Kandidat Capres Tawarkan Solusi Atasi Masalah Pangan
Berita

Kandidat Capres Tawarkan Solusi Atasi Masalah Pangan

Mulai dari reforma agraria sampai meningkatkan subsidi untuk petani.

ADY
Bacaan 2 Menit
Salah seorang Capres Konvensi Partai Demokrat, Gita Wirjawan. Foto: RES
Salah seorang Capres Konvensi Partai Demokrat, Gita Wirjawan. Foto: RES
Ketahanan pangan sampai sekarang masih menjadi persoalan yang dihadapi Indonesia. Dalam debat calon presiden (capres) yang berlangsung di aula FKUI Salemba, Jakarta, pekan lalu, sejumlah kandidat capres dari Konvensi Partai Demokrat (PD) dan Konvensi Rakyat menawarkan solusi.

Salah satu kandidat capres Konvensi PD, Gita Wirjawan, berpendapat masalah ketahanan pangan dapat diatasi dengan menggulirkan kebijakan reforma agraria. Sayangnya, sampai saat ini belum ada satupun pemimpin pemerintahan yang mampu menuntaskan kebijakan yang diprakarsai sejak tahun 1960 itu.

Jika terpilih sebagai Presiden, Gita akan menjalankan reforma agraria untuk menuntaskan masalah ketahanan pangan. Sejalan dengan reforma agraria, pemimpin pemerintahan yang baru nanti harus meyakinkan petani Indonesia yang jumlahnya sekitar 40 juta orang untuk mengelola lahan tanpa beralih fungsi. Kemudian, dari lahan yang diberikan kepada petani dari hasil reforma agraria itu, perlu juga didayagunakan oleh petani agar mudah mendapat kredit.

Adanya lahan dan kredit memudahkan petani untuk menanam tanaman pangan guna memnuhi konsumsi 250 juta rakyat Indonesia. Bagi Gita hal itu menuntaskan masalah ketahanan pangan yang ada di Indonesia sampai seratus tahun ke depan. Selain itu petani butuh kebijakan yang memberi kemudahan, seperti akses modal, pasar, bibit, pupuk dan penanganan hama. Ironisnya, selama ini para petani kesulitan mengakses kebutuhan mereka. “Saya percaya tantangan ini dapat diraih apalagi kita dapat mengubah dari swasembada ke ekspor (pangan) itu bisa menutup masalah kita terhadap kekurangan pangan,” katanya.

Gita mengatakan di sebagian daerah, lahan pertanian berkurang. Salah satu penyebabnya petani mudah menjual lahan produktifnya dan beralih fungsi menjadi villa atau perumahan. Untuk itu setelah reforma agraria diterapkan, harus ditopang kebijakan yang menjaga agar tanah produktif tetap digunakan sebagai lahan produksi pangan. “Kita harus bisa menjadi eksportir pangan yang paling efektif dan efisien di dunia,” paparnya.

Peluang Indonesia untuk ekspor pangan menurut Gita semakin lebar karena dalam pertemuan WTO beberapa waktu lalu di Bali, dihasilkan kesepakatan yang mendukung negara miskin dan berkembang menggenjot ekspor. Misalnya, selama ini hanya negara maju yang boleh mengucurkan subsidi kepada petani dan industri pertanian, sekarang WTO menyepakati negara berkembang boleh melakukan hal itu. Kemudian, negara berkembang juga diperkenankan menimbun pangan. Menurutnya, hal itu menguntungkan bagi Indonesia karena tanpa menimbun, pemerintah kesulitan memenuhi kebutuhan pangan 250 juta rakyatnya.

Tapi Gita menyadari untuk menjalankan berbagai kebijakan itu dibutuhkan anggaran yang besar. Untuk itu jika terpilih menjadi kepala pemerintahan ia berjanji bakal mendorong jumlah pembayar pajak. Sebab, saat ini dari 60 juta wajib pajak yang menunaikan kewajiban baru 23 juta orang. Dalam meningkatkan anggaran negara dari pajak, Gita menyebut akan mengintegrasikan kartu identitas seperti KTP dan Paspor dengan NPWP.

Sehingga, warga yang belum menyelesaikan kewajibannya membayar pajak bakal terkena sanksi. Misalnya, tidak dapat pergi ke luar negeri. Sedangkan Gita juga berjanji menerbitkan kebijakan pajak yang pro bisnis. Seperti memberikan pengampunan untuk membayar pajak kepada pengusaha yang memenuhi syarat tertentu. Dengan kebijakan itu Gita yakin masyarakat yang membayar pajak akan meningkat dalam dua tahun.

Kandidat capres dari Konvensi Rakyat, Rizal Ramli, mengatakan tingkat kesejahteraan petani mempengaruhi ketahanan pangan di Indonesia. Sayangnya kebijakan yang ada sekarang belum mampu mendorong kesejahteraan petani. Misalnya, dalam sepuluh tahun terakhir perbandingan harga gabah dan pupuk 1:1, harusnya 3:2. Guna mengatasi masalah tersebut Rizal mengatakan pemimpin negara harus menerbitkan kebijakan harga (pricing policy). Sehingga ada insentif yang diberikan kepada petani.

Selain itu lahan pertanian jangan bepusat di pulau Jawa, tapi daerah lainnya yang punya lahan produktif seperti Sulawesi Selatan (Sulsel). Ia menjelaskan saat ini petani Sulsel hanya mampu panen satu kali setahun. Tapi jika ada kebijakan yang berpihak kepada petani maka panen itu dapat ditingkatkan menjadi tiga kali dalam setahun. Misalnya, petani di Sulsel butuh pasokan air guna mengairi lahannya. Untuk itu perlu dibangun bendungan. Jika hal itu dilakukan secara serius di setiap daerah yang lahannya cocok ditanami tanaman maka peluang Indonesia untuk ekspor pangan sangat besar. “Saya yakin kita bisa ekspor beras 2-3 tahun lagi,” urainya.

Untuk mewujudkan harapan itu Rizal mengatakan butuh kebijakan yang mendorong agar masyarakat, khususnya yang tinggal di pulau Jawa, untuk pindah ke daerah lain yang tanahnya subur untuk ditanami. Jika terpilih menjadi Presiden Rizal berjanji akan memberikan tanah sebanyak tujuh hektar kepada penduduk yang mau bertempat tinggal di luar Jawa. “Kita gulirkan subsidi untuk produksi pertanian. Lahan itu jangan hanya diberikan kepada pengusaha saja,” tuturnya.

Soal pembangunan infrastruktur guna menunjang pertumbuhan ekonomi, Rizal berjanji akan membekukan sementara anggaran negara yang selama ini dikucurkan untuk fasilitas pejabat. Seperti jalan-jalan, mobil dan rumah mewah. Anggaran yang nilainya triliunan itu akan dialihkan untuk membuat jalur kereta api sepanjang Pulau Sumatera dan jalan raya di Sulawesi. Menurutnya infrastruktur itu memudahkan mobilitas masyarakat dan barang untuk meningkatkan perekonomian.

Kandidat lainnya, Ali Masykur Musa, mengatakan yang dibutuhkan bukan saja ketahanan tapi kedaulatan pangan. Itu dapat dicapai dengan memperkuat subsidi kepada petani, sehingga nasib petani tidak diserahkan kepada mekanisme pasar. Menurutnya subsidi yang dikucurkan pemerintah saat ini sebesar Rp13,7 triliun untuk 40 juta petani tidak adil. Jika terpilih jadi Presiden Ali berjanji akan meningkatkan subsidi itu dengan cara mengalihkan subsidi BBM. Pengawasan penyaluran subsidi itu harus dilakukan secara tepat.

Sebagaimana Gita, Ali juga menawarkan kebijakan reforma agraria. Pasalnya, petani di Indonesia rata-rata hanya punya 0,3 lahan. Untuk mengatasi masalah pangan, reforma agraria menurutnya harus dijalankan. Namun penyaluran lahan itu harus dilakukan secara cermat seperti kebijakan subsidi. “Langsung diberikan kepada petani. Biar nggak salah sasaran,” tukasnya.
Tags:

Berita Terkait