Kalau Mau Amandemen Kelima, Lakukan Kajian Secara Komprehensif
Berita

Kalau Mau Amandemen Kelima, Lakukan Kajian Secara Komprehensif

Tak ada kewajiban membuat naskah akademis suatu UUD.

Ali
Bacaan 2 Menit

 

Pendapat Agun ini mungkin bisa dipahami. Hasil amandemen pertama sampai keempat merupakan contoh nyata hubungan konstitusi dengan teori-teori yang tak sinkron. Sampai saat ini, para pakar terpecah belah apakah sistem parlemen Indonesia menganut bikameral, unikameral, atau trikameral. Sistem pemerintahannya pun kurang tegas antara presidensiil atau parlementer.  

 

Anggota DPR dari PKB Mahfud MD menolak pendekatan teoritis yang digunakan Agun. Menurut Mahfud secara umum hukum tata negara tak mengikuti teori. Ia mengungkapkan pengalaman empirisnya memperjari 172 konstitusi, tidak ada yang sama. Itu dibuat sendiri-sendiri sesuai dengan kebutuhan, ujarnya.

 

Naskah Akademis UU

Keharusan undang-undang mencantumkan naskah akademis, sedangkan UUD 1945 tak perlu memang bisa menjadi perdebatan tersendiri. Menurut Erni Setyowati, hal ini disebabkan karena amandemen UUD 1945 selama ini lebih bersifat politis. Dasarnya hanya Pasal 37 UUD 1945 saja, ujar peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan itu. Meski begitu, dahulu, lanjutnya, ada lembaga yang mempunyai peran untuk mengkaji secara akademis, yaitu Komisi Konstitusi. Sayang, komisi tersebut sudah almarhum saat ini.

 

Namun, proses naskah akademis dalam undang-undang minimal bisa menjadi bahan pertimbangan. Erni menjelaskan dalam rancangan undang-undang yang diusulkan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR, pembuatan naskah akademisnya ada tiga cara. Pertama, Baleg meminta kepada tiga universitas berbeda untuk membuat naskah akademis. Kemudian naskah tersebut dibandingkan, tuturnya.

 

Cara kedua, naskah akademis dibuat oleh tim peneliti yang ada di Baleg. Cara terakhir, naskah akademis bisa dibuat oleh Pusat Pengkajian, Pengolahan Data, dan Informasi DPR (P3DI) yang berada di bawah sekjend DPR, ujarnya.   

 

Sedangkan RUU yang dibuat oleh pemerintah, menurut Erni, strukturnya lebih jelas. Pemerintah membentuk tim antar departemen, yang dikoordinir Departemen Hukum dan HAM. Oleh sebab itu, Erni menyarankan agar lembaga-lembaga seperti Komisi Konstitusi yang bertugas mengkaji secara akademis amandemen UUD 1945 harus dihidupkan kembali. Saat ini, yang masih eksis adalah Forum Konstitusi.

 

Kinerja Komisi Konstitusi yang lalu pun sebenarnya tak terlalu buruk. Minimal menurut pendapat Agun. Hasil kajian komisi konstitusi kemarin, menurut saya, bisa dijadikan landasan dan pijakan untuk perancangan amandemen kelima, ujarnya.

 

Tags: