Kamus 3 in 1 Karya Sang Pengadil
Potret Kamus Hukum Indonesia

Kamus 3 in 1 Karya Sang Pengadil

Hakim harus mengkomunikasikan putusan melalui putusan yang menggunakan kata dan bahasa yang mudah dipahami.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi. Foto: RES
Ilustrasi. Foto: RES

Desain sampul buku tebal itu memperlihatkan bangunan gedung berpadu dengan potongan peta, kompas, dan lantai satu gedung yang tertutup tulisan ‘Kamus Hukum & Yurisprudensi’. Inilah salah satu kamus hukum teranyar yang terbit dan diperjualbelikan di toko-toko buku.  Bukan hanya teranyar, tetapi juga terbilang lebih tebal dibandingkan kamus hukum lain: 1182 halaman.

 

Ditulis oleh HM Fauzan dan Baharuddin Siagian, kamus hukum ini terasa istimewa. Bukan saja karena tebalnya lebih dari seribu halaman, tetapi juga karena isinya menggabungkan tiga pokok sekaligus. Bagian pertama, Kamus Hukum Lengkap, memuat tak kurang dari 24 ribu entri. Buku kedua, Kamus Hukum Yurisprudensi, memuat lebih dari 1.600 kaidah yurisprudensi Mahkamah Agung. Buku ketiga, Kamus Hukum Ekonomi Syariah, memuat istilah-istilah dalam ekonomi syariah dilengkapi dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait syariah, dan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.

 

Kamus ini memudahkan pembaca mencari definisi dan yurisprudensi yang relevan. Sebagai contoh, lema ‘aanbreng’ dari bahasa Belanda, yang dapat bermakna harta bawaan suami-istri mas kawin; atau uang peminangan. Ini diatur antara lain dalam Pasal 165 BW (KUH Perdata): “Baik oleh suami dan istri hanya penyatuan untung dan rugi, maupun penyatuan hasil dan pendapatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 155 dan 164, namun segala barang bergerak milik masing-masing suami dan istri ketika mereka kawin, harus dengan tegas dicantumkan dalam akta perjanjian tersendiri, atau dalam sebuah surat pertelaan, yang ditandatangani notaris dan para pihak berkepentingan dan dilekatkan pada akta asli perjanjian kawin, dalam mana hal itu harus dicatat pula; tanpa bukti demikian barang bergerak tadi dianggap sebagai keuntungan”.

 

Baca:

 

Yurisprudensi yang relevan dengan lema aanbreng adalah putusan Mahkamah Agung No. 1459 K/Pdt/1986 tanggal 9 September 1987. Kaidah hukum dalam yurisprudensi ini adalah: berdasarkan Pasal 35 ayat (2)  UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, harta bawaan dari masing-masing suami-istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Dengan demikian suami-istri masing-masing mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya dalam kasus ini penghibahan oleh Tergugat I kepada Tergugat II.

 

Makna, dasar hukum, dan kaidah yurisprudensi itu dapat ditemukan sekaligus dalam kamus yang disusun Fauzan dan Baharuddin. Itu sebabnya kamus yang cetak pertamanya terbit pada Desember 2017 ini juga disebut Kamus Hukum 3 in 1. Menggabungkan tiga aspek ke dalam satu buku bertujuan memudahkan pembaca melakukan penelusuran, seperti yang dibayangkan kedua penulis.

 

HM Fauzan, seorang hakim, menjelaskan proses pengumpulan bahan dan penulisan bahan untuk kamus ini sudah dimulai sejak 2004 ketika ia menjadi asisten hakim agung pada Mahkamah Agung (2004-2009). Terus berlanjut ketika ia ditunjuk sebagai sekretaris pimpinan pada Mahkamah Agung (2009-2012), dan kemudian diangkat menjadi Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama pada Mahkamah Agung. Sejak 2018 diangkat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur.

 

Hakim kelahiran 5 April 1965 ini bersyukur proses penyusunan berlanjut karena berkaitan dengan tugasnya melakukan pembinaan pengembangan pengetahuan dan keterampilan para hakim, panitera, dan juru sita bidang teknis yudisial. Ketika bekerja di Mahkamah Agung, tugas mengumpulkan yurispruidensi juga terbantu. Ia berbagi tugas dengan Baharuddin Siagian yang saat itu juga bertugas di Mahkamah Agung –kini bertugas di bagian pengawasan. Setelah terkumpul bahan-bahan dari masing-masing penulis, lalu digabungkan menjadi satu.

 

Baca juga:

 

Menggabungkan kamus berupa kata-kata atau istilah dengan yurisprudensi tak mungkin mudah tanpa referensi yang memadai. Fauzan mengakui sangat terbantu oleh buku berjilid-jilid kumpulan yurisprudensi. Apalagi sebelumnya HM Fauzan -bersama Ahmad Kamil- sudah pernah menulis buku ‘Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi’ (2004). Selain itu, Fauzan mengakui terus terang sebagian dari ratusan ribu lema atau kata yang termuat dalam kamus ini diambil dari kamus-kamus hukum besar. Cuma, gaya penulisannya dibuat untuk mempermudah pembaca memahaminya. “Masih merujuk pada kamus-kamus besar lainnya,” jelas Fauzan kepada hukumonline akhir Mei lalu.

 

Bagi orang yang berprofesi hakim, yang sering disebut laksana wakil Tuhan, kehadiran kamus ini dapat membantu tugas-tugas membuat putusan. Fauzan menjelaskan seorang hakim haruslah bisa ‘mengkomunikasikan’ isi putusan perkara yang dia buat melalui diksi, pilihan kata dan kalimat yang tepat. Ketika berhadapan dengan kasus riil hakim seringkali mendapati istilah-istilah dalam bahasa daerah setempat. Dalam hal ini, pilihan kata yang tepat adalah suatu kekuatan yang harus dimiliki seorang hakim. “Pilihan kata memudahkan orang memahami isi putusan hakim,” ujarnya.

 

Hakim sebagai corong undang-undang? Rumusan undang-undang belum tentu lengkap sehingga seorang hakim harus mencari makna teks dan kontekstual suatu istilah hukum. Apa yang dilakukan Fauzan dan Siagian sebenarnya bukanlah yang pertama. R. Subekti (Ketua MA 1968-1974) dan pensiunan hakim tinggi Jakarta Tjitrosoedibio pernah menyusun Kamus Hukum yang sudah dicetak berkali-kali.

 

Pensiunan hakim, A.B Loebis, juga pernah menulis Kamus Hukum Yurisprudensi meskipun isinya tak selengkap karya Fauzan dan Siagian. Kamus karya Loebis bahkan lebih cenderung menghubungan istilah-istilah hukum dengan cara memenangkan gugatan. Jadi, istilah-istilah di persidanganlah yang dikedepankan.

Tags:

Berita Terkait