Kalah di Kasus Pembatasan Impor Hortikultura, Indonesia Terancam Sanksi
Berita

Kalah di Kasus Pembatasan Impor Hortikultura, Indonesia Terancam Sanksi

Pengadilan Banding WTO meminta Indonesia untuk bertindak konsisten dengan ketentuan GATT 1994.

M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Menurut Zainal, hal ini jelas mengganggu kedaulatan bangsa sebagaimana yang diatur dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan sebagai niat baik pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan. “Sudah waktunya Indonesia berani keluar dari WTO, terlebih setelah gugatan banding Indonesia di tolak,” lanjut Zainal.

 

Selanjutnya, Achmad Yakub, dari Bina Desa memaparkan bahwa secara peraturan perundangan nasional tentang Pangan, Pemerintah dari pusat hingga kabupaten/kota mempunyai kewajiban memenuhi ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan. Artinya, tak mungkin menyerahkan kepentingan pangan sebagai keamanan nasional ke mekanisme perjanjian WTO yang dikenal sangat pro pasar. Hal ini akan merugikan petani dan ekonomi kita secara mendasar.

 

IGJ, SPI, dan Bina Desa menilai kekalahan Indonesia terhadap Amerika Serikat dan New Zealand di WTO membuktikan perjanjian perdagangan bebas dan skema penyelesaian sengketanya tidak dibuat untuk memberikan perlindungan dan keadilan bagi petani Indonesia. Bahkan sistem perjanjian perdagangan bebas semakin memperkuat monopoli importir dan negara industri. Dalam Pernyataannya, ketiganya mendesak agar Pemerintah Indonesia untuk segera mencabut komitmen yang merugikan serta tidak mengikatkan komitmen baru di WTO.

 

(Baca Juga: Indonesia Gugat Australia Soal Kemasan Polos Produk Rokok)

 

Hal ini mengingat pada 10-15 Desember 2017 mendatang, akan dilaksanakan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-11 negara anggota WTO di Argentina. Pemerintah Indonesia diharapkan tidak membuat komitmen yang merugikan Indonesia dalam putaran konferensi tersebut.

 

“Kepentingan petani kecil Indonesia harus diprioritaskan ketimbang isu-isu baru yang akan digagas oleh negara maju seperti E-commerce dan investment facilitation. Posisi Indonesia pada perundingan isu pertanian harus berpihak pada petani kecil Indonesia, kalau tidak tercapai maka komitmen Indonesia di WTO harus dipertanyakan,” tegas Rachmi.

 

Zainal Arifin Fuad, menyatakan bahwa salah satu agenda pembahasan KTM WTO yakni Public Stock Holding. SPI menilai pembahasan ini secara jelas akan mengancam kedaulatan pangan, salah satunya dengan mematikan fungsi Bulog yang juga sudah disimpangkan fungsinya atas desakan IMF dan Bank Dunia di akhir era orde baru.

 

“Untuk itu, jalan mewujudkan kedaulatan pangan yakni pertanian harus dikeluarkan dari WTO”, tegas Zainal.

Tags:

Berita Terkait