Kamar Pidana MA Bahas Polemik Uang Pengganti
Utama

Kamar Pidana MA Bahas Polemik Uang Pengganti

Ada tiga kesimpulan dalam forum rutin pertemuan informal para hakim di kamar pidana MA.

ALI
Bacaan 2 Menit

Kesimpulan ketiga, para hakim agung dan penegak hukum dianggap perlu menerapkan sita jaminan dalam perkara korupsi (Conservatoir Beslag). Konsep sita jaminan selama ini memang lebih dikenal dalam hukum perdata, tetapi konsep ini dianggap tepat untuk diterapkan dalam kasus pidana korupsi agar terpidana benar-benar membayar uang pengganti.

Sebagai informasi, kesepakatan ini dicapai dalam acara ‘coffee morning’ yang dipimpin oleh Ketua Muda Pidana MA Artidjo Alkostar. Dalam forum ini juga hadir perwakilan dari Kejagung, UKP4, dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Pertemuan ini juga dilaksanakan secara terbuka untuk wartawan.

Bukan Pilihan
Direktur Upaya Hukum dan Eksekusi Kejagung Puji Basuki, yang hadir sebagai pembicara dalam forum tersebut, menuturkan bahwa Kejaksaan selama ini kesulitan ‘mengejar’ uang pengganti karena adanya persepsi bahwa uang pengganti merupakan pilihan.

Misalnya, bila seseorang dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp2 Triliun subsidair dua tahun penjara. Si terpidana, kerap lebih memilih menjalani pidana tambahan (pengganti) selama dua tahun itu dibanding membayar Rp 2 Triliun. “Subsider itu kan pilihan. Itu pengertian jaksa penuntut umum. Bila tak bisa bayar, ya di penjara (tambahan,-red),” ujarnya.

Hakim Agung Surya Jaya menilai ada kesalahan konsep bila menganggap uang pengganti adalah pilihan. Ia menegaskan seharusnya kejaksaan menyita seluruh aset terpidana atau terdakwa terlebih dahulu, lalu ‘memotong’-nya untuk pembayaran uang pengganti. Tujuannya, agar uang pengganti itu bisa masuk ke kas negara.

Surya Jaya mencontohkan kasus yang pernah ditangani oleh KPK. Ada sebuah kasus yang sudah berkekuatan hukum tetap. Setelah satu bulan, maka barang dan harta terpidana disita. Si terpidana mengatakan dia tak mau membayar uang pengganti, melainkan ingin ‘mengganti’ pembayaran itu dengan pidana penjara pengganti.

“KPK pertegas itu tak bisa. Terpidana lalu dikeluarkan dari tahanan, lalu harta kekayaannya semua disita untuk membayar uang pengganti sebesar Rp420 Miliar. Ini bisa jadi preseden bagi Kejaksaan. Jangan suruh pilih. Keluarkan terpidana dari tahanan (bila masa penjaranya sudah selesai), lalu sita barangnya untuk bayar uang pengganti,” tukasnya.

Tags:

Berita Terkait