  

Soal pembukaan kotak suara, sambung Ari, dilakukan pada 24 Juli, 31 Juli, dan 8 Agustus setelah adanya penetapan MK kemarin. Dia mengakui, seperti pernyataan KPU, pembukaan kotak dilakukan secara transparan dengan mengundang Bawaslu, kepolisian. Tetapi, tidak mengundang saksi pasangan calon. “Pasangan calon hanya diberitahu,” akunya.

Berdasarkan pengamatannya, transparansi dilakukan saat pembukaan kotak dengan mengeluarkan isinya yang dimasukkan ke dalam kantong plastik bening yang disaksikan semua pihak pada 24 Juli dan 31 Juli. Dalam suratnya, KPU berdalih proses pembukaaan kotak ini hanya untuk mengambil data.

“Proses pembukaan kotak tidak dilakukan akuntabilitas (verifikasi) data. Sebab, berkas data yang tersegel yang dimasukkan ke dalam plastik langsung dibawa petugas KPU. Terlebih, pembukaan kotak itu umumnya dilakukan malam hari,” bebernya. Persoalannya, lanjut dia, pihaknya tidak mengetahui apakah yang akan terjadi terhadap dokumen-dokumen itu karena tidak ada proses legalisasi.    

Hamdan bertanya, “Apakah berita acara pembukaan kotak suara itu?” Ari mengaku adanya berita acara, tetapi berita acara itu hanya untuk kepentingan KPU dan Panwaslu, bukan untuk kepentingan saksi pasangan calon karena hanya diberitahu. “Apakah para saksi tanda tangan dalam berita acara?” Hamdan kembali bertanya. “Tidak,” jawab Ari.
Tags:

Berita Terkait