Kalah di PTUN, WALHI Ajukan Banding Sengketa Reklamasi CPI
Berita

Kalah di PTUN, WALHI Ajukan Banding Sengketa Reklamasi CPI

Sebelumnya, majelis hakim PTUN Makassar menolak gugatan WALHI karena menganggap proyek reklamasi CPI tidak merusak dan mencemarkan lingkungan hidup, sehingga tidak terdapat kepentingan dari WALHI untuk mengajukan gugatan.

ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi reklamasi. Foto: RES
Ilustrasi reklamasi. Foto: RES
Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Selatan bersama tim hukumnya resmi mengajukan banding menyusul putusan PTUN Makassar menolak gugatan terkait izin pelaksanaan proyek reklamasi Center Poin of Indonesia (CPI) di wilayah pantai losari bagian barat Makassar.

"Kami selaku penggugat mendaftarkan secara resmi upaya banding tersebut, maka proses hukum terhadap perkara gugatan terhadap izin lokasi dan izin pelaksanaan proyek reklamasi CPI yang menjadi objek sengketa harus terus berjalan," tegas Direktur Walhi Sulsel Asmar Exwar di kantor LBH Makassar, Rabu (10/8).

Pihaknya menyatakan meski kalah pada tingkat PTUN Makassar dan sidang lalu, upaya hukum akan terus dilanjutkan serta tidak menyerah begitu saja, Ada upaya-upaya hukum dilakukan pada tingkat banding satu tingkat di atas PTUN Makassar.

"Tentunya pelaksanaan proyek reklamasi CPI masih berstatus 'masalah secara hukum' dalam konteks prosedur penerbitannya. Sehingga kami tetap pada dalil bahwa proyek tersebut sangat berpotensi terjadinya kerusakan lingkungan hidup yang lebih massif ke depan," ujarnya kepada wartawan. (Baca Juga: Gugatan Reklamasi, Nelayan Kalahkan Ahok)

Sementara, kuasa hukum pengugat Haswandu Andy Mas juga diketahui Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menyatakan putusan tersebut sangat rapuh karena terdapat perbedaan pendapat dari masing-masing Hakim yang mengadili perkara, sehingga sangat berpotensi untuk dibatalkan pada tingkat pemeriksaan banding maupun Kasasi.

"Pertimbangan pokok Ketua Majelis Hakim sehingga memutus bahwa gugatan WALHI tidak dapat diterima adalah karena menganggap proyek reklamasi tersebut tidak terjadi kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup sehingga tidak terdapat kepentingan dari WALHI untuk mengajukan gugatan," paparnya.

Menurutnya, pertimbangan tersebut keliru besar karena gugatan yang dilayangkan adalah gugatan administrasi dalam konteks penegakan hukum lingkungan hidup adalah upaya preventif atau pencegahan sehingga yang perlu dibuktikan sekadar 'potensi' kerusakan ataupun pencemaran lingkungan Hidup.

"Jika persidangan sudah harus diarahkan untuk membuktikan ada tidaknya kerusakan atau pencemaran lingkungan hidup sebagaimana dimaksud oleh Ketua Mejelis Hakim, maka upaya hukumnya adalah upaya laporan pidana di Kepolisian, karena perbuatan pengrusakan atau pencemaran lingkungan hidup merupakan perbuatan tindak pidana, bukan kewenangan PTUN," bebernya.

Sedangkan Koordinator Forum Informasi dan Komunikasi-Organisasi Non Pemerintah atau FIK Ornop M Asram Jaya, mengungkapkan pada konteks 'good governance' seharusnya pelaksanaan reklamasi dihentikan pihak Pemerintah Provinsi Sulsel sebagai upaya atau penghormatan terhadap proses hukum yang masih berjalan seiring upaya banding.

"Harusnuya upaya hukum yang dilakukan walhi dan gabungan dari Aliansi Selamatkan Pesisir atau ASP harus di hormati. Hal ini untuk menghindari adanya kerugian yang akan dialami masyarakat serta nelayan termasuk calon pembeli properti di areal reklamasi," ungkap dia.

Pernyataan banding WALHI tersebut telah diterima tertuang dalam Akta Permohonan Banding, nomor: 11/G/LH/2016/P.TUN.Mks, tertanggal hari ini, Rabu 10 Agustus 2016, ditandatangani oleh Edy Kurniawan selaku Kuasa Hukum WALHI dan disahkan oleh Panitera Pengadilan TUN Makassar, Yusuf Tamin.

Sebelumnya, Koordinator dan Penanggungjawab Reklamasi Centre Point of Indonesia (CPI) Soeprapto Budisantoso menyatakan siap menghadapi banding yang akan dilakukan Wahana Lingkungan Hidup yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP) pasca di tolaknya gugatan sengketa reklamasi di PTUN Makassar.

"Bahwa WALHI akan mengajukan banding, itu tentu hak penggugat. Tapi bukti-bukti yang kita punya rasanya tidak ada satu kekurangan terhadap persyaratan yang diminta," kata Soeprapto.

Tags:

Berita Terkait